Kamis, 04 Desember 2008

PM Thailand Mundur

EPA/PONGMANAT TASIRI / Kompas Images
PM Thailand Somchai Wongsawat (kanan) melambaikan tangan ke arah pendukungnya seusai pengadilan membubarkan partai yang berkuasa, Selasa (2/12). Somchai mengundurkan diri tak lama sesudah itu.
Rabu, 3 Desember 2008 | 03:00 WIB


Bangkok, Selasa - Perdana Menteri Thailand Somchai Wongsawat resmi mundur, Selasa (2/12) di Bangkok. Pengadilan menyatakan Partai Kekuatan Rakyat dan dua partai lainnya terbukti membeli suara saat pemilu pada Desember 2007. Oleh karena itu, PM Somchai dan petinggi partai lainnya dilarang berpolitik.

Pengikut Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD), yang memblokade Bandara Internasional Suvarnabhumi, langsung bersorak- sorai mendengar putusan pengadilan itu.

Pemimpin PAD Sondhi Limthongkul langsung menyatakan blokade bandara diakhiri pada 3 Desember.

Otoritas bandara mengatakan, aktivitas penerbangan baru bisa dipulihkan pada 15 Desember, yang membuat 300.000 turis asing terjebak tidak bisa kembali ke negara mereka.

”Saya bahagia, teman saya juga bahagia,” kata Pailin Jampapong (41) setelah aksi protes mereka selama 192 hari berhasil menjatuhkan PM Somchai.

PM Somchai menerima putusan itu. ”Saya kini kembali sebagai warga biasa,” katanya dari Chiang Mai.

Untuk sementara, Wakil PM Chaowarat Chandeerakul menjadi Penjabat PM. Menurut juru bicara Pemerintah Thailand, Nattawut Sai-kau, dalam 30 hari sejak Selasa (2/12), parlemen harus memilih PM baru.

Dengan mundurnya Somchai, sejak 2001 ada enam orang yang menjabat sebagai PM dan penjabat PM. Mereka adalah Thaksin Shinawatra (menjabat 9 Februari 2001-19 September 2006, yang turun karena kudeta tahun 2006), Sonthi Boonyaratglin (19 September 2006-1 Oktober 2006), Surayud Chulanont (1 Oktober 2006-29 Januari 2008), Samak Sundaravej (29 Januari 2008-9 September 2008), Somchai (9 September 2008-2 Desember 2008), dan kini Wakil PM yang menjadi Penjabat PM.

Ada tiga partai yang dijatuhi hukuman oleh pengadilan, yakni Partai Kekuatan Rakyat (payung politik yang digerakkan antek-antek Thaksin), Partai Machima Thipatai, dan Partai Chart Thai. Ketiga partai ini membentuk pemerintahan pada Desember 2007.

Ketua Pengadilan Chat Chalavorn mengatakan, ”Pengadilan membubarkan tiga partai dengan tujuan memberi pelajaran agar partai memperlihatkan contoh yang baik. Partai politik yang tidak jujur telah merusak sistem demokrasi.”

Kuat dugaan, putusan pengadilan ini sarat unsur politik, dengan tujuan agar protes diakhiri. Giles Ji Ungpakorn, analis politik dari Universitas Chulalongkorn, mengatakan putusan pengadilan itu sebagai ”kudeta pengadilan”.

Aksi protes dilakukan untuk menggusur semua antek Thaksin dari politik Thailand yang dianggap mengganggu kemapanan ratusan tahun elite politik yang didominasi kerajaan, militer, dan dan tokoh politisi lama.

Elite politisi lama juga tidak lepas dari unsur korupsi, kolusi dan nepotisme. Kekuasaan mereka pada masa lalu dianggap hanya memakmurkan Metropolitan Bangkok dan mengabaikan pembangunan pedesaan Thailand.

Pemunculan Thai Rak Thai, kemudian menjelma menjadi Partai Kekuasaan Rakyat (PPP), yang diotaki Thaksin, melejit sejak 2001. Program-program pembangunan pedesaan, kredit murah bagi rakyat kecil, pemberian laptop kepada sekolah-sekolah, telepon genggam, dan kredit taksi yang menggiurkan membuat popularitas Thaksin melejit. Pertumbuhan perekonomian juga melejit di bawah Thaksin.

Namun, Thaksin tidak populer di kelas menengah, akademisi, sebagian kalangan militer, dan media massa. Dalam pandangan kelompok ini, Thaksin bersikap arogan, termasuk menekan keuangan media dengan melarang pemasangan iklan jika mereka mengkritik Thaksin. Dengan kekuatan keuangannya, Thaksin memberikan media yang bangkrut atau mendirikan media baru untuk dipakai sebagai corong.

Putusan pengadilan pada Selasa itu juga sekaligus menjatuhkan larangan berpolitik bagi 59 orang elite politik dari tiga partai setidaknya lima tahun. Dari ke-59 orang itu, di antaranya 24 anggota parlemen dari partai koalisi berkuasa yang juga harus mundur.

Membentuk partai baru

Mundurnya Somchai dan dibubarkannya tiga partai tidak otomatis menyelesaikan kemelut politik Thailand. Chris Baker, pengamat politik Thailand, mengatakan, protes kemungkinan masih muncul jika parlemen, yang dikuasai anggota dari partai berkuasa, memilih PM yang tidak disukai PAD. ”PAD akan kembali ke jalan jika rezim Thaksin tampil kembali,” kata Sondhi.

Namun, antek-antek Thaksin, yang mendapatkan dukungan dari warga pedesaan, tidak mau mengalah. Para tokoh PPP sudah merencanakan membentuk partai baru bernama Puea Thai (Untuk Rakyat Thailand). Dengan demikian, parlemen dari partai berkuasa tetapi sudah dibubarkan bergerak di bawah Partai Puea Thai, sebagaimana dikatakan juru bicara PPP, Kudeb Saikrajang.

Thailand hari Selasa memutuskan menunda pertemuan puncak regional ASEAN yang dijadwalkan pada pertengahan Desember ini menjadi Maret 2009 karena masih berlangsungnya kerusuhan politik, yang menyebabkan ditutupnya dua bandara di ibu kota Thailand, Bangkok.

”Kabinet sepakat menunda pertemuan ASEAN sampai Maret karena kerusuhan politik di Thailand,” kata juru bicara pemerintah, Nattawut Sai-kau.

Sebagai Ketua ASEAN saat ini, Thailand harus menjadi tuan rumah pertemuan puncak tahunan organisasi negara-negara Asia Tenggara itu.

Seorang pejabat senior lain mengatakan tanggal dari pertemuan puncak itu akan ditentukan setelah berkonsultasi dengan anggota-anggota ASEAN.(REUTERS/AP/AFP/MON/DI)

Tidak ada komentar: