Minggu, 14 Desember 2008

Politik Thailand

Konflik Masih Jauh dari Usai

KOMPAS/AHMAD ARIF / Kompas Images
Para turis yang tertahan di Thailand selama delapan hari akibat penutupan Bandara Suvarnabhumi oleh para demonstran menunggu giliran untuk chek- in di BITEC Convention Centre di Bang-Na, Jumat (5/12) pagi. Suasana di Thailand masih belum menentu karena benih konflik politik masih belum dituntaskan.

Ahmad Arif

Para demonstran anti-Pemerintah Thailand barangkali bisa meninggalkan Bandara Suvarnabhumi dengan penuh rasa kemenangan. Perdana Menteri Thailand Somchai Wongsawat, yang baru dua bulan menjabat, resmi mundur pada Selasa (2/12). Akan tetapi, kemelut politik di Thailand masih jauh dari usai karena belum ada pemenang yang sesungguhnya dari kisruh politik ini.

Pengadilan telah menyatakan partai mantan Perdana Menteri Somchai Wongsawat, yaitu Partai Kekuatan Rakyat (PPP), dan dua partai pendukung lainnya terbukti membeli suara saat pemilu pada Desember 2007. Mantan PM Somchai, yang adalah saudara ipar mantan PM Thaksin Shinawatra, dan sejumlah tokoh penting PPP dilarang berpolitik selama lima tahun.

Somchai baru sekitar dua bulan dilantik sebagai PM menggantikan pendahulunya, Samak Sundaravej, yang sebelumnya juga menjadi sasaran demonstrasi. Seperti Samak, yang dituntut mundur karena dia dianggap sebagai boneka mantan PM Thaksin Shinawatra, Somchai juga dituntut mundur karena dituding memiliki kaitan dengan Thaksin. Bahkan, dosa Somchai dianggap lebih besar karena dia adalah saudara ipar Thaksin.

Sejak kejatuhan Thaksin akibat kudeta militer tahun 2006, pertarungan politik di Thailand yang telah menjatuhkan dua perdana menteri dalam dua bulan terakhir ini tak jauh dari gerakan pembersihan terhadap kelompok Thaksin. Jika pada gerakan sebelumnya sasarannya hanya pada penurunan perdana menteri, kali ini partai sang mantan perdana menteri, yaitu PPP, ikut dikebiri.

Memanfaatkan waktu jeda setelah keruntuhan kabinet koalisi PPP dan dua partai lainnya, kelompok anti-Thaksin bergerak cepat. Partai Demokrat, partai oposisi yang juga partai kedua terbesar di Thailand, berancang-ancang mengambil alih pemerintahan. Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Thailand Suthep Thuasuban mengklaim partainya mendapat dukungan dari empat partai lebih kecil yang sebelumnya beraliansi dengan eks PPP yang berkuasa.

Namun, tak ada yang bisa menjamin kelompok anti-Thaksin yang digalang oleh PAD ini bisa memenangkan pemilihan umum pada pemilihan ke depan.

Bahkan, analis dari IHS Global Insight, Kristina Kazmi, seperti dikutip Bangkok Post menyebutkan, kelompok pro-Thaksin masih akan memperoleh suara mayoritas dalam pemilu mendatang karena kuatnya dukungan dari mayoritas masyarakat di pedesaan. Bisa dipastikan, kelompok elite perkotaan yang anti-Thaksin akan mencongkel kembali pemerintahan hasil pemilu. Dan, siklus kemelut politik akan kembali terjadi di Thailand.

Kaus merah dan kuning

Kelompok pendukung Somchai, yang sejatinya adalah juga pendukung mantan PM Thaksin, memang masih sangat kuat. Kebijakan-kebijakan populis dari Thaksin selama berkuasa membuat kelompok ini mendapat dukungan kuat dari kelompok masyarakat miskin di desa-desa. Itu pula yang menyebabkan PPP masih terus berjaya pascajatuhnya Thaksin akibat kudeta tahun 2006.

Munculnya demonstrasi tandingan dengan jumlah massa yang tak kalah banyak dari kelompok ”berkaus merah” terhadap kelompok PAD yang ”berkaus kuning” pada November lalu adalah gambaran masih kuatnya kelompok pro-Thaksin.

Demonstran berkaus merah ini berasal dari desa-desa, sedangkan kelompok berkaus kuning ini berasal dari masyarakat kelas menengah kota.

”Belum ada yang benar-benar menang dan kalah,” kata Michael Nelson, profesor tamu pada Universitas Chulalongkorn, Bangkok, seperti dikutip kantor berita AFP. ”PPP mungkin sudah dibungkam, tetapi mereka tetap masih punya kekuatan untuk membentuk pemerintahan baru. PAD telah demonstrasi di jalan selama 192 hari, tetapi mereka belum menguasai keadaan. Sistem yang masih berjalan masih dikuasai Thaksin,” papar dia.

Peran raja dan militer

Sejumlah analisis lain menyebutkan, kemelut di Thailand ini disebabkan negara ini dalam transisi dari negara kerajaan menjadi negara demokrasi. Semasa berkuasa, Thaksin dianggap merongrong kewibawaan Raja Bhumibol Adulyadej. Konflik politik ini kemudian meluas dan berkelindan dengan konflik bisnis antara Thaksin Corps, yaitu perusahaan-perusahaan yang dibentuk Thaksin dengan perusahaan saingannya.

Bukan kali ini saja krisis politik terjadi di Thailand. Dan, setiap kali dibelit krisis, Thailand bisa keluar antara lain karena peran raja. Bhumibol yang telah menjadi raja dengan melewati 17 kudeta militer dan 27 perdana menteri itu dipandang sebagai penyelamat Thailand saat krisis.

”Kami biasa melalui kudeta dengan aman. Kami memiliki Raja, yang dihormati semua kelompok di Thailand. Dia pasti akan muncul pada saat genting,” kata Shirikite, warga Bangkok.

Namun, Raja Bhumibol Adulyadej kini harus berhadapan dengan waktu. Usianya yang sudah 81 tahun telah menggerogoti kesehatannya. Ketika rakyat menunggu titah, pada peringatan ulang tahun Raja, 5 Desember lalu, tak sepatah kata pun keluar dari Sang Raja.

Pangeran Mahkota Vajiralongkorn Putra Raja kepada sejumlah warga di Istana Dusit yang menunggu titah Raja hanya mengatakan, ”Raja tidak bisa berpidato karena agak sakit,” kata putranya. ”Raja berharap semua orang mendapatkan berkat dan mengatakan terima masih kepada Anda semua. Raja menginginkan setiap orang sehat secara mental dan fisik,” kata Pangeran Vajiralongkorn (56). Pangeran ini tidak begitu populer seperti ayahnya.

Lepas dari konflik elite yang melatarbelakangi kisruh politik di Thailand dan usia Raja yang semakin tua, negara ini sudah telanjur terbelah menjadi dua kelas: masyarakat desa yang pro-Thaksin dan masyarakat kota yang anti-Thaksin.

Kedua pihak masih sama-sama ngotot dan terus berancang-ancang mencari peluang untuk melumpuhkan lawan. Dan, jangan lupa, di balik kemelut politik Thailand masih ada kekuatan militer yang sewaktu-waktu bisa mengambil alih kekuasaan itu, seperti terjadi saat munculnya Samak Sundaravej pascajatuhnya Thaksin.

Tidak ada komentar: