Rabu, 24 Desember 2008

Kecewa kepada Eropa, Georgia Lirik Rusia


Rabu, 24 Desember 2008 | 03:06 WIB

Moskwa, Selasa - Rusia diam-diam telah melakukan pembicaraan-pembicaraan rahasia dengan Georgia melalui penghubung untuk memulihkan kembali penerbangan langsung di antara kedua negara dan hubungan diplomatik. Ini adalah langkah baru setelah terjadi perang di antara kedua pihak, Agustus lalu.

Harian Rusia, Kommersant, Selasa (23/12), memberitakan, tokoh kunci yang menengahi hubungan Rusia dan Georgia itu adalah Mikhail Khubutia, Ketua Persatuan Rakyat Georgia di Rusia. Ia telah bertemu dengan Presiden Georgia Mikhail Saakashvili pada 21 November di Muenchen, Jerman.

”Saya berbicara belum lama ini dengan Saakashvili. Kami mendiskusikan soal pemulihan penerbangan antara Georgia dan Rusia serta hubungan diplomatik,” ungkap Khubutia. Ia tidak mau mengonfirmasikan tanggal pertemuan dengan Saakashvili itu. Juga tidak disebutkan apakah ada pejabat Rusia yang ikut pada pertemuan tersebut.

Kecewa kepada Eropa

Khubutia melanjutkan, ”Dia tampak kecewa karena Georgia tidak diberi sebuah rencana aksi bagi keanggotaannya di NATO dan tidak menerima dukungan yang dibutuhkan dari Eropa.”

Khubutia menguraikan, Presiden Georgia memahami bahwa dialog diperlukan dengan Rusia. Rusia juga harus menunjukkan dirinya bijak dan mau membantu dia. ”Pekerjaan masih terus dilakukan. Mari kita lihat apa yang terjadi,” katanya.

Meski demikian, pembicaraan mengenai perbaikan kembali hubungan akan menjadi titik balik terbesar di tengah perang kata- kata antara Moskwa dan Tbilisi pascakonflik pada Agustus lalu terkait warga di wilayah Georgia yang ingin memisahkan diri, yaitu Ossetia Selatan dan Abkhazia.

Pihak kepresidenan Georgia menolak berkomentar atas laporan itu. Akan tetapi, anggota parlemen berpengaruh dari Partai Gerakan Persatuan Nasional yang berkuasa, Giorgi Kandelaki, mengatakan hal itu sebagai ”desas- desus tak berdasar”.

”Adalah tidak mungkin mengembalikan hubungan diplomatik dengan Rusia saat mereka menduduki wilayah Georgia yang bersejarah, melakukan pembersihan etnis di sana terhadap warga Georgia, dan berusaha menggulingkan Pemerintah Georgia yang sah melalui intervensi militer,” ungkapnya. (AP/AFP/OKI)

Perdagangan Senjata Gelap


Bout, Si "Pedagang Kematian"
Rabu, 24 Desember 2008 | 03:06 WIB

Nama Viktor Bout sebagai pedagang gelap berbagai jenis senjata semula hanya dikenal kalangan sangat terbatas. Namun, sejak ditangkap di Bangkok, Thailand, kemudian disidangkan di negara itu untuk kemungkinan diekstradisi ke Amerika Serikat, orang yang diberi sebutan ”Pedagang Kematian” atau ”Penguasa Perang” itu menjadi terkenal di seluruh dunia.

Tak banyak yang tahu, film Lord of War yang dibintangi Nicolas Cage adalah ”saduran lepas” dari kisah hidup Bout.

Untuk sementara, Bout yang menolak keras diekstradisi ke AS masih akan berada di Thailand setelah, Selasa (23/12), pengadilan Thailand menunda sidang ekstradisi atas pebisnis asal Rusia itu, setelah dua saksi pembelanya gagal muncul di pengadilan. Sidang atas Bout dijadwalkan baru akan dilaksanakan lagi pada 6 Maret 2009.

Tidak banyak yang tahu kehidupan pribadi Bout. Lima paspor yang dimilikinya, seperti ditulis harian Inggris, Guardian, menunjukkan dia lahir di Dushanbe, Tajikistan, pada 1967. Dia putra seorang akuntan dan mekanik mobil. Dia lulus dari Institut Militer Uni Soviet untuk bahasa-bahasa asing, yang menyuplai banyak lulusannya ke badan intelijen militer Soviet.

Bout yang ditangkap pada Maret 2008 pernah mencapai pangkat letnan atau mayor ketika Uni Soviet runtuh. Dia lalu melihat ada peluang bisnis yang besar di balik runtuhnya Uni Soviet. Ratusan pesawat militer dibiarkan parkir di landasan-landasan pacu lapangan udara karena ketiadaan suku cadang dan bahan bakar pesawat. Begitu juga jutaan persenjataan, peluru, granat, dan roket dibiarkan begitu saja tanpa penjagaan yang ketat. Dia tahu, ada banyak sekali konsumen yang membutuhkan barang-barang itu di tengah dunia yang terpecah belah dan tanpa hukum.

Jaksa penuntut AS mengatakan, Bout yang ditangkap melalui operasi rahasia AS telah melakukan penyelundupan senjata sejak 1990. Dengan menggunakan armada pesawat barang, dia telah mengirimkan persenjataan ke Afrika, Amerika Selatan, dan Timur Tengah.

Menurut PBB dan Departemen Keuangan AS, Bout telah menjual atau memperantarai penjualan senjata yang membantu pecahnya perang di Afganistan, Angola, Rwanda, Sierra Leone, dan Sudan.

Bukan satu-satunya

Guardian mengungkapkan, Bout bukanlah satu-satunya bekas perwira Tentara Merah yang berupaya menjual persenjataan kepada para pembeli eks Soviet. Bout hanya melakukannya lebih baik sehingga dia menjadi seorang pedagang yang sukses.

Dia memiliki sebuah pesawat pengangkut militer kecil yang membuatnya bisa mengirimkan dagangannya dengan cepat kepada pembeli tanpa melalui perantara. Dia juga berhasil menguasai jalur ke persenjataan yang lebih canggih, seperti senapan dan teropong untuk penembakan jitu serta peluru kendali.

Bout juga tidak pilih-pilih pembeli. Di suatu negara yang tengah terjadi konflik, dia bisa menjual persenjataan kepada kedua pihak yang tengah berkonflik tersebut.

Setelah terjadinya serangan 11 September 2001, Bout berpindah haluan dengan mengirimkan persenjataan untuk Pentagon di Afganistan dan Irak meskipun Presiden George W Bush telah menandatangani sebuah surat perintah khusus yang melarang berbisnis dengannya.

Wilayah abu-abu terkait hubungan bisnisnya dengan unsur-unsur dalam pemerintahan AS itu akan membuat proses hukum AS terhadapnya akan sangat menarik. (AP/AFP/OKI)

Partai Oposisi Malaysia Kembali Ribut


Rabu, 24 Desember 2008 | 03:06 WIB

Kuala Lumpur, Selasa - Partai Islam oposisi Malaysia kembali berselisih dengan sekutunya dari partai non-Muslim. Hal itu terjadi karena Partai Islam mengatakan tetap mendukung penerapan hukum syariah.

Husam Musa, Wakil Ketua Partai Islam Se-Malaysia (PAS), dihujani kritik dari anggota partai lain yang sama-sama bergabung dalam koalisi oposisi. PAS bersekutu dengan tiga partai lainnya. Husam dikritik ketika menyatakan dalam sebuah forum, Sabtu (20/12), bahwa partainya berharap dapat mendorong pemberlakuan hukum agama jika oposisi berkuasa.

Husam, Selasa di Kuala Lumpur, menyatakan sangat terkejut atas kontroversi ucapannya tersebut. Dia menyebutkan tidak mengatakan sesuatu yang baru karena kebijakan partainya sudah diketahui orang banyak sejak saat itu.

”Kami tetap berpegang teguh pada pendapat kami dan tidak dapat mengesampingkannya. Namun, kami meyakinkan sekutu kami, pada saat implementasi tidak akan ada tindakan pemaksaan kehendak. Harus ada keputusan dari semua anggota oposisi jika kami ingin menerapkan hukum itu,” ujarnya.

Wacana lama

Partai Islam selama bertahun- tahun sudah membuat wacana tentang negara yang berdasarkan agama. Wacana ini mendapat dukungan dari warga Muslim Malaysia di pedalaman Kelantan dan Terengganu.

Akan tetapi, PAS kemudian melemahkan wacana itu setelah membentuk aliansi politik dengan Partai Aksi Demokratik yang sebagian besar anggotanya adalah warga China Malaysia serta partai multiras Partai Keadilan Rakyat sebelum pemilihan umum pada Maret lalu. Aliansi tersebut secara tidak terduga mendapatkan suara yang cukup signifikan. (AP/joe)


Rabu, 24 Desember 2008 | 03:08 WIB

Washington, Senin - Popularitas pemerintahan Presiden Amerika Serikat George W Bush di dunia Arab ”tidak terlalu bagus”, apalagi pascaserangan teroris pada 11 September 2001 dan ”perang melawan teror”. Pernyataan itu diutarakan Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice, Senin (22/12) di Washington.

”Saya mengerti sejarah hubungan antara AS dan dunia Arab dinilai memalukan dan kurang perasaan saling menghargai. Itu terjadi bukan sejak pemerintahan Presiden Bush dan tetap akan begitu meski Presiden Bush tak memimpin,” kata Rice.

Meski demikian, Rice yakin penilaian dunia Arab terhadap pemerintahan Bush akan dapat berubah. Suatu saat nanti, pendirian AS yang selalu mendampingi dan berjuang untuk dunia Arab, kata Rice, akan dihargai. Selama ini, AS berjuang agar Arab memiliki hak yang sama untuk hidup bebas. Itu yang diyakini Rice menjadi dasar penghargaan dunia Arab pada pemerintahan Bush.

Pada saatnya nanti, ujar Rice, sejarah akan memulihkan nama Bush. Salah satu buktinya adalah Irak. Pascainvasi AS ke Irak pada tahun 2003, Irak akan mengubah ”wajah Timur Tengah” dan akan jadi negara demokrasi multietnis yang pertama di dunia Arab. Akan tetapi, di sisi lain, Rice mengakui, proses perdamaian Palestina dan Israel belum meraih kesepakatan seperti yang diinginkan Bush. Namun, situasi keamanan di wilayah itu dianggap AS membaik setelah Bush mulai memimpin. ”Kondisi di Gaza memang gawat, tetapi jika dibandingkan dengan kondisi pada 2001, kondisi yang ada saat ini jauh lebih baik,” kata Rice.

Perang belum berhasil

Perang melawan teror yang dilakukan AS juga belum berhasil menumpas segala jaringan Al Qaeda atau menangkap Osama bin Laden. Namun, kata Rice, koalisi pasukan asing pimpinan AS dan Irak nyaris mengalahkan cabang- cabang Al Qaeda. ”Selama ini kita memenangi banyak pertempuran besar, tetapi peperangan ini tentu saja belum berakhir,” lanjutnya.

Rice mengaku heran, berbagai media masih saja mempertanyakan popularitas AS di mata dunia Arab, apalagi jika dikaitkan dengan insiden pelemparan sepatu oleh wartawan TV di Irak, Muntazer al-Zaidi. ”Apakah Anda kira orang akan ingat peristiwa itu 10 tahun lagi? Yang terpenting, AS berhasil membebaskan Irak dari Saddam Hussein dan mengubah Irak yang tidak akan lagi menyerang negara tetangganya dan mencari senjata pemusnah massal,” kata Rice.

Isu nuklir Iran juga hingga kini belum usai. Sanksi internasional, termasuk AS, terhadap Iran juga tidak bisa menghentikan proyek nuklir Iran. ”Namun, saya rasa Iran sedang menderita. Kita lihat saja nanti sampai seberapa lama Iran bisa bertahan dan seberapa lama pengeluaran biaya program nuklir akan berpengaruh pada kebijakan nuklir Iran. Ekonomi Iran mulai goyah sebelum harga minyak dunia jatuh. Sekarang kita tinggal tunggu seberapa lama mereka bisa bertahan dari sanksi internasional,” kata Rice.

Kepemimpinan Bush akan segera berakhir. Begitu pula dengan Rice. Posisi Rice akan digantikan Senator Hillary Clinton. Untuk mengisi waktu setelah masuk masa pensiun, akhir Januari mendatang, Rice kembali ke Stanford University di California karena akan mulai melakukan penelitian di Institut Hoover yang khusus mempelajari isu internasional. Rice juga akan menulis buku tentang latar belakang orangtuanya yang Afrika-AS dan buku tentang kebijakan luar negeri AS. (AFP/AP/LUK)


Rakyat Thailand Menanti Tuntunan Tokoh Pemersatu
Rabu, 24 Desember 2008 | 03:10 WIB

Bangkok, Senin - Raja Thailand Bhumibol Adulyadej (81) menyerukan agar pemerintahan baru yang dipimpin Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva menciptakan ”ketertiban dan perdamaian” di Thailand. Seruan yang disiarkan stasiun TV itu adalah seruan pertama Raja Bhumibol terkait situasi politik Thailand.

”Saya harap Anda menjalankan tanggung jawab mengelola negeri ini dengan baik. Saya ingin perdamaian terwujud. Jika Anda semua bekerja sama, ketertiban dan perdamaian pasti dapat terwujud sehingga negeri ini dapat melalui situasi sulit seperti sekarang. Hanya itulah yang diinginkan rakyat Thailand,” kata Raja Bhumibol yang berbicara pelan dengan suara lirih dan parau, Senin (22/12).

Raja Bhumibol yang selama ini sakit-sakitan berbicara di hadapan publik seusai melantik dan mengambil sumpah kabinet baru PM Abhisit di Istana Chitralada. Seruan Raja Bhumibol di stasiun TV itu merupakan komentar raja yang pertama terkait dengan serangkaian protes jalanan dan kampanye untuk menggulingkan pemerintahan yang dimulai sejak tujuh bulan lalu. Sebelumnya, tidak pernah terdengar ada pernyataan dari Raja Bhumibol.

Justru istri Raja Bhumibol, Ratu Sirikit, yang muncul di depan publik setelah insiden bentrokan antara pemrotes dan polisi di luar gedung parlemen pada Oktober lalu. Insiden itu menewaskan dua orang dan melukai ratusan orang. Saat berbicara di stasiun TV, Ratu Sirikit menawarkan bantuan keuangan bagi korban yang terluka. Bahkan, Ratu Sirikit hadir dalam pemakaman salah satu pemrotes yang tewas. Hal ini dianggap tindakan luar biasa karena biasanya anggota keluarga kerajaan tidak ikut hadir di upacara pemakaman rakyat biasa.

Banyak warga Thai yang tidak sabar menanti kemunculan Raja Bhumibol pada awal Desember lalu. Biasanya, Raja Bhumibol tak pernah absen tiap tahun muncul dan berpidato di TV dalam rangka ulang tahunnya. Masyarakat berharap ada seruan dan tuntunan dari Raja mengenai kondisi politik dalam negeri. Namun, Raja Bhumibol membatalkan pidato di TV karena sakit. Raja terakhir kali terlihat di muka publik pada 3 Desember. Meski agak pucat, ia masih bisa memeriksa pasukan kerajaan. Tahun lalu Raja Bhumibol dirawat di rumah sakit selama tiga pekan karena infeksi usus besar dan gejala stroke.

Dinanti-nanti rakyat

Raja Bhumibol yang telah berkuasa selama 60 tahun itu dianggap sebagai tokoh pemersatu rakyat saat terjadi krisis. Oleh karena itu, ketika Raja Bhumibol berbicara di TV, Senin, aktivitas di Thailand seakan terhenti. Orang- orang berkumpul di depan TV, baik di rumah, restoran, maupun pertokoan.

”Saya sangat lega setelah mendengarnya bicara. Itu membuat saya merasa bangsa ini akan maju dan lebih damai,” kata Malai Chanachai (61), pensiunan guru.

Pemilik toko di Bangkok, Puangtip Poolsuwan (60), mengaku, melihat Raja Bhumibol yang terlihat sedikit lebih sehat membuatnya lebih tenang. ”Namun, saya yakin sebenarnya beliau masih sakit. Saya sangat berharap beliau segera sembuh,” ujarnya.

Pertanyaan tentang kelanjutan kepemimpinan di kerajaan Thailand dan politik di dalam negeri sejak lama menjadi kekhawatiran rakyat. Pangeran Mahkota Vajiralongkorn (56) dianggap tidak berpengaruh seperti halnya Raja Bhumibol.

”Krisis dan konfrontasi Thailand terlalu dalam. Pernyataan dari kerajaan tentang pemerintahan baru tentu akan mengurangi ketegangan, tetapi masalah utamanya akan tetap ada,” kata pengamat politik dari Chulalongkorn University, Thitinan Pongsidhirak. (AFP/AP/LUK)

Senin, 22 Desember 2008

Obama dan Dunia Islam


Zuhairi Misrawi

Dalam kampanyenya, Presiden Amerika Serikat terpilih, Barack Obama, berjanji akan mengunjungi negara Muslim untuk menyampaikan visinya.

Setelah terpilih, dia menegaskan kembali tentang pentingnya hubungan AS dengan negara-negara Muslim. Ada sejumlah negara Muslim yang akan menjadi tujuan kunjungannya pertama, yaitu Mesir, Turki, Qatar, dan Indonesia. Kunjungan itu amat penting, terutama dalam rangka mendengarkan langsung visi pemerintahan Obama terhadap dunia Islam.

Sejauh ini sikap yang mengemuka dari dunia Islam terhadap Obama terbelah dua. Pertama, sikap optimis. Dalam banyak kesempatan, dunia Islam secara umum menyambut terpilihnya Obama sebagai langkah maju bagi demokrasi dan kebijakan politik di Timur Tengah.

Hashem Soleh (2008) menyatakan, Obama merupakan harapan bagi semua pihak untuk tegaknya demokrasi di Timur Tengah. Pada prinsipnya, Obama akan mengubah desain demokrasi secara umum. Demokrasi secara nyata dan substantif telah memberikan kemungkinan tentang perubahan.

Darah Muslim

Obama yang mempunyai pertalian darah Muslim dengan bapaknya sudah tidak diragukan oleh sebagian pihak akan mengeluarkan kebijakan yang lebih positif terhadap Timur Tengah. Karena itu, pimpinan Hamas menyambut positif terpilihnya Obama yang akan membawa pembaruan dalam peta politik di Timur Tengah.

Kedua, sikap pesimis. Yang paling menonjol menyatakan sikap pesimis tentu adalah Iran, utamanya Ahmadinajed. Hubungan AS-Iran yang kurang baik dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap AS. Obama, menurut Ahmadinajed, tidak akan membawa perubahan yang signifikan dalam politik Timur Tengah dan dunia Islam pada umumnya, khususnya Iran.

Meskipun Obama dalam kampanye dan debat politik melawan John McCain tetap pada sikapnya untuk bernegosiasi dengan Iran, Ahmadinajed sudah kehilangan kepercayaan terhadap AS.

Kecurigaan terhadap politik luar negeri AS bukan hal yang tidak beralasan. Sebab, AS sudah terbukti menggunakan ”tangan besi” untuk melakukan perang terhadap pihak mana pun yang dianggap mengancam dan mengganggu kepentingan politiknya. Perang hampir menjadi bagian terpenting dalam bentangan politik luar negeri AS.

Menyikapi kedua pandangan tersebut, sebenarnya ada hal yang menarik diketahui publik. Pandangan Obama terhadap dunia Islam sebenarnya bisa dimulai dari pengalaman dan pandangannya tentang Indonesia. Ia mempunyai catatan kritis yang akan membentuk pandangannya terhadap dunia Islam.

Dalam buku The Audacity of Hope: Thoughts on Reclaiming The American Dream, Obama memberi catatan betapa citra AS di dunia Islam, khususnya di Indonesia, yang menurut dia makin terpuruk.

Setidaknya dalam sebuah survei yang dirilis pada tahun 2003, publik menganggap Osama bin Laden lebih baik dibandingkan dengan George W Bush.

Sebagaimana yang terjadi di negara-negara Muslim lainnya, menurut Obama, di Tanah Air telah terjadi pergeseran yang bersifat signifikan, yaitu perihal pertumbuhan Islam yang militan dan fundamentalis. Obama menambahkan, partai-partai Islam membuat salah satu blok politik terbesar, dengan agenda penegakan Syariat Islam.

Intervensi Timur Tengah, khususnya pemimpin Wahabi, telah mengucurkan dana untuk membangun sekolah dan masjid yang mulai bermunculan di pedesaan.

Sikap yang disampaikan secara eksplisit oleh Obama merupakan penggambaran yang lebih luas tentang dunia Islam. Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dapat dijadikan sebagai contoh terbaik untuk melihat realitas dunia Islam secara lebih luas.

Meski demikian, Obama juga berupaya jujur melihat fenomena tersebut. Menguatnya radikalisme bukanlah sesuatu yang taken for granted, tetapi juga bisa dibaca sebagai dampak dari kebijakan politik luar negeri AS yang tidak tepat.

Sejak Perang Dingin, AS telah membuat kesalahan yang dampaknya mulai terasa sekarang. Dukungannya terhadap Taliban pada Perang Dingin saat melawan Uni Soviet telah memukul balik AS sendiri. Taliban merupakan ”anak haram” AS karena mereka awalnya mendapatkan latihan dan dukungan persenjataan dari AS.

Selain itu, kebijakan perang melawan Irak merupakan kesalahan lain yang memperpanjang imaji buruk AS di mata dunia pada umumnya, dan dunia Islam secara khusus. Kebijakan tersebut telah menjadikan kelompok militan terkonsolidasi dan mempunyai alasan kuat untuk melakukan aksinya. Tidak menutup kemungkinan, benih-benih terorisme justru bermunculan akibat kebijakan politik yang salah itu.

Obama menulis, ”Kadang-kadang, kebijakan luar negeri AS telah berpandangan jauh, sekaligus bermanfaat bagi kepentingan nasional, cita-cita, dan kepentingan bangsa lain. Di saat lain, kebijakan-kebijakan tersebut telah salah jalan, didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru, sehingga mengabaikan aspirasi orang lain, melemahkan kredibilitas dan menciptakan dunia yang lebih berbahaya.”

Tentu saja, pandangannya yang jujur dan jernih ini akan memberikan nuansa yang lebih positif bagi kebijakan luar negeri AS pada masa mendatang. Obama berupaya melihat persoalan yang terjadi di dunia Islam bukan dari ”fakta” yang tampak di permukaan, melainkan justru dari sesuatu yang menjadi dasar dan sebab munculnya fakta itu.

Pandangan obyektif tersebut akan memberikan dampak yang amat luar biasa karena bagaimanapun keterlibatan AS dalam menciptakan demokrasi di dunia Islam sangat penting, baik secara langsung maupun tidak langsung. Artinya, kebijakan politik yang mengedepankan diplomasi, negosiasi, dan persuasi akan memberikan kesan bahwa AS mempunyai ketulusan dan kejujuran dalam membangun demokrasi.

Israel-Palestina

Satu hal yang sedang ditunggu oleh dunia Islam adalah kebijakan Obama soal konflik Israel-Palestina. Dalam beberapa tahun terakhir sudah muncul tanda-tanda baik perihal penyelesaian konflik akut tersebut dengan cara mengakui kemerdekaan Palestina dan Israel. Satu bangsa dengan dua negara. Dalam konflik Israel-Palestina, kerumitan yang sulit dipecahkan adalah perihal konflik internal antara faksi Fatah dan faksi Hamas. Pada 9 Januari nanti pemerintahan Mahmud Abbas berakhir, sementara hingga kini belum dilangsungkan pemilu. Kedua faksi bersikukuh pada sikapnya masing-masing perihal pelaksanaan pemilu.

Meskipun demikian, posisi AS dalam soal Israel-Palestina amat menentukan. Sebab, Israel tidak bisa bertindak apa-apa tanpa dukungan AS. Di sinilah sikap Obama ditunggu dengan harap cemas oleh dunia Islam.

Pada akhirnya, relasi AS dengan dunia Islam harus bersifat mutualistik. Di satu sisi AS harus mampu memahami akar-akar masalah yang menyebabkan munculnya konflik, terorisme, dan krisis demokrasi di dunia Islam, tetapi di sisi lain dunia Islam juga mesti mempunyai komitmen yang kuat untuk mewujudkan perdamaian, toleransi, dan demokrasi. Masalah utamanya, yaitu kurangnya komitmen membangun kultur kebangsaan yang mengakui perbedaan dan keragaman. Kebinekaan kerap kali dibunuh atas nama agama dan penyeragaman.

Zuhairi Misrawi Direktur Eksekutif Moderate Muslim Society (MMS); Ketua PP Baitul Muslimin Indonesia

Kamis, 18 Desember 2008

Klan Kennedy dan Nepotisme

alau pada akhirnya Caroline Bouvier Kennedy terpilih menjadi Senator New York, sejarah politik Dinasti Kennedy masih akan berlanjut.

Caroline Kennedy menginginkan kursi senator yang akan ditinggalkan Hillary Clinton yang akan menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam kabinet Obama. Pesaing kuatnya adalah Jaksa Agung Andrew Cuomo, yang juga mewarisi dinasti politik New York— ayahnya, Mario Cuomo, pernah menjadi gubernur.

Keputusan siapa yang menggantikan Hillary Clinton ada di tangan Gubernur New York David Paterson. Dialah satu-satunya yang memiliki otoritas untuk menunjuk pengganti Hillary Clinton.

Saat ini, kehadiran Dinasti Kennedy di panggung politik diwakili Edward Moore Kennedy atau Ted Kennedy yang menjadi Senator (Massachusetts). Ted yang sudah menjadi senator sejak 1962—sering disebut sebagai ”Tsar”-nya para anggota Kongres, sangat berwibawa dan berkarisma—kini menderita tumor otak.

Ted pula yang mempertahankan ”tradisi” Kennedy bertahan di Senat selama setengah abad. Sementara anak Ted Kennedy, Patrick Joseph Kennedy, menjadi anggota Majelis Rendah dari Rhode Island.

Keinginan Caroline Kennedy, putra kedua mantan presiden ke-35 AS, JF Kennedy, untuk menjadi anggota Senat itu segera menarik perhatian media di AS. Apakah hanya dengan membawa nama ”Kennedy” cukup untuk menjadi senator? Apakah di negara yang tidak mengenal aristokrasi, dinasti politik seperti itu masih perlu?

Wajar kalau muncul pertanyaan seperti itu. Selama ini Caroline Kennedy lebih dikenal sebagai ahli hukum yang senang menulis puisi dan buku-kuku kewarganegaraan ketimbang di dunia politik. Apakah itu bukan nepotisme seperti yang terjadi di negeri ini, Indonesia?

Harus diingat, nama ”Kennedy” masih bergaung begitu keras di AS dan karismanya juga kuat. Ayah dan pamannya, Robert F Kennedy, tewas dibunuh. Adik lelakinya tewas dalam kecelakaan pesawat.

Nepotisme politik secara sederhana dapat diartikan sebagai pemberian perlakuan istimewa kepada keluarga sendiri dalam posisi kekuasaan politik tertentu. Nepotisme tak hanya menafikan penjenjangan karier politik atas dasar prestasi, kapabilitas, dan rekam jejak dalam perekrutan politik, tetapi bersifat antidemokrasi.

Rasanya Kennedy tidaklah demikian. Mereka tidak sekadar memiliki reputasi, rekam jejak, dan kapabilitas, tetapi juga sebagian memiliki latar belakang pendidikan bidang politik atau hukum yang memadai. Jadi, kalaupun terbentuk ”dinasti politik” atas dasar garis darah, citra publik mereka cenderung positif dan diterima publik.

Rabu, 17 Desember 2008

Sistem Keuangan AS Disorot Lagi


Direktur IMF Kaget Skandal Madoff Bisa Lolos

London, Selasa - Skandal penipuan senilai 50 miliar dollar AS di Wall Street kembali mencuatkan lemahnya pengawasan sektor keuangan di AS. Direktur Pelaksana IMF Dominique Strauss-Kahn di Paris, Selasa (16/12), mengatakan kaget luar biasa. Kahn tidak habis pikir penipuan terbesar sepanjang sejarah ini lolos.

Bernard Madoff, mantan Ketua Nasdaq, bursa untuk perusahaan teknologi, menjadi tokoh sentral dari skandal tersebut. Pada awalnya, Madoff menghimpun dana investasi sebesar 17 miliar dollar AS. Dana ini dikelola lewat perusahaan bernama Madoff Investment Securities dan dikembangbiakkan menjadi 50 miliar dollar AS. Namun, semua dana investasi itu mendadak hilang tanpa penjelasan.

Akan tetapi, untuk mengelabui para investor yang telah menanamkan dana, perusahaan tetap mengirim uang ke investor lama. Namun, kali ini keuntungan yang dibagikan bukan hasil dari pengelolaan dana investasi di pasar, tetapi dana investasi dari investor baru.

Skandal Madoff ini kemudian dikenal dengan skema Ponzi. Aksi perusahaan mirip arisan berantai yang populer di Indonesia.

Skandal terbongkar karena keuntungan yang dijanjikan tidak lagi bisa dibagi-bagikan. Dana investasi yang masuk sudah mulai seret. Di samping itu, investor lama menarik dana. Karena tidak mampu melayani arus kas, skandal tersebut merebak.

”Pengawasan yang dianggap dilakukan secara saksama ternyata tidak bisa mencegah penipuan massal,” demikian disebutkan harian Spanyol, El Pais, Selasa, setelah ketahuan bahwa banyak korban skandal Madoff menimpa perusahaan dan individu Spanyol.

”Harus ditanyakan, bagaimana mungkin penipuan seperti ini tidak bisa dilacak,” sebut harian Spanyol lainnya, La Vanguardia.

Cheney terganggu

Wakil Presiden AS Dick Cheney, Senin, mengatakan terganggu dengan skandal dan menyalahkan perilaku beberapa orang buruk.

Jean-Pierre Jouyet, mantan Menteri Urusan Eropa, di Perancis, kini mengetuai AMF, badan pengawas pasar keuangan Perancis, turut memberi komentar. Dia mengatakan skandal Madoff adalah yang keempat sejak 1998, yakni berupa kebangkrutan dan penipuan keuangan yang terjadi di Long Term Capital Management, skandal Enron (2001), skandal Lehman Brothers (September 2008), dan, keempat, skandal Madoff.

Pihak Inggris juga menyatakan kejengkelannya. ”Saya memilih kalimat dengan mengatakan, saya tidak bisa menerima kerakusan manusia seperti ini,” kata Howard Wheeldon, ahli investasi dari BGC Partners, di London. Skandal besar ini muncul akibat kerakusan manusia.

Direktur Pelaksana IMF Dominique Strauss-Kahn juga mengatakan kaget luar biasa karena regulator AS telah gagal melacak skandal besar. Ini adalah kekagetan kesekian kali yang tidak pernah diatasi. Senator AS Chuck Grassley mengatakan, Badan Pengawas Pasar Modal AS (SEC) mengecewakan warga AS. (AP/AFP/MON)

Kabinet Abhisit Probisnis
Partai Demokrat Terancam Bubar

EPA/RUNGROJ YONGRIT / Kompas Images
Pemrotes promantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra menyerang mobil yang membawa anggota parlemen dari Partai Demokrat di luar gedung parlemen di Bangkok, Thailand, Senin (15/12). Parlemen Thailand memilih Ketua Partai Demokrat Abhisit Vejjajiva sebagai PM Thailand ke-27.


Bangkok, selasa - Pemerintahan baru Thailand di bawah Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva mulai menyusun kabinet, Selasa (16/12). Kabinet baru akan memprioritaskan perbaikan kinerja ekonomi yang terpuruk akibat aksi protes kelompok antipemerintah selama enam bulan terakhir.

”Abhisit akan mengawasi tim ekonomi karena pemerintahan ini memprioritaskan persoalan ekonomi,” kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Suthep Tuagsuban.

Abhisit, lulusan Oxford University, memiliki latar belakang ekonomi, probisnis yang kuat. Dia diharapkan memiliki tim ekonomi yang solid saat kabinet diumumkan, kemungkinan pada akhir pekan ini.

Analis mengatakan, akan lebih sulit bagi Partai Demokrat untuk memperoleh hasil cepat dalam menangani persoalan ekonomi dibandingkan dengan tahun 1997 saat Asia dilanda krisis ekonomi. ”Sekarang segala sesuatu sepertinya melambat,” kata Ekamol Khiriwat, mantan Direktur Bursa Saham Thailand.

Bursa Thailand merosot hingga 50 persen sejak Mei lalu saat kelompok antipemerintah memulai protes untuk menggulingkan pemerintahan. Thailand juga kehilangan pemasukan 3,8 miliar dollar AS karena pendudukan di Bandara Suvarnabhumi oleh ribuan pemrotes.

Posisi kabinet akan dibagi-bagi di antara anggota Partai Demokrat dan mitra koalisi dari partai- partai yang lebih kecil. Dukungan partai kecil yang membelot itulah yang memberikan kemenangan tipis bagi Abhisit.

Abhisit Vejjajiva terpilih sebagai PM Thailand ke-27, Senin, dengan mengantongi dukungan 235 suara anggota parlemen. Akan tetapi, dia sudah menghadapi perlawanan dari pendukung pemerintahan lama yang promantan PM Thaksin Shinawatra. Mereka mengancam akan turun ke jalan.

Gugatan

Sebagai tambahan tekanan kepada pemerintahan baru, Partai Puea Thai, bentuk baru Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang memimpin koalisi berkuasa, mengajukan gugatan terhadap Partai Demokrat di Komisi Pemilihan, Selasa. Gugatan diajukan setelah Abhisit tampaknya bersekutu dengan politisi Newin Chidchob yang dilarang berpolitik pascapembubaran PPP. Newin membelot dari koalisi berkuasa dan mendukung Abhisit.

Dalam gugatan itu, Puea Thai menyertakan foto yang menampilkan Abhisit tengah memeluk Newin saat Partai Demokrat berupaya memperoleh dukungan lebih banyak dari anggota parlemen untuk memenangi pemilihan di parlemen.

Anggota Komisi Pemilihan Thailand, Prapun Naigowit, seperti dikutip Bangkok Post edisi Selasa, mengatakan, persekutuan itu berpotensi melanggar Pasal 96 dan Pasal 98 Konstitusi Thailand. Jika terbukti, gugatan itu bisa berujung pada pembubaran Partai Demokrat.

Faksi Newin di parlemen tengah melobi Partai Demokrat untuk mendapatkan lebih banyak kursi di kabinet. (ap/afp/fro)

Harapan kepada "Mr Clean"


Muda dan cerdas. Sosok perdana menteri Thailand yang baru, Abhisit Vejjajiva (44), juga sering dijuluki ”Mr Clean” atau ”Tuan Bersih”. Itu karena reputasinya dalam politik yang terhitung bersih. Dia juga konsisten dalam kampanye antikorupsi.

Lahir di Inggris tahun 1964 dan berpendidikan Oxford, Abhisit mendapat banyak dukungan dari kelas menengah berpendidikan di Bangkok, ibu kota Thailand. Dengan bermodalkan slogan ”Utamakan Rakyat”, dia mencoba meraih simpati rakyat Thailand.

Meskipun belum memaparkan apa yang akan dia lakukan setelah menjadi PM, Abhisit dikenal sebagai pendukung pelayanan kesehatan gratis, upah minimum yang relatif lebih tinggi, serta pendidikan, buku teks, dan susu gratis bagi anak-anak.

Tahun 2006, saat PM (waktu itu) Thaksin Shinawatra mengadakan pemilu dini, Abhisit berkampanye bahwa dia siap menjadi PM yang menganut prinsip pemerintahan yang baik dan beretika, bukan otoritarian. Saat Thaksin dikudeta oleh militer pada September 2006, Abhisit menyatakan penentangan.

Tuntut kejujuran

Abhisit menuntut standar kejujuran yang tinggi dari anggota Partai Demokrat yang dipimpinnya sejak tahun 2005. Dia juga meminta semua wakil Partai Demokrat di parlemen untuk mengungkapkan aset mereka dan keterlibatan mereka dalam perusahaan swasta.

Dia diharapkan bisa membawa negara itu keluar dari krisis politik dan ekonomi. Setelah PM Somchai Wongsawat mundur, awal Desember, Abhisit langsung menyatakan siap mengambil alih kekuasaan.

Para analis menilai, Abhisit akan menghadapi tantangan berat dalam pemerintahan. Dia harus berupaya menetralkan pendukung Thaksin yang mengancam akan turun ke jalan serta menjaga koalisi partai-partai kecil yang rentan, yang membawanya ke kekuasaan.

”Abhisit memang belum teruji. Itu bisa baik, bisa juga buruk. Dia memiliki catatan yang bersih. Dia berpendidikan tinggi, cerdas, dan berprinsip sehingga rakyat tampaknya akan memberi dia kesempatan,” kata Panithan Wattanayagorn, analis politik dari Chulalongkorn University. (ap/bbc/fro)

Selasa, 16 Desember 2008

Abhisit Jadi PM Thailand


Kelompok Pro-Thaksin Gantian Melakukan Aksi Protes

EPA/RUNGROJ YONGRIT / Kompas Images
Perdana menteri Thailand yang baru, Abhisit Vejjajiva (kiri, duduk), memberikan salam kepada anggota parlemen pendukungnya di Bangkok, Senin (15/12). Parlemen memilih pemimpin Partai Demokrat ini sebagai PM Thailand ke-27.

Bangkok, senin - Pemimpin oposisi Thailand, Abhisit Vejjajiva (44), terpilih sebagai perdana menteri Thailand yang baru, Senin (15/14) di Bangkok. Abhisit memperoleh 235 suara anggota parlemen. Terpilihnya Abhisit diharapkan bisa meredakan krisis politik Thailand, setidaknya untuk sementara waktu.

Lawan Abhisit dari Partai Puea Thai, Pracha Promnok, memperoleh 198 suara. Dengan demikian, Abhisit akan memimpin pemerintahan dengan mayoritas tipis dalam koalisi yang lemah.

Abhisit merupakan PM ketiga dalam empat bulan terakhir. Dia juga PM pertama dari Partai Demokrat dalam delapan tahun terakhir.

”Saya berterima kasih kepada semua anggota parlemen yang memilih saya. Akan tetapi, saya tidak akan berbicara soal sikap politik sebelum persetujuan kerajaan dikeluarkan,” kata Abhisit.

Otoritas mengatakan, persetujuan dari Raja Bhumibol Adulyadej untuk meresmikan jabatan PM akan diberikan Selasa ini.

Abhisit, Minggu, menuturkan, jika terpilih, pemerintahannya akan fokus pada harmoni nasional dan isu ekonomi. Perekonomian Thailand mengalami perlambatan karena krisis politik dalam negeri dan krisis finansial global.

Penyusunan daftar anggota kabinet, menurut Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Suthep Tuagsuban, diperkirakan selesai pekan depan. Suthep yakin pemerintahan akan stabil walaupun hanya dengan mayoritas tipis.

Didukung militer

Namun, Abhisit sudah menghadapi penolakan dari pendukung rivalnya. Sekitar 100 pendukung pemerintahan lama yang promantan PM Thaksin Shinawatra menggelar protes di depan gedung parlemen.

Mereka melempari pintu gerbang gedung parlemen dengan barikade pagar besi guna mencegah anggota parlemen meninggalkan gedung. Mereka juga melempari mobil anggota parlemen yang membelot mendukung oposisi.

Sebanyak empat dari enam mantan anggota koalisi partai berkuasa membelot dan memberikan dukungan kepada Abhisit.

Kelompok pro-Thaksin menuding militer berada di balik pembelotan itu. Tudingan tersebut dibantah pihak militer.

Dukungan Abhisit, yang diperoleh dari partai-partai kecil dan faksi yang membelot, bisa hilang saat pemilu sela pada 11 Januari 2009. Pemilu sela digelar untuk memilih pengganti 29 anggota parlemen yang diberhentikan atas perintah pengadilan.

Pakar ilmu politik dari Sukothai University, Thawee Suraritikul, mengatakan, Partai Demokrat pimpinan Abhisit akan menghadapi koalisi yang gamang dan mayoritas tipis. ”Tiga bulan pertama akan menjadi periode krusial. Ada banyak persoalan menanti, seperti ekonomi dan pembagian kekuasaan di antara mitra koalisi,” kata Thawee.

Terberat

Sukhum Nuansakul, pakar ilmu politik dari Ramkhamhaeng University, mengatakan, ada harapan dari banyak orang tentang pulihnya stabilitas politik Thailand dengan terpilihnya Abhisit. ”Tampaknya harapan ini tidak akan bertahan lama,” kata Sukhum.

”Persoalan fundamental belum terpecahkan. Kemenangan Partai Demokrat hanya membuka jalan bagi protes jalanan lainnya, kali ini oleh kelompok pro-Thaksin,” katanya.

Panithan Wattanayagorn, analis politik dari Chulalongkorn University, menilai, Abhisit akan menghadapi kepemimpinan paling berat di Thailand. ”Kualitas kepemimpinannya belum teruji. Dia tidak memiliki solusi jelas (soal krisis politik). Banyak orang tidak sabar soal itu, terutama saat opini publik sangat ekstrem di kedua kubu,” ujarnya.

”Ini adalah kelemahan dia (Abhisit). Kurangnya ketegasan dan kejelasan posisi politik bisa berbalik melawannya dengan cepat,” kata Panithan.(ap/afp/reuters/fro)

Senin, 15 Desember 2008

Bush Dilempar Sepatu di Irak

 Bush Dilempar Sepatu di Irak

Presiden Bush dan Perdana Menteri Irak Nuri Al Maliki

BAGHDAD -- Kunjungan mendadak oleh Presiden Amerika George W Bush ke Irak dibayangi oleh sebuah insiden dimana Bush dilempar dua sepatu dalam acara jumpa pers.

Seorang wartawan Irak diamankan oleh para pengawal setelah dia memanggil Bush "seekor anjing" dan melempar sepatunya, namun tidak mengenai presiden.

Sol sepatu dianggap sebagai hinaan terburuk dalam budaya Arab.

Selama perjalanan itu, Bush dan Perdana Menteri Irak Nouri Maliki menanda tangani kesepakatan keamanan baru antara kedua negara.

Pakta itu menyebutkan bahwa pasukan Amerika akan meninggalkan Irak tahun 2011, delapan tahun setelah penyerbuan tahun 2003 yang menjadi bagian menentukan bagi jabatan kepresidenan Bush.

Berbicara lima minggu sebelum Presiden Bush menyerahkan kekuasaan kepada Barack Obama, Bush juga mengatakan perang di Irak belum berakhir dan masih banyak tugas yang harus dilakukan, katanya seperti dikutip situs BBC.co.uk.

Lawatannya yang tidak diumumkan itu dilakukan sehari setelah Menteri Pertahanan Amerika Robert Gates mengatakan kepada pasukan Amerika bahwa misi Irak berada dalam "tahap akhir".

Ukuran nomor 10

Ditengah jumpa pers bersama PM Maliki, seorang wartawan berdiri dan berteriak, "ini tanda perpisahan dari rakyat Irak, anjing," dan kemudian melempar sepasang sepatunya ke arah Presiden Bush, lemparan itu sedikit meleset.

"Yang bisa saya katakan adalah, sepatu itu nomor 10," canda Presiden Bush setelah insiden, seperti dilaporkan kantor berita Associated Press.

Pelempar sepatu kemudian dibawa pergi oleh para pengawal dan jumpa pers dilanjutkan. Para wartawan menyebut insiden itu sebagai insiden simbolik.

Rakyat Irak lazim melempar sepatu dan sejumlah orang menggunakan sepatu untuk memukuli patung Saddam Hussein di Baghdad setelah dia digulingkan.

Wartawan BBC Humphrey Hawksley di Bagdad mengataka, masalah penting saat ini adalah bagaimana tepatnya pasukan Amerika akan ditarik dalam tiga tahun kedepan dan negara Irak seperti apa yang akan mereka tinggalkan.

Media massa Amerika menerbitkan rincian laporan pemerintah Amerika yang mengatakan proses pembangunan kembali pasca penyerbuan Irak dilumpuhkan oleh perang birokratik dan ketidakpedulian terhadap elemen mendasar masyarakat Irak. - ah

Abhisit Vejjajiva Lebih Difavoritkan


Pemilihan PM Thailand Hari Senin Ini


EPA/RUNGROJ YONGRIT / Kompas Images
Mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra yang tampil di layar raksasa memberikan salam kepada puluhan ribu pendukung yang hadir dalam rapat politik di stadion nasional Supachalasai, Bangkok, Sabtu (13/12). Thaksin lewat rekaman meminta pendukungnya tetap bersatu mengatasi problem yang dihadapi negara.

Bangkok, minggu - Pemimpin oposisi Thailand, Abhisit Vejjajiva, lebih difavoritkan memenangi pemilihan perdana menteri baru. Oposisi Partai Demokrat juga yakin bisa membentuk pemerintahan baru dengan dukungan mayoritas di parlemen.

Pemilihan perdana menteri baru di parlemen dijadwalkan berlangsung Senin ini. Anggota parlemen Thailand akan memilih PM ketiga dalam empat bulan terakhir.

”Saya yakin Abhisit akan meraih lebih dari separuh suara anggota parlemen dan bisa membentuk pemerintahan,” kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Suthep Tuagsuban, Minggu (14/12).

Partai Demokrat sempat khawatir dengan ”campur tangan” mantan PM Thaksin Shinawatra yang berpidato melalui rekaman video di hadapan 50.000 pendukungnya, Sabtu pekan lalu di Bangkok. ”Semakin banyak Thaksin berbicara, anggota parlemen (yang membelot) semakin tidak nyaman. Ini buka soal pengkhianatan, ini soal keputusan bagi negara,” ujar Suthep.

Empat partai bekas anggota koalisi berkuasa yang dipimpin partai pro-Thaksin telah menyatakan akan mendukung Abhisit. Kemarin, sebuah partai kecil, Ruam Jai Thai Chart Pattana, juga menyatakan akan mendukung Abhisit dalam pemilihan PM.

Ribuan pendukung Thaksin diperkirakan berkumpul di depan gedung parlemen, Senin, untuk mendukung kandidat PM mereka, Pracha Promnok, mantan Kepala Kepolisian Nasional Thailand.

”Pertarungan akan berjalan ketat. Kami akan menang dengan selisih 8-10 suara,” kata Chalerm Yoobangrum, anggota Partai Puea Thai, bentuk baru Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang dibubarkan Pengadilan Konstitusi Thailand.

Puea Thai yakin masih mendapat cukup dukungan untuk mempertahankan kekuasaan. Pidato Thaksin diharapkan bisa memengaruhi anggota parlemen yang membelot untuk kembali mendukung Puea Thai.

Campur tangan

Dalam rekaman pidato selama 20 menit, Thaksin meminta militer tidak mencampuri proses demokrasi. ”Mereka yang mencampuri pembentukan pemerintahan saat ini tolong mundur untuk membiarkan mekanisme bekerja,” katanya.

”Tolong jangan memanfaatkan institusi apa pun untuk campur tangan. Biarkan negara ini bergerak maju. Jangan membuat rakyat lebih menderita,” ujar Thaksin. Dia kini tinggal di suatu tempat di pengasingan yang tidak diketahui lokasinya.

Juru bicara militer, Kolonel Sunsern Kaewkumnard, membantah bahwa militer mencampuri urusan politik. ”Kami tidak mengintervensi politik. Kami menyatakan bahwa ini adalah tugas parlemen dan apa pun hasilnya, mereka seharusnya mengutamakan negara ini,” katanya.

Apa pun hasil pemilu, menurut analis, tidak banyak mengatasi krisis politik di Thailand. (ap/afp/reuters/fro)

Minggu, 14 Desember 2008

Teror Mumbai dan E - Taiba

Pascaaksi teroris di jantung Kota Mumbai, kini hubungan India-Pakistan menghadapi babak baru yang makin tidak menentu. Pasalnya, Pakistan tidak mau menyerahkan pihak yang diduga kuat mendalangi aksi terorisme kepada India.

Sejauh ini, Pakistan sudah menangkap dua tokoh penting Laskar e-Taiba: Shah dan Lakhvi. Langkah tersebut diambil untuk memastikan kepada pemerintah India bahwa pihaknya akan menindak tegas gembong teroris yang diduga kuat telah menebarkan kekerasan di Mumbai itu.

Tapi, sikap tersebut belum memuaskan India. Sebab, mereka menduga, ada keterlibatan agen rahasia Pakistan dalam aksi mencekam itu. Ditemukan komunikasi antara kelompok teroris dan Pakistan.

Di jalanan India, sebagaimana ditayangkan TV Al Jazirah, orang-orang mencurigai keterlibatan Pakistan dalam tragedi terburuk di penghujung tahun ini. Imaji tentang perang yang kerap terjadi antara India dan Pakistan seolah bangkit dari kuburnya.

Karena itu, kondisi tersebut dengan mudah dapat menyulut andrenalin politik untuk melancarkan perang, khususnya India yang merasa dirugikan dengan serangan sporadis itu. Apalagi secara demografis, dua negara tersebut amat berdekatan. Maka, dalam beberapa waktu yang akan datang, situasi politik keduanya belum bisa dipastikan.

Mungkinkah terjadi perang?

Sementara ini, harus diakui, kemungkinan perang dapat diredam, setidaknya oleh Pakistan. Asif Ali Zardari, presiden Pakistan yang baru memangku jabatannya, memastikan bahwa pihaknya akan menindak tegas para dalang yang diduga kuat menjadi remote control atas aksi biadab tersebut. Sejauh ini, komitmennya sudah dibuktikan dengan menangkap pucuk pimpinan kelompok militan yang diduga berada di balik aksi itu.

Sebab, menurut Zardari, terorisme tidak hanya mengancam negara lain, dalam hal ini India, tetapi juga sangat mengancam stabilitas politik di Pakistan. Para teroris mempunyai niat untuk menghancurkan negaranya. Bahkan, istri tercintanya, mendiang Benazir Bhutto, adalah salah satu korban kelompok militan. Mereka tidak menghendaki demokrasi berjalan mulus di Pakistan (New York Times/9).

Pada tahun ini saja, aksi teroris di Pakistan menelan korban kurang lebih 2.000 orang, yakni 1.400 warga biasa dan 600 personel keamanan, termasuk tentara biasa hingga jenderal bintang tiga. Karena itu, pihaknya telah mengerahkan 150 ribu tentara terbaik untuk menyerang Al Qaidah dan kamp-kamp militan yang mempunyai afiliasi dengan Al Qaidah.

Zardari menambahkan, saat terjadi aksi terorisme di Mumbai, pihaknya juga mengalami shock sebagaimana dialami rakyat India. Dia sangat bersimpati atas kejadian yang tidak berprikemanusiaan tersebut. Untuk itu, Pakistan dan India sebenarnya dapat bekerja sama untuk membabat habis kelompok teroris, baik pada jangka panjang maupun jangka pendek.

Pada jangka pendek, kamp-kamp militan yang diduga kuat berada di balik aksi terorisme, baik di Mumbai, New York, London, Madrid, Islamabad, maupun beberapa negara lainnya, harus dihancurkan hingga ke akar-akarnya. Tetapi, yang jauh lebih penting, di masa depan harus dipikirkan upaya untuk membangun demokrasi dan ekonomi secara bersamaan.

Hal lain yang jadi alasan penting kecil kemungkinan perang antara India-Pakistan karena meletusnya perang antara dua negara bertetangga tersebut harus mendapatkan restu Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya. Secara kebetulan, keduanya merupakan mitra sejati AS.

Obama yang akan memimpin negara adidaya pada akhir Januari sepertinya akan berpikir lebih jernih. Sebagaimana disampaikan dalam kampanyenya, musuh utama AS di masa mendatang adalah Al Qaidah. Bahkan, dia berencana mengalihkan tentara yang sekarang berada di Iraq ke Afghanistan untuk membabat habis pusat-pusat Al Qaidah.

Pakistan dan India merupakan dua wilayah yang sangat strategis untuk memuluskan misinya mengakhiri gerak langkah Al Qaidah. Di sinilah, kemungkinan perang di antara dua negara tersebut diragukan akan terjadi pada kepemimpinan Obama.

Laskar e-Taiba

Meski demikian, India akan terus mendesak Pakistan agar serius mengatasi problem kelompok militan, khususnya Laskar e-Taiba. Kelompok tersebut tidak bisa dibiarkan menghirup udara bebas karena sudah terbukti mengancam India.

Apalagi Laskar e-Taiba, sebagaimana dilansir para pimpinannya, bahwa mereka saat ini setidaknya mempunyai 10.000 milisi terlatih. Sebanyak 7.000 di antaranya terlibat dalam aksi milisi di Kashmir. Pada 1999 dan 2000 mereka tercatat telah melakukan 98 kali aksi bunuh diri (Harian al-Syarq al-Awsat/10).

Menghadapi kelompok itu bukanlah hal mudah. Sebab, mereka telah mengambil hati publik Pakistan. Pada saat terjadi gempa bumi yang mahadahsyat pada 2005, kelompok tersebut merupakan relawan yang turun langsung membantu korban. Pada saat itu, dikabarkan tidak ada kelompok lain yang bangkit untuk menolong korban. Mereka menabuh genderang jihad besar (al-jihad al-akbar), yaitu jihad kemanusiaan untuk membantu korban gempa.

Selain itu, mereka dikenal mempunyai jaringan dakwah yang luas, yang dikenal dengan jama'at al-dakwah (kelompok dakwah). Jaringan tersebut menguasai masjid dan masyarakat pada umumnya. Karena itu, kelompok militan itu dikenal dengan para milisi yang mempunyai dua wajah: jihad fisik dan jihad kemanusiaan.

Dengan demikian, Pakistan merupakan pihak yang sangat dirugikan dengan aksi yang terjadi di Mumbai. Sebagaimana diungkapkan Zardari, pihaknya sedang dikepung dari dua arah. Di satu sisi, kelompok militan setiap saat dapat melakukan aksi bunuh diri di dalam negeri, tapi di sisi lain mereka juga melakukan aksi di negara lain, termasuk di India. Karena itu, beban berat saat ini berada di pundak pemerintah Pakistan. Harapannya membangun kultur demokrasi dan rekonsiliasi yang bersifat substansial dengan India. * Zuhairi Misrawi, ketua Moderate Muslim Society (MMS)

Politik Thailand

Konflik Masih Jauh dari Usai

KOMPAS/AHMAD ARIF / Kompas Images
Para turis yang tertahan di Thailand selama delapan hari akibat penutupan Bandara Suvarnabhumi oleh para demonstran menunggu giliran untuk chek- in di BITEC Convention Centre di Bang-Na, Jumat (5/12) pagi. Suasana di Thailand masih belum menentu karena benih konflik politik masih belum dituntaskan.

Ahmad Arif

Para demonstran anti-Pemerintah Thailand barangkali bisa meninggalkan Bandara Suvarnabhumi dengan penuh rasa kemenangan. Perdana Menteri Thailand Somchai Wongsawat, yang baru dua bulan menjabat, resmi mundur pada Selasa (2/12). Akan tetapi, kemelut politik di Thailand masih jauh dari usai karena belum ada pemenang yang sesungguhnya dari kisruh politik ini.

Pengadilan telah menyatakan partai mantan Perdana Menteri Somchai Wongsawat, yaitu Partai Kekuatan Rakyat (PPP), dan dua partai pendukung lainnya terbukti membeli suara saat pemilu pada Desember 2007. Mantan PM Somchai, yang adalah saudara ipar mantan PM Thaksin Shinawatra, dan sejumlah tokoh penting PPP dilarang berpolitik selama lima tahun.

Somchai baru sekitar dua bulan dilantik sebagai PM menggantikan pendahulunya, Samak Sundaravej, yang sebelumnya juga menjadi sasaran demonstrasi. Seperti Samak, yang dituntut mundur karena dia dianggap sebagai boneka mantan PM Thaksin Shinawatra, Somchai juga dituntut mundur karena dituding memiliki kaitan dengan Thaksin. Bahkan, dosa Somchai dianggap lebih besar karena dia adalah saudara ipar Thaksin.

Sejak kejatuhan Thaksin akibat kudeta militer tahun 2006, pertarungan politik di Thailand yang telah menjatuhkan dua perdana menteri dalam dua bulan terakhir ini tak jauh dari gerakan pembersihan terhadap kelompok Thaksin. Jika pada gerakan sebelumnya sasarannya hanya pada penurunan perdana menteri, kali ini partai sang mantan perdana menteri, yaitu PPP, ikut dikebiri.

Memanfaatkan waktu jeda setelah keruntuhan kabinet koalisi PPP dan dua partai lainnya, kelompok anti-Thaksin bergerak cepat. Partai Demokrat, partai oposisi yang juga partai kedua terbesar di Thailand, berancang-ancang mengambil alih pemerintahan. Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Thailand Suthep Thuasuban mengklaim partainya mendapat dukungan dari empat partai lebih kecil yang sebelumnya beraliansi dengan eks PPP yang berkuasa.

Namun, tak ada yang bisa menjamin kelompok anti-Thaksin yang digalang oleh PAD ini bisa memenangkan pemilihan umum pada pemilihan ke depan.

Bahkan, analis dari IHS Global Insight, Kristina Kazmi, seperti dikutip Bangkok Post menyebutkan, kelompok pro-Thaksin masih akan memperoleh suara mayoritas dalam pemilu mendatang karena kuatnya dukungan dari mayoritas masyarakat di pedesaan. Bisa dipastikan, kelompok elite perkotaan yang anti-Thaksin akan mencongkel kembali pemerintahan hasil pemilu. Dan, siklus kemelut politik akan kembali terjadi di Thailand.

Kaus merah dan kuning

Kelompok pendukung Somchai, yang sejatinya adalah juga pendukung mantan PM Thaksin, memang masih sangat kuat. Kebijakan-kebijakan populis dari Thaksin selama berkuasa membuat kelompok ini mendapat dukungan kuat dari kelompok masyarakat miskin di desa-desa. Itu pula yang menyebabkan PPP masih terus berjaya pascajatuhnya Thaksin akibat kudeta tahun 2006.

Munculnya demonstrasi tandingan dengan jumlah massa yang tak kalah banyak dari kelompok ”berkaus merah” terhadap kelompok PAD yang ”berkaus kuning” pada November lalu adalah gambaran masih kuatnya kelompok pro-Thaksin.

Demonstran berkaus merah ini berasal dari desa-desa, sedangkan kelompok berkaus kuning ini berasal dari masyarakat kelas menengah kota.

”Belum ada yang benar-benar menang dan kalah,” kata Michael Nelson, profesor tamu pada Universitas Chulalongkorn, Bangkok, seperti dikutip kantor berita AFP. ”PPP mungkin sudah dibungkam, tetapi mereka tetap masih punya kekuatan untuk membentuk pemerintahan baru. PAD telah demonstrasi di jalan selama 192 hari, tetapi mereka belum menguasai keadaan. Sistem yang masih berjalan masih dikuasai Thaksin,” papar dia.

Peran raja dan militer

Sejumlah analisis lain menyebutkan, kemelut di Thailand ini disebabkan negara ini dalam transisi dari negara kerajaan menjadi negara demokrasi. Semasa berkuasa, Thaksin dianggap merongrong kewibawaan Raja Bhumibol Adulyadej. Konflik politik ini kemudian meluas dan berkelindan dengan konflik bisnis antara Thaksin Corps, yaitu perusahaan-perusahaan yang dibentuk Thaksin dengan perusahaan saingannya.

Bukan kali ini saja krisis politik terjadi di Thailand. Dan, setiap kali dibelit krisis, Thailand bisa keluar antara lain karena peran raja. Bhumibol yang telah menjadi raja dengan melewati 17 kudeta militer dan 27 perdana menteri itu dipandang sebagai penyelamat Thailand saat krisis.

”Kami biasa melalui kudeta dengan aman. Kami memiliki Raja, yang dihormati semua kelompok di Thailand. Dia pasti akan muncul pada saat genting,” kata Shirikite, warga Bangkok.

Namun, Raja Bhumibol Adulyadej kini harus berhadapan dengan waktu. Usianya yang sudah 81 tahun telah menggerogoti kesehatannya. Ketika rakyat menunggu titah, pada peringatan ulang tahun Raja, 5 Desember lalu, tak sepatah kata pun keluar dari Sang Raja.

Pangeran Mahkota Vajiralongkorn Putra Raja kepada sejumlah warga di Istana Dusit yang menunggu titah Raja hanya mengatakan, ”Raja tidak bisa berpidato karena agak sakit,” kata putranya. ”Raja berharap semua orang mendapatkan berkat dan mengatakan terima masih kepada Anda semua. Raja menginginkan setiap orang sehat secara mental dan fisik,” kata Pangeran Vajiralongkorn (56). Pangeran ini tidak begitu populer seperti ayahnya.

Lepas dari konflik elite yang melatarbelakangi kisruh politik di Thailand dan usia Raja yang semakin tua, negara ini sudah telanjur terbelah menjadi dua kelas: masyarakat desa yang pro-Thaksin dan masyarakat kota yang anti-Thaksin.

Kedua pihak masih sama-sama ngotot dan terus berancang-ancang mencari peluang untuk melumpuhkan lawan. Dan, jangan lupa, di balik kemelut politik Thailand masih ada kekuatan militer yang sewaktu-waktu bisa mengambil alih kekuasaan itu, seperti terjadi saat munculnya Samak Sundaravej pascajatuhnya Thaksin.

Demokrasi Jalanan di Thailand


Mahkamah Konstitusi Thailand memaksa mundur Perdana Menteri. Raja tak netral, demokrasi kehilangan tempat.

THAILAND terjerembap dalam demokrasi jalanan. Kita cemas menyaksikan kekuatan massa berulang kali menggulingkan pemerintah di negeri itu. Demokrasi yang menjunjung tinggi suara rakyat lewat pemilu kini (boleh jadi) tak lagi punya tempat dan martabat.

Perdana Menteri Somchai Wongsawat jatuh. Mahkamah Konstitusi membekukan partai berkuasa, Partai Kekuatan Rakyat, yang dinilai curang dalam pemilu. Mahkamah pun melarang Somchai—dan semua petinggi partai—berpolitik. Tapi, sulit dibantah, putusan itu amat dipengaruhi oleh tekanan demonstrasi besar-besaran.

Aliansi Rakyat untuk Demokrasi menggerakkan gelombang demonstrasi itu. Kendati bisa menggalang puluhan ribu orang, kelompok ini digerakkan oleh elite politik yang tak cukup punya basis massa partai yang kuat. Mereka didukung kelompok minoritas masyarakat kelas menengah di kota-kota besar. Tapi, ironisnya, parlemen jalanan bentukan kaum elite ini justru berhasil menyingkirkan partai pemenang pemilu, yang memiliki dukungan mayoritas masyarakat kelas bawah di desa-desa.

Aksi demonstrasi dipandang sangat terhormat bila diletakkan sebagai sebuah koreksi—misalnya terhadap kebijakan pemerintah yang melenceng. Dalam kasus Aliansi, aksi demonstrasi kelompok ini lebih tampak sebagai ”ritual rutin” penggulingan kekuasaan ketimbang koreksi. Dengan alasan pemerintah masih ”berbau” Thaksin Shinawatra, Aliansi dua kali mendongkel penggantinya. Pertama, Juni lalu, Samak Sundaravej, dan kini Somchai, adik ipar Thaksin.

Melalui demonstrasi besar pula, kelompok ini menggoyang Thaksin dua tahun lalu. Mereka menuduh Thaksin korup dan sewenang-wenang. Kemudian, atas dukungan Raja, militer melancarkan kudeta pada Desember 2006. Inilah kudeta kesekian sejak sejumlah perwira muda pertama kali mengambil kekuasaan pada 1932. Militer turut campur di lebih dari 15 kali pemerintahan hasil pemilu. Praktis hanya enam pemilu yang bisa disebut demokratis.

Thaksin harus diakui turut memperkeruh kisruh politik di Negeri Gajah Putih itu. Ia lari dari gelanggang politik dan menjadi buron. Partai Thai Rak Thai bentukannya telah lebih dulu bubar. Selama ini Partai Thai, juga partai penggantinya, Partai Kekuatan Rakyat, dikenal sebagai partai yang ”dermawan”. Dengan jurus derma itu, juga dengan kebijakan populis, Thai Rak Thai memenangi pemilu pada 2001 dan 2005. Begitu pula Partai Kekuatan Rakyat pada tahun lalu.

Tentu saja demokrasi di Thailand kian rapuh di bawah sistem plutokrasi. Dalam sistem politik ini, kaum kaya atau pemilik modal menguasai partai. Akan sangat berbahaya jika ”personal party” ini memenangi pemilu. Kekuasaan bisa terpusat di satu tangan.

Aliansi muncul untuk membendung sepak terjang Partai Thai itu. Tapi, tak berbeda dengan Thaksin dan kawan-kawan, Aliansi pun berlumur elite politik dan birokrasi. Dengan menafikan hasil pemilu, mereka mengepung gedung pemerintahan dan melumpuhkan dua bandar udara. Cara-cara jalanan ini jelas memperburuk citra Thailand.

Tindakan demonstran itu terbukti sama sekali tak dicegah polisi atau tentara, yang mestinya memprioritaskan pengamanan bandara. Kita pun tak melihat Raja Bhumibol Adulyadej turun tangan. Selama ini, Raja yang telah melewati 15 kudeta dan 26 perdana menteri itu berperan sebagai pilar stabilitas negara. Kini amat disesalkan Raja tak lagi berdiri di tengah.

Kelompok yang mendapat restu Raja akhirnya memang akan menang. Tapi karena itu pula dikhawatirkan badai politik di Thailand tak akan kunjung reda.

Sabtu, 13 Desember 2008

Siapa Lagi Setelah "Chicago Tribune"


Tribune Co menjadi penerbit surat kabar besar Amerika Serikat pertama yang menyatakan diri bangkrut. Dengan utang 13 miliar dollar AS atau Rp 156 triliun, perusahaan yang menerbitkan Chicago Tribune ini tak mampu lagi memenuhi kewajiban. Semua ini juga tidak lepas dari penghasilan iklan yang terus merosot.

Krisis keuangan menjadi penyebab penurunan pendapatan iklan. Krisis ternyata masih terus berlanjut. Pertanyaan yang ada, apa surat kabar AS berikutnya yang akan mengikuti jejak Chicago Tribune? Turunnya penerimaan dari iklan membuat kewajiban membayar utang banyak media AS terganggu. Analis, Selasa (9/12), menegaskan, banyak penerbit mulai berniat menjual media mereka. Ini pilihan terbaik ketimbang bangkrut.

Penerimaan iklan yang turun praktis melanda semua surat kabar dan media masa lainnya di AS. Jumlah pembaca juga mulai beralih ke internet. Konsumen dan pemasang iklan juga menangguhkan pemasangan iklan karena resesi ekonomi. Sekalipun banyak surat kabar yang masih meraih untung, mereka kini harus ekstra ketat menghitung arus kas untuk pembayaran bunga dan cicilan utang.

Tribune Co, yang juga pemilik The Los Angeles Times, The Sun of Baltimore, beberapa harian lainnya, Chicago Cubs, serta sejumlah stasiun radio, sudah terbiasa dengan utang besar.

Tribune Co punya kewajiban membayar utang 593 juta dollar AS pada bulan Juni. Penerbitan ini tadinya berupaya memperoleh likuiditas dengan menjual Chicago Cubs dan aset sport lainnya. Namun, langkah ini tidak mudah di tengah pasar yang ketat. ”Ini kasus yang ekstrem,” ujar Rick Edmonds, analis media pada Institut Poynter, di St Petersburg, Florida.

Sebenarnya, jauh sebelum Tribune Co mengajukan status bangkrut ke Pengadilan Delaware, Senin lalu, penerbit Journal Register Co juga mempertimbangkan status bangkrut. Dengan utang hampir 650 juta dollar AS, penerbit The New Haven Register (Connecticut) dan sejumlah harian ini kini diawasi ketat oleh para kreditor dengan batas akhir 16 Januari; batas akhir perusahaan ini harus menyelesaikan kewajibannya.

Bulan lalu The Yardley yang berbasis di Pennsylvania mengatakan, mereka akan menutup The Herald of New Britain dan The Bristol Press di Connecticut jika belum mendapat pembeli sampai 12 Januari. Mingguan Eleven Connecticut juga ditawarkan di pasar. Surat kabar di Michigan dan Philadelphia juga dijual sekalipun tidak merinci kondisinya.

Gagal bayar utang

Sejumlah perusahaan surat kabar juga gagal membayar kewajiban. The Star Tribune dari Minneapolis, September lalu, gagal membayar utang perkuartalan sebesar 9 juta dollar AS. Saat bersamaan, grup investasi pemilik The Philadelphia Inquirer dan The Philadelphia Daily News gagal membayar bunga utang. Kreditor harus mengadakan penjadwalan kembali.

Jaringan media seperti Freedom Communications Inc, yang memiliki The Orange County Register di California selatan, dan Media General Inc, yang menerbitkan Richmond Times- Dispatch di Virginia, juga sedang merundingkan kembali kewajiban utangnya. Jika perundingan ini gagal, secara teknis perusahaan ini bangkrut.

Morris Publishing Group LLC, yang menerbitkan The Florida Times-Union dan 12 harian lainnya, bulan Oktober lalu mengaku sukses dalam penjadwalan kembali utang. Hanya saja, persyaratan baru yang ada membuat Morris dalam tekanan menjual asetnya untuk bisa memperoleh likuiditas. Kecuali perusahaan ini menemukan investor baru.

Mike Simonton, analis surat berharga pada perusahaan pemeringkat Fitch, mengemukakan, sangat sulit menemukan pembeli di pasar yang lesu saat ini. Perundingan harus dilanjutkan untuk mendapat mitra strategis.

Pihak Morris dan Media Generals sejauh ini menolak berkomentar. Faktanya, perusahaan ini menjual stasiun radio untuk mendapat dana pembayaran utang sebesar 750 juta dollar AS per 30 September. Jumlah ini turun dari hampir 900 juta dollar AS pada awal tahun.

McClatchy, AH Belo Corp, dan Lee Enterprises Inc termasuk perusahaan penerbitan yang sukses menjadwalkan kembali utangnya. Penjadwalan kembali ini penting, khususnya untuk McClatchy yang berutang tahun 2006 untuk membeli grup surat kabar Knight Ridder. Knight Ridder merupakan salah satu grup penerbitan terbesar AS, pemilik The Sacramento Bee (California) dan The Miami Herald.

McClatchy Co bulan September lalu menyetujui penjadwalan kembali utang selama dua tahun untuk kewajiban utang sebesar 2 miliar dollar AS. ”Memberikan ruang,” ujar Pemimpin Eksekutif McClatchy Gary Pruitt, Selasa. Pruitt mengaku ”sedih” dengan status bangkrut Tribune.

Gannett Co, yang mempunyai utang 4 miliar dollar AS, masih cukup aman karena memiliki media populer, USA Today, satu dari sedikit media cetak dengan sirkulasi yang relatif stabil. Dave Novosel, analis surat berharga dari Gimme Credit, mengatakan, Gannett lebih baik daripada Tribune Co karena utang yang lebih kecil dan kas masuk yang baik.

Penerbitan lainnya yang kinerjanya bagus adalah The New York Times Co, yang punya surat kabar online nomor satu. New York Times Co punya kredit 400 juta dollar AS yang berakhir tahun depan.

Kebangkrutan Tribune Co jelas akan berdampak buruk bagi industri penerbitan. Mereka akan kian sulit memperoleh kredit baru. Kalau ada, biayanya akan semakin mahal. Kreditor juga akan menerapkan persyaratan yang lebih ketat dalam perundingan penjadwalan utang dengan perusahaan penerbitan. Kemungkinan perusahaan penerbitan bangkrut semakin terbuka. Soalnya, resesi dan krisis keuangan AS belum segera berakhir. (Reuters/AP/AFP/ppg)

Selasa, 09 Desember 2008

Ekonomi China


Dahulu dia adalah seorang buruh migran, saat ini dia seorang wanita pengusaha sukses sekaligus seorang penulis. Langkah karier An Zi merupakan cermin dari perkembangan yang terjadi di kota Shenzhen. Kota yang terletak di China selatan itu bertumbuh sangat pesat karena reformasi pasar selama 30 tahun belakangan ini.

An Zi hanyalah seorang gadis remaja ketika pada tahun 1984 melihat sepupunya pulang ke kampung mereka setelah bekerja di pabrik televisi di Shenzhen. Pengalaman sederhana telah mengubah hidupnya.

”Ketika saya melihat dia, saya menyadari bahwa caranya berbusana, berdandan, dan berpikir telah berubah,” kata An Zi yang saat ini berusia 41 tahun. Dia mengenang saat memutuskan untuk meninggalkan rumahnya di pedalaman Provinsi Guangdong.

An Zi memulai bisnis sendiri, yaitu penyalur tenaga kerja selain menjadi penulis sukses buku-buku tentang peningkatan kemampuan diri. Sama seperti dirinya, Shenzhen juga banyak berubah. ”Ketika desa nelayan miskin Shenzhen didirikan, penduduknya hanya 30.000 orang yang hidup di dua atau tiga jalan kecil,” ujar Wali Kota Shenzhen Xu Zongheng.

Karena kegiatan ekonominya, tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan mencapai 26,9 persen selama 28 tahun terakhir. Ledakan ekonomi juga membuat jumlah penduduk melonjak menjadi 11 juta jiwa walaupun hanya dua juta orang yang merupakan warga lokal dan sisanya pekerja migran dari seluruh penjuru daratan China.

Melemahnya pertumbuhan ekonomi global juga berdampak di Shenzhen. Penganggur semakin banyak. Di salah satu sudut kota, para pekerja migran terlihat hanya bermain biliar. Demikian mereka menghabiskan waktu sebelum mendapatkan pekerjaan baru. (AFP/joe)

30 Tahun Reformasi Cina


Beijing, Minggu - China memperingati 30 tahun berlangsungnya reformasi dan keterbukaan ekonomi pada bulan ini. Reformasi itu telah membuat China bertumbuh sangat pesat sekaligus memperkuat kekuatan diplomatiknya. Selain itu, reformasi juga mengubah masyarakat tanpa merusak monopoli Partai Komunis.

Reformasi dan keterbukaan China diumumkan saat Sidang Pleno Ketiga pada Desember 1978. Partai Komunis China di bawah Deng Xiaoping meratifikasi reformasi ekonomi yang secara radikal telah meningkatkan standar kehidupan warga.

Pada saat itu China bangkit dari Revolusi Kebudayaan, sebuah masa yang penuh dengan kekerasan politik dan budaya yang diluncurkan oleh Mao Zedong.

Revolusi baru yang dibawa Deng berawal dari pedesaan. Pemerintah tidak lagi menjadikan kepemilikan lahan secara kolektif dan komune-komune menghilang. Gerakan ini dengan cepat merambah ke kota.

Deng juga memilih Shanghai sebagai kelinci percobaan dari reformasi ekonomi. ”Ide ini sangat orisinal. Mereka membuat percobaan kecil, mengabaikan segala macam dogma,” ujar Jean-Francois Di Meglio, Wakil Presiden Asia Center.

Pada saat yang sama, Shenzhen masih merupakan desa nelayan, yang kemudian bersama Zhuhai, Shantou, dan Xiamen menjadi zona ekonomi khusus pertama China. Perekonomian China yang awalnya dijalankan berdasarkan sistem perlahan-lahan menerapkan mekanisme pasar.

Deng meluncurkan Empat Modernisasi, yaitu industri, pertanian, riset, dan pertahanan. Tahun 1992 Deng juga mengatakan bahwa menjadi kaya adalah mulia. Ini adalah sesuatu yang tabu dibicarakan sebelumnya. Para orang kaya baru di China juga berterima kasih pada ekonomi pasar-sosialis. Begitu mereka menyebut sistem ekonominya.

Kesenjangan

Perekonomian bertumbuh pesat, tetapi tidak merata. ”Secara keseluruhan, sebagian besar orang menyatakan bahwa tingkat kehidupannya meningkat dalam 30 tahun reformasi. Hal ini juga memungkinkan mobilitas sosial. Namun, ada juga kesenjangan sosial yang sangat besar,” ujar Jean- Louis Rocca, peneliti pada Universitas Tsinghua, Beijing.

Jarak antara kota dan desa semakin lebar, korupsi menjadi endemi, dan lingkungan dikorbankan demi pembangunan. Partai tidak lagi menjamin kesejahteraan warga, seperti pekerjaan seumur hidup, jaminan sosial, perumahan, dan pendidikan.

”Tahun 2008 menandai permulaan dari periode ketiga reformasi. Ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi China melemah. China akan kembali memfokuskan diri pada masalah sosial,” ujar Di Meglio. (AFP/joe)

Minggu, 07 Desember 2008

Jika Pasukan Nazi Menduduki Moskwa


Sejarah memang tidak mengenal pengandaian. Namun, banyak rencana sudah dipersiapkan apabila pasukan Nazi Jerman sampai menduduki Moskwa, Uni Soviet, pada Perang Dunia II lalu. Beruntung, pasukan Nazi Jerman berhenti sekitar 30 kilometer dari Moskwa. Jika tidak, warga Moskwa dan dunia mungkin tidak bakal melihat Teater Bolshoi dan Katedral St Basil di Lapangan Merah, Kremlin, seperti sekarang ini.

Uni Soviet pada tahun 1941 sudah mempersiapkan rencana rahasia meledakkan Teater Bolshoi dan sejumlah gedung terkemuka Moskwa apabila pasukan Nazi Jerman memasuki Moskwa. Rencana ini terungkap hari Kamis (4/12) saat pameran soal kontra intelijen militer Uni Soviet di Museum Pusat Angkatan Darat di Moskwa.

Di dalam museum juga ditampilkan jaket yang dikenakan pemimpin Nazi Jerman, Adolf Hitler, sebuah senjata yang disembunyikan dalam tongkat, surat perintah pemimpin Uni Soviet Josef Stalin untuk membentuk SMERSH, biro kontra intelijen saat perang. SMERSH ini juga sempat muncul dalam film soal agen rahasia Inggris, James Bond. SMERSH hanya bertahan tiga tahun.

Jaket Hitler diambil pasukan Uni Soviet saat mereka memasuki Berlin pada tahun 1945. Veteran dari operasi di Berlin, Leonid Ivanov (90), mengatakan, dia mendapat nota dari seorang perwira Soviet agar mengirim mobil karena menemukan tubuh Goebbels, Menteri Perang Nazi. Namun, Ivanov yang pensiunan jenderal JKGB ini tetap bungkam saat ditanya soal tubuh Hitler. ”Tubuh Hitler dibakar dan abunya ditebar di sebuah lokasi rahasia,” ujarnya.

Dalam pameran berjudul ”90 Tahun Kontra Intelijen Militer” berkenaan dengan pembentukan kontra intelijen Soviet yang dibentuk 1918, ditampilkan ”Rencana Moskwa” tahun 1941. ”Sangat berisiko jika militer Jerman menduduki Moskwa. Musim gugur 1941, muncul apa yang dikenal dengan Rencana Moskwa,” ujar Vasily Khristoforov, kepala bagian arsip pada markas besar badan intelijen Rusia, FSB, di Moskwa. FSB menggantikan peran badan intelijen KGB.

Dalam ”Rencana Moskwa” tersebut, ratusan intel Uni Soviet saat itu diperintahkan tetap bertahan di dalam kota Moskwa apabila militer Nazi Jerman memasuki kota itu. Mereka diberi tugas membunuh para perwira Jerman dan menghancurkan sejumlah bangunan kunci serta infrastruktur agar tidak sampai jatuh ke tangan pasukan Jerman.

Lebih dari 1.100 target di dalam dan seputar Moskwa sudah dipasang bahan peledak. ”Syukur, tentara Jerman tidak pernah menguasai Moskwa sehingga tidak perlu meledakkan semua target-target tadi,” ujar Khristoforov.

Dokumen lainnya dari Oktober 1941 juga memerintahkan sebuah kelompok bernama Detasemen 3R agar tetap bertahan di dalam Moskwa apabila pasukan Nazi Jerman berhasil menduduki ibu kota Uni Soviet itu. Kelompok ini bertugas melakukan serangan teroris dengan sasaran para perwira tinggi Jerman, otoritas pendudukan, dan pengkhianat.

”Rencana Moskwa” ini memperlihatkan kepanikan yang dihadapi pemimpin Uni Soviet waktu itu dengan kehadiran Nazi Jerman. Dokumen ini tidak banyak diketahui sampai dengan tahun 1990-an. Seandainya Moskwa sampai diduduki Nazi Jerman. (AFP/ppg)

Sabtu, 06 Desember 2008

Zimbabwe


Kekuasaan Itu Membelenggu

Bermula dari pemilu presiden yang kontroversial, kini Zimbabwe terjerumus ke dalam krisis, tidak hanya politik dan ekonomi, tetapi juga kemanusiaan.

Kalau berita yang tersebar ke seluruh dunia lewat beragam media benar, kita dapat mengatakan bahwa itu adalah gambaran yang sangat memprihatinkan. Misalnya, ratusan tentara merampok bank karena tidak menerima gaji. Mereka juga menjarah pasar dan toko barang-barang lainnya yang masih buka di Harare, ibu kota Zimbabwe.

Sejak Agustus lalu tercatat 565 orang meninggal karena kolera yang kini meluas ke seluruh negara karena tiadanya air bersih dan buruknya sistem sanitasi. Kondisi sosial ekonomi Zimbabwe hancur berantakan. Inflasi tahunannya mencapai 231 juta persen. Angka pengangguran mencapai 80 persen (jumlah penduduk 13,34 juta jiwa). Rakyat terpaksa makan tikus.

Zimbabwe, negeri yang pernah dikenal sebagai ”lumbung Afrika” itu, kini tak berdaya karena digerogoti nafsu kekuasaan para pemimpinnya. Krisis bermula dari pemilu presiden Maret lalu. Hasil dari lapangan menunjukkan tokoh oposisi Morgan Tsvangirai memenangi pemilu. Namun, komisi pemilihan umum menyatakan bahwa kedua kandidat—Robert Mugabe dan Morgan Tsvangirai—sama-sama meraih 50 persen.

Pada saat yang bersamaan terjadi rangkaian pembunuhan terhadap para pendukung oposisi. Tercatat 200 orang dibunuh, 5.000 orang diculik, dan 200.000 orang diusir dari rumah mereka. Upaya untuk menyelesaikan krisis dilakukan dengan dukungan antara lain Afrika Selatan. Kedua belah pihak bersepakat untuk membangun pemerintahan bersama. Namun, kesepakatan itu hanya di atas kertas. Praktiknya tidak demikian.

Perampokan dan penjarahan oleh tentara menjadi indikasi runtuhnya aturan hukum, meskipun ada yang berpendapat perampokan itu direkayasa oleh kubu Mugabe untuk menjadi alasan pembenaran pemberlakuan undang-undang darurat.

Apa pun yang terjadi di Zimbabwe mengingatkan pada kita bahwa kecenderungan kekuasaan untuk memperbesar dirinya jauh lebih kuat daripada kemampuannya membatasi diri. Selain itu, kecenderungan kekuasaan untuk membenarkan diri juga lebih besar daripada kemampuannya mengkritik dan mengawasi dirinya.

Padahal, seorang pemimpin seharusnya adalah orang-orang yang dikaruniai kemampuan moral yang lebih tinggi dari kemampuan moral rata-rata orang kebanyakan. Akan tetapi, yang kita lihat justru sebaliknya: pemimpin yang secara moral tidak bisa mempertanggungjawabkan keluhurannya.

Kamis, 04 Desember 2008

PM Thailand Mundur

EPA/PONGMANAT TASIRI / Kompas Images
PM Thailand Somchai Wongsawat (kanan) melambaikan tangan ke arah pendukungnya seusai pengadilan membubarkan partai yang berkuasa, Selasa (2/12). Somchai mengundurkan diri tak lama sesudah itu.
Rabu, 3 Desember 2008 | 03:00 WIB


Bangkok, Selasa - Perdana Menteri Thailand Somchai Wongsawat resmi mundur, Selasa (2/12) di Bangkok. Pengadilan menyatakan Partai Kekuatan Rakyat dan dua partai lainnya terbukti membeli suara saat pemilu pada Desember 2007. Oleh karena itu, PM Somchai dan petinggi partai lainnya dilarang berpolitik.

Pengikut Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD), yang memblokade Bandara Internasional Suvarnabhumi, langsung bersorak- sorai mendengar putusan pengadilan itu.

Pemimpin PAD Sondhi Limthongkul langsung menyatakan blokade bandara diakhiri pada 3 Desember.

Otoritas bandara mengatakan, aktivitas penerbangan baru bisa dipulihkan pada 15 Desember, yang membuat 300.000 turis asing terjebak tidak bisa kembali ke negara mereka.

”Saya bahagia, teman saya juga bahagia,” kata Pailin Jampapong (41) setelah aksi protes mereka selama 192 hari berhasil menjatuhkan PM Somchai.

PM Somchai menerima putusan itu. ”Saya kini kembali sebagai warga biasa,” katanya dari Chiang Mai.

Untuk sementara, Wakil PM Chaowarat Chandeerakul menjadi Penjabat PM. Menurut juru bicara Pemerintah Thailand, Nattawut Sai-kau, dalam 30 hari sejak Selasa (2/12), parlemen harus memilih PM baru.

Dengan mundurnya Somchai, sejak 2001 ada enam orang yang menjabat sebagai PM dan penjabat PM. Mereka adalah Thaksin Shinawatra (menjabat 9 Februari 2001-19 September 2006, yang turun karena kudeta tahun 2006), Sonthi Boonyaratglin (19 September 2006-1 Oktober 2006), Surayud Chulanont (1 Oktober 2006-29 Januari 2008), Samak Sundaravej (29 Januari 2008-9 September 2008), Somchai (9 September 2008-2 Desember 2008), dan kini Wakil PM yang menjadi Penjabat PM.

Ada tiga partai yang dijatuhi hukuman oleh pengadilan, yakni Partai Kekuatan Rakyat (payung politik yang digerakkan antek-antek Thaksin), Partai Machima Thipatai, dan Partai Chart Thai. Ketiga partai ini membentuk pemerintahan pada Desember 2007.

Ketua Pengadilan Chat Chalavorn mengatakan, ”Pengadilan membubarkan tiga partai dengan tujuan memberi pelajaran agar partai memperlihatkan contoh yang baik. Partai politik yang tidak jujur telah merusak sistem demokrasi.”

Kuat dugaan, putusan pengadilan ini sarat unsur politik, dengan tujuan agar protes diakhiri. Giles Ji Ungpakorn, analis politik dari Universitas Chulalongkorn, mengatakan putusan pengadilan itu sebagai ”kudeta pengadilan”.

Aksi protes dilakukan untuk menggusur semua antek Thaksin dari politik Thailand yang dianggap mengganggu kemapanan ratusan tahun elite politik yang didominasi kerajaan, militer, dan dan tokoh politisi lama.

Elite politisi lama juga tidak lepas dari unsur korupsi, kolusi dan nepotisme. Kekuasaan mereka pada masa lalu dianggap hanya memakmurkan Metropolitan Bangkok dan mengabaikan pembangunan pedesaan Thailand.

Pemunculan Thai Rak Thai, kemudian menjelma menjadi Partai Kekuasaan Rakyat (PPP), yang diotaki Thaksin, melejit sejak 2001. Program-program pembangunan pedesaan, kredit murah bagi rakyat kecil, pemberian laptop kepada sekolah-sekolah, telepon genggam, dan kredit taksi yang menggiurkan membuat popularitas Thaksin melejit. Pertumbuhan perekonomian juga melejit di bawah Thaksin.

Namun, Thaksin tidak populer di kelas menengah, akademisi, sebagian kalangan militer, dan media massa. Dalam pandangan kelompok ini, Thaksin bersikap arogan, termasuk menekan keuangan media dengan melarang pemasangan iklan jika mereka mengkritik Thaksin. Dengan kekuatan keuangannya, Thaksin memberikan media yang bangkrut atau mendirikan media baru untuk dipakai sebagai corong.

Putusan pengadilan pada Selasa itu juga sekaligus menjatuhkan larangan berpolitik bagi 59 orang elite politik dari tiga partai setidaknya lima tahun. Dari ke-59 orang itu, di antaranya 24 anggota parlemen dari partai koalisi berkuasa yang juga harus mundur.

Membentuk partai baru

Mundurnya Somchai dan dibubarkannya tiga partai tidak otomatis menyelesaikan kemelut politik Thailand. Chris Baker, pengamat politik Thailand, mengatakan, protes kemungkinan masih muncul jika parlemen, yang dikuasai anggota dari partai berkuasa, memilih PM yang tidak disukai PAD. ”PAD akan kembali ke jalan jika rezim Thaksin tampil kembali,” kata Sondhi.

Namun, antek-antek Thaksin, yang mendapatkan dukungan dari warga pedesaan, tidak mau mengalah. Para tokoh PPP sudah merencanakan membentuk partai baru bernama Puea Thai (Untuk Rakyat Thailand). Dengan demikian, parlemen dari partai berkuasa tetapi sudah dibubarkan bergerak di bawah Partai Puea Thai, sebagaimana dikatakan juru bicara PPP, Kudeb Saikrajang.

Thailand hari Selasa memutuskan menunda pertemuan puncak regional ASEAN yang dijadwalkan pada pertengahan Desember ini menjadi Maret 2009 karena masih berlangsungnya kerusuhan politik, yang menyebabkan ditutupnya dua bandara di ibu kota Thailand, Bangkok.

”Kabinet sepakat menunda pertemuan ASEAN sampai Maret karena kerusuhan politik di Thailand,” kata juru bicara pemerintah, Nattawut Sai-kau.

Sebagai Ketua ASEAN saat ini, Thailand harus menjadi tuan rumah pertemuan puncak tahunan organisasi negara-negara Asia Tenggara itu.

Seorang pejabat senior lain mengatakan tanggal dari pertemuan puncak itu akan ditentukan setelah berkonsultasi dengan anggota-anggota ASEAN.(REUTERS/AP/AFP/MON/DI)

Demokrasi Semu Thailand


Demokrasi kadang kala menjengkelkan. Tidak jarang demokrasi justru melahirkan pertikaian, perpecahan, dan bukannya keharmonisan dan kesejahteraan.

Pernyataan itu, yang mengawali karangan pendek ini, terasa tidak berlebihan kalau kita mengikuti krisis politik di Thailand yang sementara berakhir dengan keluarnya keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Sikap dan gerakan antipemerintah hasil pemilu telah membawa Thailand terjerumus ke dalam jurang krisis tidak hanya politik, tetapi juga ekonomi. Krisis politik di Thailand sudah dimulai sejak tahun 2006, yang ditandai penyingkiran PM Thaksin Shinawatra oleh militer. Sejak itu, angin beliung memorakporandakan bangunan demokrasi di negeri gajah putih itu.

Samak Sundaravej yang memenangi pemilu tahun 2007 diturunkan oleh MK karena dianggap melanggar konstitusi, yakni menerima honorarium. Sebelum MK turun tangan, protes antipemerintah yang dimotori Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD) sudah berulang-ulang menuntut agar Samak mundur.

Somchai Wongsawat yang menggantikan Samak sejak September lalu juga menjadi korban dan tak mampu bertahan. Ia bukan jatuh karena desakan massa PAD yang aksi mereka telah melumpuhkan perekonomian Thailand, tetapi juga karena keputusan MK.

Selasa lalu, MK memutuskan pembubaran Partai Kekuatan Rakyat yang memerintah, bersama dua partai lainnya anggota koalisi, karena terbukti curang dalam pemilu Desember silam. MK juga memberhentikan PM Somchai. Bahkan, menurut keputusan MK itu, Somchai dan 59 eksekutif dari ketiga partai itu dilarang terjun ke politik untuk masa lima tahun.

Apa yang terjadi di Thailand menjadi bukti bahwa pertarungan politik yang tak terkendali, ditambah dengan kuatnya dominasi kepentingan elite politik, telah menghancurkan bangunan demokrasi. Demokrasi Thailand adalah pertarungan antarelite, berikut kisruh perebutan kekuasaan antarkelompok.

Pertarungan antarelite mencakup simpul politisi-birokrasi-militer-pebisnis dalam merebut kekuasaan kerap menimbulkan kemelut. Persaingan elite menyebabkan pemerintahan tidak stabil dan timbul fenomena oposisi semu dan bahkan demokrasi semu.

Barangkali inilah pelajaran berharga yang bisa diambil dari krisis politik di Thailand, yakni bahwa berpolitik itu adalah untuk kesejahteraan umum bersama, bukan untuk kepentingan diri pribadi dan kelompok.

Rabu, 03 Desember 2008

Hillary Memesona Dunia


Obama "Mengubah Senjata Menjadi Keju"
Rabu, 3 Desember 2008 | 00:55 WIB

Paris, Selasa - Perasaan damai dan bahagia masih terus bermunculan dari tindakan presiden AS terpilih, Barack Obama. Pilihannya pada Hillary Rodham Clinton sebagai Menteri Luar Negeri AS memesona dunia. Bermunculan ucapan bahagia dan perasaan bersahabat dari para tokoh internasional dan think-tank global.

Pilihan Obama pada Hillary melengkapi keinginan untuk membentuk ”tim rival”, tim yang juga merangkul ”musuh”. Hillary pernah menyindir Obama dengan mengatakan, ”Gedung Putih bukan untuk tempat pelatihan.” Hillary mengatakan itu untuk menyindir Obama yang dia anggap tidak berpengalaman. Namun, Obama menunjuk Hillary sebagai Menlu dan disambut.

”Saya selalu sangat bangga kepada Hillary dan ingin bekerja sama memperkuat hubungan bilateral,” kata Presiden Filipina Gloria Macapagal-Arroyo, Selasa (2/12), saat menghadiri seminar di Hongkong, yang juga dihadiri mantan Presiden AS Bill Clinton. Presiden Arroyo dan Clinton adalah teman kuliah di Georgetown University, Washington.

Menlu China Yang Jiechi menyetujui ucapan Arroyo itu seraya memberikan ucapan selamat kepada Hillary. Menlu Jepang Hirofumi Nakasone mengatakan, ”Saya sangat berharap kedua negara bisa meningkatkan hubungan bilateral yang lebih baik.”

Menlu Inggris David Miliband melukiskan Hillary sebagai ”memiliki karakter jelas dan figur yang menghindari fatalisme”.

Menlu AS Condoleezza Rice, yang segera digantikan oleh Hillary, pun mengatakan, ”Dia adalah seorang yang percaya upaya kemanusiaan dapat menghasilkan sebuah perubahan.”

Akan hadapi cobaan

Menlu Perancis Bernard Kouchner mengatakan ”siap bekerja sama dengan Hillary sebagai bagian dari upaya memperkuat hubungan trans-Atlantik”.

Pilihan Obama mempertahankan Menteri Pertahanan Robert Gates juga dianggap sebagai keinginan untuk mengubah senjata menjadi keju.

Pilihan Obama pada pensiunan jenderal Jim Jones, yang kaya pengalaman militer, sebagai Penasihat Keamanan Nasional juga dianggap sebagai pilihan yang bagus. ”Ini merefleksikan keinginan memperkuat pertahanan,” kata Stephen Biddle, pakar dari Council on Foreign Relations.

Michael O’Hanlon, pakar dari Brookings Institution, mengatakan, ada kemungkinan Rusia dan Iran akan menguji kebijakan luar negeri Obama.

”Namun, Obama ingin menegaskan, dia tak mau dipermainkan,” kata O’Hanlon tentang makna pilihan Obama terhadap Jones, yang dianggap bisa menjinakkan musuh saat keadaan sulit, tetapi diam-diam akan menyusun strategi untuk memperkuat militer. (REUTERS/AP/AFP/MON)

PM Thailand Mundur

EPA/PONGMANAT TASIRI / Kompas Images
PM Thailand Somchai Wongsawat (kanan) melambaikan tangan ke arah pendukungnya seusai pengadilan membubarkan partai yang berkuasa, Selasa (2/12). Somchai mengundurkan diri tak lama sesudah itu.
Rabu, 3 Desember 2008 | 03:00 WIB

Bangkok, Selasa - Perdana Menteri Thailand Somchai Wongsawat resmi mundur, Selasa (2/12) di Bangkok. Pengadilan menyatakan Partai Kekuatan Rakyat dan dua partai lainnya terbukti membeli suara saat pemilu pada Desember 2007. Oleh karena itu, PM Somchai dan petinggi partai lainnya dilarang berpolitik.

Pengikut Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD), yang memblokade Bandara Internasional Suvarnabhumi, langsung bersorak- sorai mendengar putusan pengadilan itu.

Pemimpin PAD Sondhi Limthongkul langsung menyatakan blokade bandara diakhiri pada 3 Desember.

Otoritas bandara mengatakan, aktivitas penerbangan baru bisa dipulihkan pada 15 Desember, yang membuat 300.000 turis asing terjebak tidak bisa kembali ke negara mereka.

”Saya bahagia, teman saya juga bahagia,” kata Pailin Jampapong (41) setelah aksi protes mereka selama 192 hari berhasil menjatuhkan PM Somchai.

PM Somchai menerima putusan itu. ”Saya kini kembali sebagai warga biasa,” katanya dari Chiang Mai.

Untuk sementara, Wakil PM Chaowarat Chandeerakul menjadi Penjabat PM. Menurut juru bicara Pemerintah Thailand, Nattawut Sai-kau, dalam 30 hari sejak Selasa (2/12), parlemen harus memilih PM baru.

Dengan mundurnya Somchai, sejak 2001 ada enam orang yang menjabat sebagai PM dan penjabat PM. Mereka adalah Thaksin Shinawatra (menjabat 9 Februari 2001-19 September 2006, yang turun karena kudeta tahun 2006), Sonthi Boonyaratglin (19 September 2006-1 Oktober 2006), Surayud Chulanont (1 Oktober 2006-29 Januari 2008), Samak Sundaravej (29 Januari 2008-9 September 2008), Somchai (9 September 2008-2 Desember 2008), dan kini Wakil PM yang menjadi Penjabat PM.

Ada tiga partai yang dijatuhi hukuman oleh pengadilan, yakni Partai Kekuatan Rakyat (payung politik yang digerakkan antek-antek Thaksin), Partai Machima Thipatai, dan Partai Chart Thai. Ketiga partai ini membentuk pemerintahan pada Desember 2007.

Ketua Pengadilan Chat Chalavorn mengatakan, ”Pengadilan membubarkan tiga partai dengan tujuan memberi pelajaran agar partai memperlihatkan contoh yang baik. Partai politik yang tidak jujur telah merusak sistem demokrasi.”

Kuat dugaan, putusan pengadilan ini sarat unsur politik, dengan tujuan agar protes diakhiri. Giles Ji Ungpakorn, analis politik dari Universitas Chulalongkorn, mengatakan putusan pengadilan itu sebagai ”kudeta pengadilan”.

Aksi protes dilakukan untuk menggusur semua antek Thaksin dari politik Thailand yang dianggap mengganggu kemapanan ratusan tahun elite politik yang didominasi kerajaan, militer, dan dan tokoh politisi lama.

Elite politisi lama juga tidak lepas dari unsur korupsi, kolusi dan nepotisme. Kekuasaan mereka pada masa lalu dianggap hanya memakmurkan Metropolitan Bangkok dan mengabaikan pembangunan pedesaan Thailand.

Pemunculan Thai Rak Thai, kemudian menjelma menjadi Partai Kekuasaan Rakyat (PPP), yang diotaki Thaksin, melejit sejak 2001. Program-program pembangunan pedesaan, kredit murah bagi rakyat kecil, pemberian laptop kepada sekolah-sekolah, telepon genggam, dan kredit taksi yang menggiurkan membuat popularitas Thaksin melejit. Pertumbuhan perekonomian juga melejit di bawah Thaksin.

Namun, Thaksin tidak populer di kelas menengah, akademisi, sebagian kalangan militer, dan media massa. Dalam pandangan kelompok ini, Thaksin bersikap arogan, termasuk menekan keuangan media dengan melarang pemasangan iklan jika mereka mengkritik Thaksin. Dengan kekuatan keuangannya, Thaksin memberikan media yang bangkrut atau mendirikan media baru untuk dipakai sebagai corong.

Putusan pengadilan pada Selasa itu juga sekaligus menjatuhkan larangan berpolitik bagi 59 orang elite politik dari tiga partai setidaknya lima tahun. Dari ke-59 orang itu, di antaranya 24 anggota parlemen dari partai koalisi berkuasa yang juga harus mundur.

Membentuk partai baru

Mundurnya Somchai dan dibubarkannya tiga partai tidak otomatis menyelesaikan kemelut politik Thailand. Chris Baker, pengamat politik Thailand, mengatakan, protes kemungkinan masih muncul jika parlemen, yang dikuasai anggota dari partai berkuasa, memilih PM yang tidak disukai PAD. ”PAD akan kembali ke jalan jika rezim Thaksin tampil kembali,” kata Sondhi.

Namun, antek-antek Thaksin, yang mendapatkan dukungan dari warga pedesaan, tidak mau mengalah. Para tokoh PPP sudah merencanakan membentuk partai baru bernama Puea Thai (Untuk Rakyat Thailand). Dengan demikian, parlemen dari partai berkuasa tetapi sudah dibubarkan bergerak di bawah Partai Puea Thai, sebagaimana dikatakan juru bicara PPP, Kudeb Saikrajang.

Thailand hari Selasa memutuskan menunda pertemuan puncak regional ASEAN yang dijadwalkan pada pertengahan Desember ini menjadi Maret 2009 karena masih berlangsungnya kerusuhan politik, yang menyebabkan ditutupnya dua bandara di ibu kota Thailand, Bangkok.

”Kabinet sepakat menunda pertemuan ASEAN sampai Maret karena kerusuhan politik di Thailand,” kata juru bicara pemerintah, Nattawut Sai-kau.

Sebagai Ketua ASEAN saat ini, Thailand harus menjadi tuan rumah pertemuan puncak tahunan organisasi negara-negara Asia Tenggara itu.

Seorang pejabat senior lain mengatakan tanggal dari pertemuan puncak itu akan ditentukan setelah berkonsultasi dengan anggota-anggota ASEAN.(REUTERS/AP/AFP/MON/DI)