Selasa, 30 Juni 2009

Madoff Dihukum 150 Tahun

NEW YORK, SABTU - Mantan orang penting dari Wall Street, Bernard Madoff, hari Senin (29/6) dijatuhi hukuman maksimum 150 tahun penjara atas penggelapan uang senilai miliaran dollar oleh pengadilan distrik New York. Madoff sudah menjalani tahanan selama enam bulan terakhir.

Madoff (71), yang juga mantan pimpinan bursa, hari Senin itu disidang lagi menghadapi jaksa Denny Chin.

Sebelum menjalani sidang terakhirnya, para pengacara Madoff meminta, mengingat umur Madoff sudah lanjut, dia hanya dihukum 12 tahun penjara. ”Kami tidak meminta dikasihani dan simpati,” ujar pengacara Madoff, Ira Sorkin.

Namun, Sorkin menyatakan meminta Chin agar mengesampingkan semua histeria dan emosi dalam menangani kasus ini.

Sebagian besar ahli tadinya memperkirakan setidaknya Madoff akan diganjar hukuman 20 tahun penjara. Ternyata hakim Denny Chin mengganjar mantan pemimpin Nasdaq ini dengan hukuman maksimum.

Madoff dahulu adalah orang penting di pasar saham karena dipercaya memiliki sentuhan tangan seperti Midas, tokoh yang dapat mengubah semua hal jadi emas. Saat ini Madoff menjadi pesakitan yang harus meringkuk di sel penjara dingin dan sempit.

Madoff mengakui 11 tuduhan penipuan, penggelapan, dan pencurian, Maret lalu. Deretan korbannya juga tidak sedikit. Mulai dari selebriti di Hollywood, bank besar dan terkenal di seantero dunia, bahkan sampai yayasan amal Yahudi. Tidak hanya itu, orang biasa dengan investasi pas-pasan dan berharap dapat hidup tenang pada hari tua juga ikut menjadi korban Madoff. Saat ini mereka tengah menghadapi kehancuran finansial akibat sepak terjang Madoff.

Madoff di persidangan menyatakan bahwa miliaran dollar AS yang diserahkan ke tangannya untuk dikelola selama tiga dekade tidak satu sen pun diinvestasikan di pasar modal. Dia hanya menumpuk dana tersebut pada rekening di Bank Chase Manhattan.

Dana dari investor baru digunakan untuk membayar dividen kepada para investor lama. Skema seperti itu dikenal dengan nama skema Ponzi. Jaksa penuntut menyatakan bahwa sekitar 13 miliar dollar AS telah diserahkan kepada Madoff untuk dikelola.

Madoff juga menyatakan kehilangan 50 miliar dollar AS. Dana tersebut tadinya akan dibayarkan untuk dividen.

Angka tersebut sangat besar. Lebih besar dari produk domestik bruto di negara kecil, seperti Luksemburg, dan lebih dari utang luar negeri beberapa negara miskin di Afrika.

Serahkan aset

Chin memerintahkan Madoff agar menyerahkan asetnya yang dianggap didapatkan secara tidak sah. Seiring dengan itu, pengadilan distrik New York juga memerintahkan agar istri Madoff, Ruth, juga melepaskan aset senilai 85 juta dollar AS. Ruth hanya kebagian yang tunai sebesar 2,5 juta dollar AS.

”Madoff tidak akan mendapatkan hukuman kurang dari 20 tahun, dan mungkin malah lebih dari 20 tahun,” ujar man- tan penuntut federal, Willian Devaney. Ternyata ucapannya terbukti, pemimpin Wall Street yang dulu disanjung orang ini harus terpuruk dalam penjara sempit untuk hukuman maksimum atas perbuatan yang dilakukannya.

Para investor sangat menantikan putusan atas Madoff yang menjalani tahanan sejak Maret ini. (AP/AFP/Reuters/joe)

Iran Situasi Politik Kembali Memanas

Mustafa Abd Rahman

Qom-Iran, Kompas - Setelah beberapa hari mereda, Senin (29/6) situasi politik di Iran kembali panas. Aparat keamanan antihuru-hara dan Basij (milisi sukarela loyalis revolusi) dalam jumlah cukup besar tampak berjaga-jaga di berbagai alun-alun di kota Teheran dan Qom.

Aparat keamanan dan Basij secara khusus menjaga ketat alun-alun Enkilab, Azadi, Haf-E-tir, Bahariztan, dan Imam Khomeini di Teheran.

Di kota Qom (sekitar 120 kilometer arah selatan kota Teheran), aparat keamanan dan Basij juga tampak berjaga-jaga di depan kompleks masjid besar atau disebut Haram Fatimi Mahsumah. Meski demikian, situasi kota Qom yang dikenal sebagai kota santri itu terlihat normal.

Semua masjid besar di Iran kini dijaga ketat menyusul kerusuhan pasca-pemilu pada 12 Juni lalu dan aksi serangan bunuh diri di kompleks Mausoleum Imam Khomeini di Teheran pada 2 Juni lalu, yang menewaskan pelaku serangan bunuh diri itu dan melukai dua orang lainnya.

Meski demikian, aparat keamanan dan Basij masih juga kecolongan ketika sekitar 3.000 pendukung Mousavi, Minggu sore lalu, menggelar unjuk rasa di dekat Masjid Quba’ di Teheran Utara. Diberitakan sedikitnya lima pengunjuk rasa mengalami luka-luka setelah bentrok dengan milisi Basij.

Berkerumunnya para pendukung Mousavi di Masjid Quba’ itu adalah dalam rangka memperingati tewasnya Ketua Mahkamah Agung Iran Ayatollah Bahesti bersama 72 anggota parlemen dan pejabat tinggi Iran lainnya dalam sebuah serangan bom bunuh diri di gedung parlemen Iran pada 28 Juni 1981.

Tidak diketahui pasti apakah Mousavi ikut berada di masjid tersebut ketika berkobar aksi unjuk rasa itu. Namun, capres kalah dari kubu reformis yang lain, Mehdi Karroubi, berada di masjid tersebut dan langsung dilarikan dari tempat unjuk rasa itu.

Televisi milik Pemerintah Iran memberitakan, aparat keamanan membebaskan sebagian anggota staf kedutaan Inggris di Teheran yang ditahan Sabtu lalu. Namun, sebagian lain lagi masih ditahan.

Pemerintah Iran menuduh anggota staf kedutaan Inggris itu ikut berperan dalam aksi kerusuhan di Teheran pasca-pemilu presiden tanggal 12 Juni.

Di kota Qom, delegasi parlemen dan Kementerian Dalam Negeri Iran hari Minggu lalu mengadakan rangkaian pertemuan dengan sejumlah mullah (ulama) besar bergelar Ayatollah, untuk meminta pendapat mereka tentang solusi krisis politik di Iran saat ini.

Sejauh ini belum diketahui rekomendasi para mullah itu soal solusi atas krisis politik itu. Para mullah memiliki tradisi tidak memihak di antara pihak-pihak yang bersengketa itu. Mereka biasanya hanya memberi rekomendasi umum.

Reformis pecah

Sementara itu, kubu reformis mulai pecah. Dua capres kalah dari kubu reformis, Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, bersikeras menolak menerima komite khusus yang dibentuk Dewan Garda (Mahkamah Konstitusi).

Dewan Garda hari Jumat lalu memutuskan membentuk komite khusus guna mencari solusi politik untuk mengatasi kemelut politik ini.

Komite khusus itu bertugas menyelidiki pelaksanaan pemilu presiden tanggal 12 Juni lalu serta menghitung ulang 10 persen kotak suara dengan dihadiri para capres atau wakilnya yang memprotes hasil pemilu itu.

Adapun ketua dewan pakar yang juga mantan Presiden Hashemi Rafsanjani cenderung menerima pembentukan komite khusus itu. Rafsanjani meminta agar dilakukan evaluasi secara transparan dan fair terhadap pengaduan dari para capres kalah atas hasil pemilu presiden tanggal 12 Juni lalu.

Rafsanjani selama ini dikenal pendukung kuat Mousavi. Pernyataan Rafsanjani itu yang merupakan pertama kalinya pascapemilu 12 Juni lalu. Selama ini, Rafsanjani lebih memilih diam meskipun ia merupakan tokoh kunci di barisan kubu Mousavi.

Rafsanjani menuduh kerusuhan pascapemilu 12 Juni merupakan konspirasi yang dilakukan elemen-elemen buruk untuk memecah belah rakyat dan institusi negara Islam serta ingin membawa rakyat Iran tidak percaya terhadap institusi negara.

Ia memuji Pemimpin Spiritual Ali Khamenei yang memberi perhatian pada pengaduan para capres yang kalah dan memperpanjang batas akhir pengaduan selama lima hari yang berakhir hari Senin kemarin.

Rafsanjani menyebut, penyelenggaraan pemilu yang benar akan memperkuat solidaritas dan kerja sama serta persaingan bisa berubah menjadi persaudaraan pascapemilu.

”Hendaknya pelaksanaan pemilu yang buruk ini tidak membuat rakyat brutal dan terpecah. Kita harus bekerja mencari solusi dengan semangat solidaritas dan kerja sama dalam upaya mengatasi permasalahan dan hambatan,” kata Rafsanjani.

Ia menyerukan para pendukung capres yang kalah agar tidak melakukan aksi jalanan untuk memprotes hasil pemilu 12 Juni lalu.

Para analis memprediksi, situasi politik di Iran bisa semakin panas menyusul sikap keras Mousavi dan Karroubi yang menolak keberadaan komite khusus hasil bentukan Dewan Garda.

Komite khusus bentukan Dewan Garda itu semula dimaksudkan sebagai jalan tengah di antara tuntutan dua kubu yang sama-sama keras. Mousavi menuntut pemilu presiden diulang, sementara pemerintah yang memutuskan pemilu presiden 12 Juni lalu sebagai pemilu yang sah.

Honduras Sebuah Negeri dengan Dua Pemimpin

Tegucigalpa, Senin - Sebuah kudeta militer memecah Honduras menjadi negara yang dikemudikan dua pemimpin—yang seorang diakui badan-badan dunia serta yang lain didukung oleh Kongres, Mahkamah Agung, dan militer negara itu.

Presiden Manuel Zelaya terbangun hari Minggu (28/6) oleh suara tembakan. Dia digelandang dalam keadaan masih berpiama oleh tentaranya sendiri, dan kemudian diterbangkan ke San Jose, Kosta Rika, sebuah negara yang netral.

Hanya selang beberapa jam kemudian, Kongres menetapkan dan melantik Ketua Kongres Roberto Micheletti sebagai presiden sementara sampai masa jabatan Zelaya berakhir bulan Januari tahun depan. Namun, banyak pemerintah mengatakan masih hanya mengakui Zela- ya sebagai presiden sah Honduras.

Kudeta itu terjadi hanya beberapa jam sebelum dilakukannya sebuah referendum oleh Zelaya dan setelah beberapa hari ketegangan antara presiden itu dengan Kongres dan Mahkamah Agung.

Zelaya menimbulkan kegemparan dengan niatnya untuk mengadakan referendum pada bulan Juni mengenai majelis nasional konstitusional. Dia ingin agar majelis itu mengizinkan presiden dipilih kembali, sedangkan konstitusi Honduras memb atasi presiden pada satu masa jabatan yang lamanya empat tahun.

Para lawan Zelaya mengkhawatirkan dia akan menggunakan hasil referendum itu untuk mencoba dipilih kembali, seperti halnya yang dilakukan Presiden Venezuela Hugo Chavez, yang mengubah konstitusi negaranya agar bisa dipilih kembali berulang kali.

Referendum Zelaya itu dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah Agung Honduras. Zelaya menolak putusan itu dan memecat Romeo Vasquez Velasquez, kepala staf AB, yang menolak membantu melakukan referendum itu. Pemecatan itu dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah Agung dan Kongres, yang juga menyatakan referendum itu ilegal.

Micheletti mengatakan, tentara bertindak menangkap dan menerbangkan Zelaya ke Kosta Rika atas perintah Mahkamah Agung dan penggulingan itu dilakukan untuk mempertahankan ketaatan pada hukum dan prinsip-prinsip demokrasi. Namun, dia mengancam untuk memenjarakan Zelaya dan mengadilinya kalau dia kembali.

Micheletti menolak campur tangan luar dan menyatakan jam malam Minggu dan Senin, sementara Chavez dari Managua menyatakan bahwa ”kami akan menggulingkan (Micheletti).”

Presiden sementara Honduras itu menyerang balik Chavez dengan mengatakan, ”Tak seorang pun, tidak Barack Obama, dan terlebih lagi Hugo Chavez mempunyai hak untuk mengancam negara ini.”

Sebelumnya, Obama mengatakan bahwa dia ”sangat prihatin” mengenai apa yang terjadi di Honduras.

Zelaya, yang kelahiran 20 September 1952 dan merupakan presiden kelima Honduras dari Partai Liberal itu, mengatakan, dia ditangkap tentara dalam sebuah ”kudeta” dan ”penculikan”. ”Saya ingin kembali ke negara saya. Saya Presiden Honduras,” katanya sebelum menuju Managua untuk pertemuan para pemimpin negara- negara Amerika Tengah dan aliansi kiri Chavez yang disebut ALBA.

Di Honduras tidak ada bentrokan serius antara pendukung Zelaya dan pihak keamanan setelah kudeta, dan sebagian besar warga ibu kota memilih tinggal di rumah untuk menghindari kekerasa

Kamis, 25 Juni 2009

Jawa Barat

Tatar Sunda Berubah Wajah
 

Hasil Pemilu Legislatif 9 April 2009 kembali menguak terjadinya perubahan peta politik di Jawa Barat. Wilayah yang sebelumnya dikenal sebagai lumbung suara Partai Golkar dan PDI-P itu kini berlenggang ke Partai Demokrat. Dwi Erianto

Perubahan politik di Provinsi Jabar terekam dalam perjalanan pemilu pertama hingga Pemilu 2009. Saat pemilu pertama digelar tahun 1955, Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) meraih suara terbanyak. Pada Pemilu 1971 hingga 1997, Golkar sebagai partai yang berpatron dengan pemerintah berhasil mendominasi perolehan suara di provinsi ini.

Namun, saat pemilu pertama era reformasi tahun 1999, pilihan politik masyarakat kembali berubah, PDI Perjuangan (PDI-P) kali ini meraih suara terbanyak. Kemenangan PDI-P tak bertahan lama. Lima tahun kemudian, Golkar kembali menguasai perolehan suara dan menjadikan Jabar sebagai penyumbang suara Golkar terbesar tingkat nasional.

Komposisi pemenang Pemilu 2009 kembali menunjukkan perubahan peta politik Jabar. Daya tarik Partai Demokrat rupanya berhasil menggusur dominasi Golkar. Partai itu mampu menguasai seperempat bagian suara dari total pemilih di Jabar, atau menaikkan suaranya tiga kali lipat dibandingkan dengan Pemilu 2004. Perolehan tersebut juga diikuti melonjaknya calon legislatif dari Demokrat. Apabila sebelumnya hanya sembilan kursi yang dikirim ke Senayan, saat ini melonjak hingga 28 kursi DPR.

Apa yang menyebabkan perubahan dalam pilihan politik masyarakat bisa jadi tak lepas dari sikap pilihan yang dalam bahasa daerah disebut ”siger tengah”, yang berarti memosisikan diri berada di tengah atau tidak ekstrem. Dalam tataran politik praktis, ”siger tengah” acapkali terwujud dalam bentuk dukungan kepada partai yang identik dengan pemerintahan. Dalam hal ini, Demokrat agaknya diposisikan sama dengan Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga kepala pemerintahan negeri ini. Kepada sosok yang melekat dengan partai itulah dukungan diberikan.

Meroketnya dukungan kepada Demokrat tak pelak menggerogoti suara Golkar. Pada Pemilu 2009, suara Golkar tergerus hampir separuhnya, yakni tinggal 14,3 persen. Tidak hanya itu, sebagian wilayah penguasaannya pun direbut PDI-P.

Adapun dari sisi perolehan suara PDI-P, memang pada pemilu saat ini tidak sebanyak pemilu sebelumnya, tetapi dari sisi penguasaan wilayah sebenarnya justru terjadi penambahan. Partai ini tidak hanya mampu mempertahankan basis konstituennya di wilayah pantai utara Jabar, tetapi mampu merebut daerah baru yang sebelumnya dikuasai Golkar, yakni Kabupaten Sumedang dan Kuningan.

Bagi partai lain, semacam PKS, perolehan suara mereka dalam pemilu kali ini relatif stabil. Namun, partai ini kehilangan Kota Bandung, Bekasi, dan Depok yang dikuasainya pada Pemilu 2004. Menjadi agak ironis tampaknya mengingat pada ajang pemilihan gubernur Jabar lalu partai ini mampu mengusung kandidatnya tampil menjadi pemenang.

Perubahan peta politik di Jabar dengan sendirinya mengubah pula sosok wakil rakyat yang terpilih. Tidak kurang dari dua pertiga wakil rakyat di Senayan merupakan sosok baru. Yang menarik, Jabar tergolong yang banyak menyumbangkan wakil rakyat dari kalangan artis. Dari 15 anggota DPR terpilih yang berlatar belakang artis, 8 orang di antaranya tercatat dari Jabar. Menurut Antropolog Universitas Padjadjaran, Kusnaka Adimihardja, terpilihnya caleg selebriti tak bisa lepas kultur Sunda yang menyukai figur pemimpin yang populer, disegani, berpenampilan gaya dan modis. Kultur itu agaknya bisa menjelaskan mengapa wajah baru dari caleg kalangan selebriti banyak terpilih di Jabar.

Di sisi lain, di Jabar juga menampilkan berbagai kejutan dengan komposisi perolehan suara yang ”jomplang”. Provinsi dengan jumlah pemilih 16.297.935 orang ini meloloskan R Adjeng Ratna Suminar sebagai peraih suara tertinggi di Jabar, yang meraih 67 persen suara dari batas bilangan pembagi pemilih (BPP). Namun, ada pula yang lolos ke Senayan dengan suara relatif kecil, yaitu Otong Abdurahman dari PKB, yang meraih meraih 7.133 suara (5 persen BPP). Sementara pemandangan lain pada kursi DPD menunjukkan, Ginandjar Kartasasmita meraih dukungan 3.031.471, yang sekaligus merupakan dukungan tertinggi dari seluruh nama yang bertarung dalam Pemilu 2009 ini.(Dwi Erianto/Litbang Kompas)

Rabu, 24 Juni 2009

Iran Akan "Beri Pelajaran" Parlemen Siapkan Pelantikan Presiden

Teheran, Selasa - Otoritas Iran bersikap makin keras kepada pemrotes. Setelah pasukan elite Garda Revolusi mengancam untuk bertindak keras terhadap pemrotes, otoritas Iran, Selasa (23/6), menyatakan akan ”memberi pelajaran” kepada para pemrotes yang ditangkap.

”Mereka yang ditangkap akan diperlakukan dengan cara yang bisa memberi mereka pelajaran,” kata seorang pejabat senior pengadilan, Ebrahim Raisi, seperti dikutip kantor berita resmi Iran, IRNA. Tak dijelaskan detail mengenai pernyataan itu.

Raisi mengatakan, sebuah pengadilan khusus tengah mempelajari kasus para pemrotes yang ditangkap. Hingga kemarin, lebih dari 450 orang telah ditangkap karena keikutsertaan mereka dalam aksi protes menentang hasil pemilu presiden yang dimenangi Presiden Mahmoud Ahmadinejad secara mutlak.

Kemarin, polisi antihuru-hara dikerahkan di beberapa alun-alun utama di Teheran. Hingga tengah hari, tidak ada tanda-tanda pemrotes berkumpul di tempat itu.

Hari Senin malam juga berlalu dengan tenang tanpa ada kerusuhan. Sebelumnya, sekitar 1.000 pemrotes yang berkumpul di Alun-alun Haft-e Tir dan mengabaikan larangan protes dihalau polisi antihuru-hara dan milisi Basij.

Sekelompok mahasiswa yang berencana menggelar protes di depan Kedutaan Besar Inggris di Teheran membatalkan aksi mereka karena tidak mendapat izin dari otoritas.

Tidak menyerah dengan peringatan otoritas Iran, salah seorang kandidat presiden yang kalah, Mehdi Karoubi, menyerukan agar para pendukung reformis mengadakan upacara berkabung bagi para korban tewas pada Kamis besok. Sebanyak 17 orang tewas dalam aksi protes selama lebih dari sepekan ini.

Tak ada pembatalan

Kubu reformis menuding terjadinya kecurangan massal dalam pemilu dan menuntut pembatalan hasil pemilu. Namun, Dewan Garda, badan paling berkuasa di Iran, Selasa, kembali menegaskan tidak akan ada pembatalan hasil pemilu.

”Pada pemilu presiden kali ini, kami tidak menemukan kecurangan atau pelanggaran besar. Oleh karena itu, tidak ada kemungkinan pembatalan (hasil pemilu),” kata juru bicara Dewan Garda, Abbasali Kadkhodai, seperti dikutip stasiun televisi milik pemerintah Iran, Press TV.

Sehari sebelumnya, Dewan Garda mengakui adanya jumlah suara yang melebihi jumlah pemilih terdaftar di 50 daerah pemilihan. Akan tetapi, hal itu dinilai tidak memengaruhi hasil pemilu.

Parlemen Iran menyatakan tengah mempersiapkan pemerintahan baru. ”Dewan Ketua Parlemen menyiapkan waktu pada 26 Juli hingga 19 Agustus untuk pengambilan sumpah presiden dan penyusunan kabinet baru,” sebut laporan IRNA.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon kemarin menyerukan agar penggunaan kekerasan terhadap pemrotes segera dihentikan. Dia juga meminta agar Iran menghormati hak sipil untuk mengadakan protes. Iran langsung mengecam pernyataan Ban dan menyebut dia mencampuri urusan dalam negeri Iran.

Sebagai bentuk dukungan bagi Iran, Rusia menyatakan tetap menghormati hasil pemilu yang telah diputuskan. China, Venezuela, dan sejumlah negara berkembang juga cenderung mendukung hasil pemilu Iran.

Sebanyak 27 negara anggota Uni Eropa menolak tudingan Iran bahwa mereka telah mencampuri urusan dalam negeri Iran. Sejak protes pecah, Iran gencar menuding Barat mendukung protes itu.

Protes menentang hasil pemilu terjadi dengan latar belakang perselisihan antara Iran dan Barat tentang program nuklir Iran. Pihak Barat mencurii Iran memproduksi senjata nuklir. Tudingan tersebut dibantah Iran yang menyatakan bahwa program nuklir tersebut adalah untuk tujuan damai.(ap/afp/reuters/fro)

Selasa, 23 Juni 2009

Mousavi Serukan Protes Berlanjut

teheran, senin - Kandidat presiden Iran yang kalah, Mir Hossein Mousavi, tidak mau menyerah dan menyerukan kepada pendukungnya untuk meneruskan protes menentang hasil pemilu secara damai. Hingga Senin (22/6), otoritas Iran telah menangkap 457 pemrotes.

”Negara ini milik kalian. Memprotes kebohongan dan kecurangan adalah hak kalian,” ujar Mousavi. Pernyataan Mousavi itu menentang seruan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei yang telah meminta agar protes di jalan-jalan dihentikan.

Di situs pribadinya, Mousavi juga meminta agar pendukungnya menyalakan lampu kendaraan di siang hari sebagai bentuk protes. Kubu reformis pendukung Mousavi tampaknya tengah menyusun strategi untuk meneruskan momentum protes tanpa membahayakan pendukungnya.

Hal itu dilakukan menyusul kekerasan yang dilakukan aparat keamanan dalam menghadapi pemrotes sehingga menyebabkan total 17 orang tewas. Mousavi meminta polisi dan milisi menahan diri dalam menghadapi protes supaya tidak lagi jatuh korban jiwa.

Kemarin jalan-jalan di Teheran tampak sunyi, tetapi tegang. Stasiun radio milik pemerintah melaporkan, situasi Teheran tenang untuk pertama kali sejak pemilu presiden pada 12 Juni. Saksi mata menuturkan, 1.000 orang kembali berkumpul di pusat kota Teheran, Senin, dan langsung dibubarkan dengan gas air mata.

Sebuah video yang menayangkan gambar seorang perempuan tergeletak tewas berlumuran darah telah beredar ke seluruh dunia melalui internet dan menjadi simbol demonstrasi Iran di dunia maya. Perempuan bernama Neda itu tewas saat ikut aksi protes pro-Mousavi bersama ayahnya dan ribuan pemrotes lainnya, Sabtu pekan lalu.

Stasiun televisi milik pemerintah, Press TV, mengutip Kantor Jaksa Agung, menyebutkan, ”sejumlah pengacau yang tidak dikenal” menembaki pemrotes dan menewaskan beberapa di antaranya pada protes hari Sabtu.

Tidak berpengaruh

Kemarin, Dewan Garda, badan yang paling berkuasa di Iran, menyatakan telah menemukan ketidakberesan yang terjadi di 50 daerah pemilihan dari total 336 daerah pemilihan. Akan tetapi, Dewan Garda menegaskan, temuan itu tidak akan memengaruhi kemenangan Presiden Mahmoud Ahmadinejad dalam pemilu presiden.

Juru bicara Dewan Garda, Abbas Ali Kadkhodaei, mengatakan, pemeriksaan Dewan Garda menemukan bahwa suara yang diberikan di 50 daerah pemilihan lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan jumlah pemilih terdaftar. Para kandidat yang kalah mengatakan, kecurangan semacam itu terjadi di 170 daerah pemilihan.

”Hal itu tidak memengaruhi hasil pemilu,” kata Kadkhodaei. Presiden Ahmadinejad memenangi pemilu presiden dengan perolehan 63 persen suara, sedangkan Mousavi di urutan kedua dengan 34 persen suara.

Pengakuan Dewan Garda tentang adanya kecurangan dalam pemilu tampaknya tidak akan meredakan pemrotes yang menuding terjadinya kecurangan massal dan sistemis. Mantan Presiden Mohammad Khatami yang pro-Mousavi mengatakan, membawa gugatan kepada Dewan Garda bukanlah solusi.

Pemerintah Iran terus menuding Barat campur tangan terhadap urusan dalam negeri mereka. Ahmadinejad, Minggu, secara terbuka mengatakan kepada Amerika Serikat dan Inggris agar berhenti mengintervensi Iran. ”Dengan membuat komentar kasar, kalian tidak akan punya tempat dalam lingkaran teman bangsa Iran. Saya minta kalian untuk mengoreksi posisi ikut campur kalian,” kata Ahmadinejad. (ap/afp/reuters/fro)

Minggu, 21 Juni 2009

Revolusi Iran dan Sirkulasi Konflik Elite

Mustafa Abd Rahman

Suksesnya revolusi Iran tahun 1979, yang mengakhiri sistem monarki di bawah kepemimpinan Shah Iran, bukan berarti lalu tercipta sebuah Madinat Al Fadilah atau negeri ideal nan aman sentosa versi filosof Al Farabi di Iran.

Iran pascarevolusi tak ubahnya negeri-negeri lain yang penuh dinamika dan bahkan intrik-intrik yang sering memakan anak revolusi itu sendiri.

Jika menilik gejolak politik di Iran pascapemilu presiden hari Jumat (12/6) pekan lalu, sesungguhnya sudah merupakan sirkulasi gejolak yang terus berputar sejak awal masa revolusi.

Gejolak politik di Iran yang cukup kuat pada pascarevolusi itu adalah sebuah keniscayaan akibat negara yang dibangun di atas fondasi revolusi itu diusung oleh koalisi pelangi dengan ideologi yang bertentangan dan tentunya sangat rawan konflik.

Revolusi Iran dipapah ramai-ramai oleh koalisi spontanitas yang terdiri dari kaum intelektual berbasis Islam nasionalis, kaum sekuler nasionalis, kaum Mullah (ulama), kaum Bazari (pedagang) dan bahkan kelompok kiri (Marxis). Mereka dipersatukan oleh musuh bersama, Shah Iran Reza Pahlevi.

Ketika Ayatollah Imam Khomeini hidup di pengasingan di Paris, ia dikelilingi penasihat politiknya yang sebagian besar dari kaum intelektual Islam nasionalis, seperti Abul Hassan Bani Sadr (presiden pertama Iran 1980), Mehdi Bazargan (perdana menteri pertama Iran), Ebrahim Yazdi (menlu pertama Iran), Mustafa Chamran (menhan pertama Iran), dan Sadiq Qutbzadeh (direktur radio dan televisi pertama Iran).

Rumor pun saat itu muncul bahwa arsitek dan aktor intelektual revolusi Iran adalah kaum intelektual Islam nasionalis, sedangkan kaum Mullah dan Bazari adalah penggerak dan penyandang dana massa di lapangan.

Tidak heran jika Ayatollah Imam Khomeini memberikan kepercayaan kepada kaum intelektual itu untuk menduduki semua jabatan penting pemerintahan pascaberhasilnya revolusi.

Mulai retak

Elemen-elemen pendukung revolusi mulai retak ketika sekelompok mahasiswa radikal yang didukung kaum Mullah menduduki gedung Kedutaan AS di Teheran dan menyandera para diplomatnya pada November 1979.

Mehdi Bazargan, yang menjabat kepala pemerintahan transisi pascarevolusi, mengkritik aksi penyanderaan diplomat AS itu. Konflik pun tidak bisa dihindari antara Bazargan dan kaum Mullah. Bazargan akhirnya mengundurkan diri dari jabatan sebagai kepala pemerintahan.

Itulah konflik pertama antara elemen pendukung revolusi.

Pascamundurnya Bazargan, pemerintahan diambil alih Dewan Revolusi yang didominasi kaum Mullah.

Pada Januari 1980, Iran menggelar pemilu presiden pertama dan Abul Hassan Bani Sadr menang dalam pemilu itu. Bani Sadr berasal dari kaum intelektual Islam nasionalis. Pada Maret 1980, Iran mengadakan pemilu legislatif pertama dan Partai Republik Islam (IRP) menang secara mutlak.

Bani Sadr saat itu meminta wewenang menunjuk perdana menteri (PM) dan kabinet. Namun, IRP yang didominasi kaum Mullah berusaha sedemikian rupa mereduksi kekuasaan Bani Sadr sebagai presiden.

Bani Sadr tak berdaya ketika IRP memaksanya menerima Muhammad Ali Raja’i sebagai PM. Namun, Bani Sadr menolak kompromi dengan IRP soal penunjukan anggota kabinet. Konflik Bani Sadr dan IRP pun tidak bisa dicegah. Bani Sadr akhirnya tak berdaya pula melawan IRP.

Pada 22 Juni 1981, Ayatollah Imam Khomeini atas rekomendasi IRP memecat Bani Sadr sebagai presiden dengan tuduhan berkhianat. Bani Sadr kemudian lari ke Paris.

Itulah konflik kedua antara elemen pendukung revolusi.

Sejak itu, pentas politik Iran dikuasai penuh kaum Mullah. Namun di luar dugaan pada awal tahun 1986, justru kubu kaum Mullah mulai retak, yakni antara Ayatollah Imam Khomeini sendiri dan deputi utamanya, Ayatollah Montazeri.

Pasalnya, Ayatollah Montazeri saat itu terlalu berani mengemukakan ide-ide kritisnya seperti ide amandemen konstitusi yang lebih membatasi kekuasaan absolut pemimpin spiritual atau pemimpin revolusi.

Ayatollah Imam Khomeini lalu memecat Ayatollah Montazeri sebagai deputinya, padahal Ayatollah Montazeri saat itu merupakan kandidat kuat Imam Khomeini.

Itulah konflik ketiga antara elemen pendukung revolusi.

Pada awal tahun 1990-an, mulai mengemuka cukup kuat gerakan reformis yang menyuarakan supremasi hukum dan kehidupan yang lebih demokratis di Iran. Gerakan reformis didukung kelompok Islam kiri, sisa-sisa kaum Islam nasionalis, dan mahasiswa.

Wacana politik

Wacana politik kaum reformis itu tak jauh berbeda dari wacana politik kaum Islam nasionalis pada awal tahun 1980-an. Kelompok Islam kiri sebenarnya berkolaborasi dengan kaum Mullah melawan kaum Islam nasionalis pada awal tahun 1980-an.

Namun belakangan pada tahun 1990-an, kelompok Islam kiri menggalang gerakan reformis melawan hegemoni kaum Mullah. Hal itu merupakan perpecahan keempat antara elemen pendukung revolusi.

Tak pelak lagi, diskursus politik di Iran pada tahun 1990-an diwarnai pertarungan antara kaum reformis dan kubu konservatif pro status quo.

Pertarungan itu mencapai puncaknya dalam persaingan pemilu presiden tahun 1997, yang dimenangi capres dari kubu reformis, Muhammad Khatami. Khatami dan capres Mir Hossein Mousavi dikenal sebagai pentolan Islam kiri yang menjadi motor gerakan reformis.

Akan tetapi, Khatami selama dua periode menjabat presiden, 1997-2001 dan 2001-2005, tampak tak berdaya dan gagal menjalankan program reformasinya karena mendapat hambatan dan tantangan dari kubu konservatif yang berintikan dari Pemimpin Spiritual Ali Khamenei, lembaga yudikatif, dan pengawal revolusi. Hal itu membuat para pendukung Khatami, khususnya para mahasiswa, kecewa berat.

Karena itu, pada pertengahan Juni 2003, mahasiswa kembali menggelar unjuk rasa di Teheran dan kota besar lainnya, memprotes sistem Wilayat al Fakih.

Pada pemilu presiden 2005, capres Mahmoud Ahmadinejad yang kurang dikenal saat itu secara mengejutkan mengalahkan capres gaek dan sangat populer, mantan presiden Hashemi Rafsanjani. Kemenangan Ahmadinejad saat itu diduga kuat tidak terlepas dari andil dukungan pendukung Khatami, termasuk mahasiswa.

Penampilan Ahmadinejad, yang sederhana dengan jargon politiknya yang antielite dan antikorupsi, memesona masyarakat luas di Iran, termasuk kubu reformis.

Namun, dalam perjalanan jabatannya, Ahmadinejad ternyata terlalu terkooptasi Pemimpin Spiritual Ali Khamenei dan kubu konservatif sehingga arah Iran semakin kanan dan bahkan radikal. Hal itu membawa kekecewaan para pendukung Ahmadinejad yang berasal dari elemen kubu reformis.

Itulah yang mendorong kubu reformis mengusung mantan PM Mir Hossein Mousavi menjadi capres melawan Ahmadinejad dalam pilpres hari Jumat (12/6) pekan lalu. Pertarungan dalam pilpres kali ini sesungguhnya merupakan perpanjangan dari pertarungan kubu reformis-konservatif pada tahun 1990-an.

Uniknya, dalam barisan pendukung Mousavi, kini terdapat mantan Presiden Rafsanjani dan ketua parlemen Ali Rijaie yang selama ini keduanya dikenal sebagai pentolan kubu kaum Mullah.

Diduga kuat Rafsanjani bergabung dengan kubu Mousavi karena sakit hati dengan Ahmadinejad yang mengalahkannya pada pilpres 2005. Selain itu, Ahmadinejad terakhir ini getol menuduh Rafsanjani dan keluarganya sebagai korup.

Sedangkan Ali Rijaie yang juga berambisi menjadi presiden merasa kalah bersaing dengan Ahmadinejad dalam perekrutan capres dari kubu konservatif.

Jadi, dalam kubu Mousavi terbentuk koalisi pelangi dengan motif yang berbeda-beda dan mereka dipersatukan oleh musuh bersama, Ahmadinejad.

Hal itu yang juga membuat Rafsanjani kini dalam posisi berseberangan dengan Pemimpin Spiritual Ali Khamenei, karena Khamenei cenderung mendukung dan membela Ahmadinejad.

Mousavi dengan koalisi pelanginya kini merasa percaya diri. Itulah yang mendorong Mousavi memprotes keras hasil pemilu dan menyerukan para pendukungnya terus menggelar unjuk rasa.

Sirkulasi gejolak politik di Iran yang bergulir sejak awal masa revolusi itu, baru akan terhenti, baik secara permanen atau setidaknya dalam waktu cukup panjang, bila para elite Iran mau melakukan koreksi dan menyepakati format baru tata kelola negara yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman, setelah revolusi Iran berusia 30 tahun itu.

IRAN

Demo Masih Berkecamuk 

Dewan Garda Iran Tawarkan Hitung Ulang Sebagian Suara


Teheran, Sabtu - Badan legislatif tertinggi Iran, Dewan Garda, Sabtu (20/6), mengatakan, pihaknya siap melakukan penghitungan kembali 10 persen kotak suara meskipun secara hukum sebenarnya tidak ada kewajiban secara legal bagi mereka untuk melakukannya.

”Meski Dewan Garda secara hukum tak ada kewajiban untuk melakukannya, kami toh siap menghitung kembali 10 persen kotak suara secara acak dengan disaksikan oleh perwakilan tiga pihak kandidat yang kalah,” ujar juru bicara dari ke-12 anggota dewan legislatif tertinggi Iran itu, Sabtu siang.

Dewan Garda juga mengundang pihak kandidat yang kalah, mantan Ketua Parlemen Iran Mehdi Karroubi, mantan Perdana Menteri Mir Hossein Mousavi, serta mantan Ketua Garda Revolusioner Mohsen Rezaie, untuk menghadiri penghitungan suara ulang itu. Namun, hanya Mohsen Rezaie yang hadir.

Pada petang harinya sekitar 3.000 pengunjuk rasa masih juga berani berdemonstrasi di Teheran meski hari Jumat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sudah memperingatkan dalam khotbahnya bahwa aksi-aksi demo harus dihentikan. Mulai saat itu, aksi unjuk rasa yang memprotes hasil pemilu dianggap melawan hukum dan pelakunya akan ditindak tegas.

Di tengah tindak pelarangan liputan bagi media asing terhadap aksi-aksi demo di Iran oleh penguasa, sejumlah saksi melaporkan terjadi bentrokan keras di Lapangan Revolusi di Teheran setelah sekitar 3.000 demonstran meneriakkan yel-yel ”Mati untuk diktator” atau ”Mati untuk kediktatoran”. Maka, polisi pun merespons yel-yel tersebut dengan semprotan gas air mata dan meriam air.

Sebuah siaran televisi berbahasa Inggris milik Pemerintah Iran bahkan mengabarkan adanya ledakan di tempat makam pemimpin revolusi Iran, Ayatollah Rohullah Khomeini, di Teheran yang menewaskan setidaknya satu orang dan mencederai dua orang. Namun, laporan ini tidak bisa dikonfirmasi lantaran adanya larangan pemberitaan independen di Iran saat ini.

Menurut sejumlah saksi mata yang dihubungi kantor berita Associated Press, ribuan polisi dan anggota milisi yang berpakaian preman bermunculan di jalanan di Iran, Sabtu, guna mencegah terjadinya aksi unjuk rasa. Kendaraan-kendaraan pemadam kebakaran ditempatkan di Lapangan Revolusi dan pasukan polisi antihuru-hara mengepung Universitas Teheran, tempat terjadinya bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan.

Situs web yang dikelola para pendukung pemimpin oposisi, Mir Hossein Mousavi, mengungkapkan, mereka berencana mem- posting sebuah pesan penting. Namun, tidak diungkapkan kapan pesan itu akan dikirimkan.

Sebelumnya, Ketua Polisi Provinsi Teheran mengatakan, ”Pasukan polisi akan membekuk setiap bentuk protes apa pun yang digalang oleh sejumlah pihak tertentu.”

Ketua Partai Etemad-e Melli, Mehdi Karroubi, yang juga kandidat presiden Iran yang kalah, mengatakan, sedianya direncanakan aksi unjuk rasa pada pukul 16.00 waktu setempat di tengah kota Teheran, tetapi kemudian dibatalkan karena tak mendapatkan izin.

Kandidat lainnya yang kalah, Mir Hossein Mousavi—yang pendukungnya melakukan aksi unjuk rasa luas di berbagai penjuru negeri pada beberapa hari terakhir ini—mengatakan, pihaknya telah meminta dibatalkannya hasil pemilihan.

Aksi unjuk rasa memprotes hasil pemilu presiden di sejumlah tempat di Iran belakangan ini merupakan aksi demo meluas terbesar sejak Revolusi Islam Iran tahun 1979. (AP/Reuters/sha)

Sabtu, 20 Juni 2009

Hiruk-pikuk Demokrasi di Iran

Oleh Zuhairi Misrawi

 Kemenangan Mahmoud Ahmadinejad dalam pemilu presiden yang baru saja digelar tidak berlangsung mulus. Pasalnya, Mir Hossein Mousavi, calon presiden dari kalangan reformis, menggugat hasil pemilu. Ia menganggap ada kecurangan yang disengaja dilakukan oleh pihak Ahmadinejad, khususnya Kementerian Dalam Negeri yang diduga melakukan rekayasa untuk memenangkan sang presiden petahana (incumbent). 

Setidaknya ada dua analisis yang berkembang seputar pemilu di Iran. Pertama, mereka yang menganggap Ahmadinejad layak memenangi pemilu karena ia didukung oleh kalangan akar rumput, khususnya kalangan konservatif. Sehari setelah dinyatakan sebagai pemenang, pendukung Ahmadinejad memadati kota Teheran. Siapa pun yang melihat parade massa tersebut, maka Ahmadinejad memang mendapatkan dukungan yang luas dari masyarakat Iran, terutama kalangan akar rumput. Ia adalah simbolisasi pemerintahan yang bersih, yang membedakan dari kubu reformis yang dituding telah melakukan korupsi.

 

Kedua, mereka yang menganggap adanya kecurangan sistemik yang dilakukan oleh kubu Ahmadinejad. Faktanya, sejumlah wilayah yang dipastikan merupakan pemilih kubu reformis justru dimenangi oleh kubu konservatif. Belum lagi dua jam setelah pemilu, pihak pelaksana pemilu sudah mengumumkan 40 juta suara untuk pihak Ahmadinejad.

Tentu hasil tersebut mengejutkan kubu reformis dan tercium adanya aroma kecurangan yang dilakukan oleh kubu lawan. Di samping itu, pihak reformis mempunyai data tandingan yang membuktikan pihaknya memenangi pemilu.

Atas dasar ini, kubu reformis melakukan protes di jalanan kota Teheran. Meskipun mereka dilarang oleh pemerintah yang sedang berkuasa, sejumlah media komunikasi seperti SMS, Facebook, situs, dan Youtube diberangus, tetapi pihak reformis tidak berdiam diri. Mereka justru melakukan demonstrasi tandingan yang bersifat masif di jantung kota Teheran.

Pemandangan tersebut menunjukkan kontestasi antara mereka yang mendukung kontinuitas kepemimpinan Ahmadinejad dan mereka yang menginginkan perubahan. Dua kubu, yaitu konservatif dan reformis, sama-sama mempunyai massa pendukung yang relatif luas.

Demokrasi

Terlepas dari siapa yang memenangi pemilu di negeri yang dikenal dengan paham Syiah-nya itu, satu hal yang patut dicermati, demokrasi berlangsung setengah hati. Di satu sisi, demokrasi mulai akrab di tengah-tengah masyarakat Iran. Tetapi, di sisi lain, proses demokrasi tidak berlangsung secara terbuka, jujur, adil, dan rahasia.

Thomas L Friedman (2009) memandang bahwa demokrasi masih belum banyak berubah di kawasan Timur Tengah dan Iran. Memang publik mulai menggunakan media komunikasi modern, seperti e-mail, telepon seluler, Facebook, Twitter, dan Youtube, untuk menggalang dukungan dan mengampanyekan visi-misi politiknya. Namun, hal tersebut tidak mendapatkan perhatian dari pihak yang berkuasa. Mereka justru melakukan pemberangusan, yang menyebabkan tersumbatnya kanal-kanal dialog dan kontestasi di antara pihak-pihak yang sedang bersaing dalam pesta demokrasi.

Dalam hal ini, seperti yang dikritik oleh Abdurrahman al-Kawakibi (2003), bahwa aral bagi kemajuan sebuah peradaban bangsa adalah kediktatoran, baik kediktatoran politik maupun kediktatoran agama. Keduanya merupakan masalah serius yang menyebabkan lahirnya keterpurukan dan kejatuhan sebuah peradaban. Siapa pun yang hendak menginginkan fajar kemajuan hendaklah kediktatoran dienyahkan dari muka bumi.

Pandangan Al-Kawakibi tersebut masih terasa relevan untuk melihat sejauh mana demokrasi mengalami jatuh bangun. Ia hadir sebagai sebuah realitas yang tak terbendung. Namun, kepemimpinan yang diktatorial kerap kali menjadi penghambat demokrasi sebagai manifestasi kehendak rakyat untuk menuntut perubahan yang akan memihak kepentingan mereka.

Pemilu di Iran secara implisit membuktikan betapa demokrasi yang tidak dilangsungkan secara transparan, jujur, dan adil akan menyebabkan petaka bagi warganya karena kontestasi akan berubah menjadi konfrontasi dan anarki. Apa yang terjadi di Iran pascapemilu membuktikan betapa aparat keamanan yang semestinya melindungi warga justru mencederai dan menangkap mereka yang tidak puas dengan hasil pemilu.

Tentu sikap kubu Ahmadinejad yang represif tersebut menimbulkan tanda-tanya banyak pihak soal pemilu yang baru saja berlangsung. Sebab, jika pihaknya melakukan pemilu yang benar-benar jujur dan adil, tidak semestinya dilakukan tindakan represif terhadap lawan-lawan politiknya. Alih-alih ingin meredam pihak lawan, Ahmadinejad justru menganggap sikap kalangan reformis laksana mereka yang kecewa terhadap kekalahan dalam pertandingan sepak bola.

Pada saat-saat protes berlangsung masif, sejatinya pihak Ahmadinejad dapat membuktikan kepada publik yang menentangnya perihal pemilu yang dilangsungkan sesuai dengan rambu-rambu yang telah digariskan dalam undang-undang.

Pelajaran
Pemilu di Iran telah memberikan pelajaran yang amat berarti—termasuk bagi kita di Indonesia—bahwa jika demokrasi hanya dimaknai sebagai ”pesta” dan ”hiruk-pikuk” tanpa ada keterbukaan, keadilan, dan kejujuran, akan dilahirkan anarki. Demokrasi akan berubah dari esensinya sebagai konsensus menjadi ketidakpuasan yang menyebabkan instabilitas.

Tentu dalam beberapa hari ke depan pihak Ahmadinejad sedang diuji oleh pengadilan tinggi perihal pemilu yang baru saja berlangsung. Jika ditemukan ada kecurangan, sebagaimana dituduhkan kalangan reformis, ini akan menjadi preseden buruk bagi masa depan demokrasi. Sebaliknya, jika tuduhan tersebut tidak terbukti, ia akan menjadi pemimpin yang benar-benar mendapatkan mandat dari publik meskipun jalan ke depan masih sangat terjal dan suram.

Zuhairi Misrawi Ketua Moderate Muslim Society 

Rabu, 17 Juni 2009

Dewan Garda Siap Ulang Penghitungan Suara

Teheran, Selasa - Dewan Garda, badan yang paling berkuasa atas segala bidang di Iran, Selasa (16/6), menyatakan siap menghitung ulang perolehan suara pemilu presiden. Akan tetapi, Dewan Garda tidak akan menganulir hasil pemilu yang diperdebatkan.

”Jika Dewan Garda sampai pada kesimpulan bahwa ada pelanggaran, seperti pembelian suara atau penggunaan kartu identitas palsu, kami akan memerintahkan penghitungan ulang,” kata Abbas Ali Kadkhodai, juru bicara Dewan Garda, kepada kantor berita IRNA.

”Ada kemungkinan terjadi beberapa perubahan dalam perolehan suara setelah penghitungan ulang. Berdasarkan hukum, tuntutan para kandidat untuk membatalkan hasil pemilu tidak bisa dipertimbangkan,” kata Kadkhodai.

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dinyatakan menang pada pemilu presiden Jumat lalu. Ia memperoleh 24,5 juta atau 63 persen suara.

Pendukung kandidat yang kalah dari kubu reformis, Mir Hossein Mousavi, menuding telah terjadi kecurangan dan mengajukan gugatan secara resmi kepada Dewan Garda. Mousavi memperoleh 13,2 juta atau 34 persen suara.

Mereka turun ke jalan di Teheran dan melakukan protes sejak Sabtu lalu. Kemarin mereka berencana kembali menggelar protes besar-besaran di Alun-alun Vali-ye Asr. Mousavi menyerukan agar para pendukung tidak turun ke jalan demi menghindari jatuhnya korban jiwa dan mencegah terjadinya konfrontasi dengan pendukung Ahmadinejad.

Peringatan disampaikan karena sehari sebelumnya tujuh orang tewas dalam bentrokan antara pendukung Mousavi dan aparat keamanan, Senin.

Meski demikian, ratusan ribu pendukung Mousavi tetap turun ke jalan kendati otoritas melarang protes itu. Kerumunan massa yang mencoba merangsek ke gedung milisi Basij yang loyal kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dihujani tembakan.

Stasiun radio milik pemerintah melaporkan, tujuh orang tewas saat kerumunan menyerang dan merusak gedung pemerintah ketika unjuk rasa berakhir. ”Sebuah pos militer diserang dengan maksud menjarah persenjataan. Sayangnya, tujuh warga tewas dan beberapa orang terluka,” sebut laporan itu.

Aksi protes menentang hasil pemilu tidak hanya pecah di Teheran, tetapi juga di sejumlah tempat di Iran, seperti Mashhad, Isfahan, dan Shiraz. Sekitar 100 pemrotes di Shiraz ditangkap. Di Mashhad, pendukung Mousavi berencana menggelar protes di dua jalan utama kota, tetapi mereka tidak muncul karena semakin banyak polisi antihuru-hara dikerahkan.

Para pendukung Ahmadinejad menyerukan digelarnya aksi protes di lokasi yang sama tempat pendukung Mousavi akan mengadakan protes. Tayangan di stasiun televisi pemerintah menunjukkan, ribuan pendukung Ahmadinejad yang melambai-lambaikan bendera Iran berkumpul di Alun-alun Vali-ye Asr sebelum pendukung Mousavi muncul.

Rusia dan China memberikan selamat kepada Ahmadinejad atas kemenangannya dalam pemilu presiden.

Ahmadinejad tengah berada di Rusia untuk pertemuan puncak Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO). Iran memperoleh status pengamat dalam SCO, yang anggotanya terdiri atas Rusia, China, Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, dan Kirgistan.

Dorong protes damai

Ulama senior Iran, Ayatollah Hossein Ali Montazeri, menyerukan agar kaum muda di Iran melanjutkan unjuk rasa damai. ”Semua orang, terutama kaum muda, diminta untuk meneruskan tuntutan mereka dengan kesabaran dan menahan diri,” ujarnya.

Ketua Parlemen Iran Ali Larijani mengecam serangan terhadap mahasiswa yang dilakukan milisi dan aparat keamanan. Salah seorang aktivis mahasiswa mengatakan, empat mahasiswa tewas dalam serangan di asrama mereka, Minggu malam.

”Apa artinya jika tengah malam mahasiswa diserang di asrama mereka?” kata Larijani. Sekitar 800 mahasiswa melakukan protes atas serangan di asrama mereka dan dugaan kecurangan pemilu dengan menduduki pintu gerbang kampus mereka, Selasa.

Larijani, seorang konservatif yang kritis terhadap Ahmadinejad pada masa lalu, juga menyalahkan Kementerian Dalam Negeri atas serangan yang menimpa para mahasiswa itu.

Kementerian Kebudayaan Iran melarang media asing meliput protes yang tidak mendapat izin dari otoritas. ”Kami menginformasikan bahwa semua media asing dilarang meliput kegiatan apa pun yang tidak diizinkan oleh biro ini,” kata Mohsen Moghadaszadeh, Kepala Bagian Media Asing pada Kementerian Kebudayaan Iran.

Beberapa negara kembali menyuarakan keprihatinan mereka atas insiden kekerasan di Iran. Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengatakan, ”Tidak baik jika saya hanya berdiam diri atas kejadian di Iran. Aksi para pemuda itu sungguh mengharukan!”

Jerman juga terus memberikan komentar. ”Kami terus mengikuti peristiwa di Iran dengan keprihatinan mendalam. Situasi di jalan-jalan masih tegang. Kekerasan harus diakhiri,” ungkap Menteri Luar Negeri Jerman Frank Walter Steinmeier.

Di Inggris, Perdana Menteri Gordon Brown mengatakan, Pemerintah Iran harus menjawab pertanyaan serius yang diajukan banyak negara tentang bagaimana pelaksanaan pemilu di Iran.

Di Jepang, Menlu Hirofumi Nakasone mengatakan, negaranya sangat prihatin dengan insiden di Iran. ”Kami berharap situasi (kekerasan) akan segera berakhir,” katanya.(ap/afp/reuters/fro)

Selasa, 16 Juni 2009

Ayatollah Ali Khamenei Melunak kepada Mousavi


AP PHOTO/MARK BAKER
Seorang pelajar Iran memegang kertas yang mempertanyakan kertas suaranya (yang diberikan untuk Mir Hossein Mousavi) dalam aksi demonstrasi di luar Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (15/6).

Teheran, Senin - Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan kepada kandidat presiden yang kalah, Mir Hossein Mousavi (67), untuk meneruskan gugatan kampanye secara damai dan legal. Sehari sebelumnya, Khamenei menutup pintu kompromi dan menyerukan agar semua warga Iran mendukung Presiden Mahmoud Ahmadinejad (52) yang memenangi pemilu.

”Secara alami dalam pemilu, gugatan harus diajukan melalui saluran legal. Perlu bagi Anda untuk mengikuti isu ini secara damai,” kata Khamenei kepada Mousavi saat keduanya bertemu, seperti dikutip stasiun televisi milik pemerintah, Senin (15/6).

Khamenei memegang keputusan final dalam semua persoalan strategis di Iran. Bahkan kemenangan Ahmadinejad dianggap sebagai kemenangan Khamenei. Iran tergolong negara pemegang konsep kekuasaan teokrasi, di mana kekuasaan bertumpu pada para petinggi. Presiden Ahmadinejad hanya merupakan perpanjangan tangan.

Khamenei telah memerintahkan Dewan Garda mengkaji secara saksama gugatan Mousavi. Dewan ini sangat berkuasa dalam segala bidang dan menyatakan akan memutuskan nasib gugatan resmi yang diterima dari Mousavi dan kandidat lain, Mohsen Rezaie, dalam 10 hari. Ketua Dewan Garda Ayatollah Ahmad Jannati mendukung Ahmadinejad.

Protes untuk menggugat hasil pemilu oleh puluhan ribu pendukung Mousavi kembali pecah di Teheran, Senin. Protes tetap berlangsung meski Departemen Dalam Negeri melarang dan menyatakan protes itu ilegal. Surat kabar milik kubu Mousavi, Kalameh Sabz, dibredel. Surat kabar itu lenyap dari kios-kios.

Mousavi hadir pada protes di alun-alun Enghelab dan Azadi bersama Mehdi Karroubi, juga kandidat presiden reformis yang kalah. Mereka hadir untuk menjamin aksi itu berjalan damai. Ini merupakan penampilan pertama Mousavi setelah pengumuman hasil pemilu pada pekan lalu. ”Mousavi, kami mendukungmu! Kami akan mati, tetapi ambil kembali suara kami!” seru para pendukung Mousavi.

Protes pecah sejak Sabtu saat otoritas mengumumkan kemenangan telak Ahmadinejad dalam pemilu hari Jumat. Mereka mengatakan terjadi kecurangan pemilu. Ahmadinejad meraih 63 persen suara.

Kerusuhan terjadi di beberapa tempat di Teheran saat polisi antihuru-hara berhadapan dengan pemrotes yang mengamuk. Pemrotes melempari polisi dengan batu, merusak kaca-kaca jendela, dan membakar kendaraan di jalanan. Skala kerusuhan tersebut belum pernah terjadi sejak demonstrasi mahasiswa tahun 1999 yang berujung kerusuhan berdarah selama sepekan.

Tuntut pemilu baru

Namun, sejumlah besar massa juga mengadakan aksi di Teheran untuk menyatakan dukungan kepada Presiden Ahmadinejad.

Mantan Presiden Iran Mohammad Khatami, pendukung Mousavi, menghendaki agar hasil pemilu presiden dibatalkan dan pemilu baru digelar. Di hadapan pendukungnya, Mousavi menyatakan kesediaan ikut serta dalam pemilu baru.

Khatami mengkritik otoritas Iran yang melarang pendukung Mousavi menggelar protes. Ia mengatakan, pendukung Mousavi memiliki hak untuk melakukan protes damai. ”Saya berniat untuk bergabung dalam protes damai hari ini dan menyatakan protes saya terhadap keburukan yang dilakukan terhadap rakyat dan revolusi,” ujar Khatami.

Para analis Iran memperingatkan bahwa perselisihan soal kemenangan Ahmadinejad akan melemahkan Iran dan mengisolasi negara itu dari seluruh dunia. ”Persepsi banyak warga Iran bahwa suara mereka tidak diperhitungkan akan memberatkan legitimasi pemilu di masa mendatang. Sekarang kata 'curang' telah masuk dalam kosakata politik negara ini,” kata Sayeed Laylaz, analis yang berbasis di Teheran.

Hasil pemilu itu menegaskan adanya perpecahan masyarakat Iran. Ahmadinejad memiliki pendukung di pedesaan dan kaum papa. Mousavi memperoleh dukungan dari kaum muda perkotaan dan kelas menengah.

Dunia menekan

Sejumlah negara, terutama Barat, mengkritik tindakan keras yang diambil aparat keamanan untuk menghadapi pemrotes. Uni Eropa, Senin, menyerukan agar Iran tidak menggunakan kekerasan kepada pemrotes.

Uni Eropa mendesak Iran agar melakukan penyelidikan atas kecurangan dalam pemilu supaya gugatan yang diajukan kubu reformis bisa terjawab. ”Ini adalah persoalan yang harus dijawab dan diselidiki oleh otoritas Iran,” sebut pernyataan para menteri luar negeri Uni Eropa yang dirilis di Luksemburg.

Inggris menyuarakan keprihatinan soal dampak kekerasan di Iran terhadap hubungan internasional dengan pemerintahnya. ”Implikasinya belum jelas. Yang kami tahu tidak ada respons Iran terhadap tawaran rangkulan dari komunitas internasional,” kata Menteri Luar Negeri Inggris David Miliband.

Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan, ada tanda-tanda ketidakberesan dalam pemilu presiden Iran. Dia mendesak diadakan kajian yang transparan atas hasil pemilu.

Menlu Jerman Frank-Walter Steinmeier, Minggu, memanggil Dubes Iran untuk Jerman guna menyampaikan protes Jerman atas penyiksaan aparat Iran kepada pendukung kaum reformis.

Departemen Luar Negeri Perancis, Senin, meniru Jerman dengan memanggil Duta Besar Iran untuk Perancis di Paris. Deplu Perancis menyatakan keprihatinan atas insiden pascapemilu presiden di Iran. Perancis juga menegaskan sangat menginginkan jawaban atas tuduhan kecurangan dalam pemilu.

Amnesty International mendesak otoritas Iran untuk menyelidiki tindakan keras terhadap para pemrotes yang dinilai sangat berlebihan.

(AP/AFP/REUTERS/FRO)

Ayatollah Ali Khamenei Melunak kepada Mousavi


AP PHOTO/MARK BAKER
Seorang pelajar Iran memegang kertas yang mempertanyakan kertas suaranya (yang diberikan untuk Mir Hossein Mousavi) dalam aksi demonstrasi di luar Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (15/6).

Teheran, Senin - Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan kepada kandidat presiden yang kalah, Mir Hossein Mousavi (67), untuk meneruskan gugatan kampanye secara damai dan legal. Sehari sebelumnya, Khamenei menutup pintu kompromi dan menyerukan agar semua warga Iran mendukung Presiden Mahmoud Ahmadinejad (52) yang memenangi pemilu.

”Secara alami dalam pemilu, gugatan harus diajukan melalui saluran legal. Perlu bagi Anda untuk mengikuti isu ini secara damai,” kata Khamenei kepada Mousavi saat keduanya bertemu, seperti dikutip stasiun televisi milik pemerintah, Senin (15/6).

Khamenei memegang keputusan final dalam semua persoalan strategis di Iran. Bahkan kemenangan Ahmadinejad dianggap sebagai kemenangan Khamenei. Iran tergolong negara pemegang konsep kekuasaan teokrasi, di mana kekuasaan bertumpu pada para petinggi. Presiden Ahmadinejad hanya merupakan perpanjangan tangan.

Khamenei telah memerintahkan Dewan Garda mengkaji secara saksama gugatan Mousavi. Dewan ini sangat berkuasa dalam segala bidang dan menyatakan akan memutuskan nasib gugatan resmi yang diterima dari Mousavi dan kandidat lain, Mohsen Rezaie, dalam 10 hari. Ketua Dewan Garda Ayatollah Ahmad Jannati mendukung Ahmadinejad.

Protes untuk menggugat hasil pemilu oleh puluhan ribu pendukung Mousavi kembali pecah di Teheran, Senin. Protes tetap berlangsung meski Departemen Dalam Negeri melarang dan menyatakan protes itu ilegal. Surat kabar milik kubu Mousavi, Kalameh Sabz, dibredel. Surat kabar itu lenyap dari kios-kios.

Mousavi hadir pada protes di alun-alun Enghelab dan Azadi bersama Mehdi Karroubi, juga kandidat presiden reformis yang kalah. Mereka hadir untuk menjamin aksi itu berjalan damai. Ini merupakan penampilan pertama Mousavi setelah pengumuman hasil pemilu pada pekan lalu. ”Mousavi, kami mendukungmu! Kami akan mati, tetapi ambil kembali suara kami!” seru para pendukung Mousavi.

Protes pecah sejak Sabtu saat otoritas mengumumkan kemenangan telak Ahmadinejad dalam pemilu hari Jumat. Mereka mengatakan terjadi kecurangan pemilu. Ahmadinejad meraih 63 persen suara.

Kerusuhan terjadi di beberapa tempat di Teheran saat polisi antihuru-hara berhadapan dengan pemrotes yang mengamuk. Pemrotes melempari polisi dengan batu, merusak kaca-kaca jendela, dan membakar kendaraan di jalanan. Skala kerusuhan tersebut belum pernah terjadi sejak demonstrasi mahasiswa tahun 1999 yang berujung kerusuhan berdarah selama sepekan.

Tuntut pemilu baru

Namun, sejumlah besar massa juga mengadakan aksi di Teheran untuk menyatakan dukungan kepada Presiden Ahmadinejad.

Mantan Presiden Iran Mohammad Khatami, pendukung Mousavi, menghendaki agar hasil pemilu presiden dibatalkan dan pemilu baru digelar. Di hadapan pendukungnya, Mousavi menyatakan kesediaan ikut serta dalam pemilu baru.

Khatami mengkritik otoritas Iran yang melarang pendukung Mousavi menggelar protes. Ia mengatakan, pendukung Mousavi memiliki hak untuk melakukan protes damai. ”Saya berniat untuk bergabung dalam protes damai hari ini dan menyatakan protes saya terhadap keburukan yang dilakukan terhadap rakyat dan revolusi,” ujar Khatami.

Para analis Iran memperingatkan bahwa perselisihan soal kemenangan Ahmadinejad akan melemahkan Iran dan mengisolasi negara itu dari seluruh dunia. ”Persepsi banyak warga Iran bahwa suara mereka tidak diperhitungkan akan memberatkan legitimasi pemilu di masa mendatang. Sekarang kata 'curang' telah masuk dalam kosakata politik negara ini,” kata Sayeed Laylaz, analis yang berbasis di Teheran.

Hasil pemilu itu menegaskan adanya perpecahan masyarakat Iran. Ahmadinejad memiliki pendukung di pedesaan dan kaum papa. Mousavi memperoleh dukungan dari kaum muda perkotaan dan kelas menengah.

Dunia menekan

Sejumlah negara, terutama Barat, mengkritik tindakan keras yang diambil aparat keamanan untuk menghadapi pemrotes. Uni Eropa, Senin, menyerukan agar Iran tidak menggunakan kekerasan kepada pemrotes.

Uni Eropa mendesak Iran agar melakukan penyelidikan atas kecurangan dalam pemilu supaya gugatan yang diajukan kubu reformis bisa terjawab. ”Ini adalah persoalan yang harus dijawab dan diselidiki oleh otoritas Iran,” sebut pernyataan para menteri luar negeri Uni Eropa yang dirilis di Luksemburg.

Inggris menyuarakan keprihatinan soal dampak kekerasan di Iran terhadap hubungan internasional dengan pemerintahnya. ”Implikasinya belum jelas. Yang kami tahu tidak ada respons Iran terhadap tawaran rangkulan dari komunitas internasional,” kata Menteri Luar Negeri Inggris David Miliband.

Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan, ada tanda-tanda ketidakberesan dalam pemilu presiden Iran. Dia mendesak diadakan kajian yang transparan atas hasil pemilu.

Menlu Jerman Frank-Walter Steinmeier, Minggu, memanggil Dubes Iran untuk Jerman guna menyampaikan protes Jerman atas penyiksaan aparat Iran kepada pendukung kaum reformis.

Departemen Luar Negeri Perancis, Senin, meniru Jerman dengan memanggil Duta Besar Iran untuk Perancis di Paris. Deplu Perancis menyatakan keprihatinan atas insiden pascapemilu presiden di Iran. Perancis juga menegaskan sangat menginginkan jawaban atas tuduhan kecurangan dalam pemilu.

Amnesty International mendesak otoritas Iran untuk menyelidiki tindakan keras terhadap para pemrotes yang dinilai sangat berlebihan.

(AP/AFP/REUTERS/FRO)

Kamis, 11 Juni 2009

Kontribusi Negara Arab



Sapto Waluyo
(Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform)


Kampanye pemilihan presiden berlangsung panas hingga menyentuh isu sensitif. Salah satunya adalah komentar yang menyudutkan etnis Arab oleh anggota tim sukses salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dalam diskusi yang disiarkan berbagai media itu terdengar lontaran bernada menyudutkan bahwa Arab tidak tidak pernah membantu Indonesia dan pihak yang lebih banyak membantu adalah Amerika Serikat.

Terlepas dari sikap emosional dalam merespons pernyataan lawan politik dan kemungkinan keseleo lidah (slip of the tongue), peristiwa itu menggambarkan betapa dangkalnya pengetahuan politisi kita tentang realitas hubungan internasional dewasa ini. Apabila kita merujuk teori Sigmund Freud tentang alam bawah sadar yang sengaja ditekan, sewaktu-waktu bisa meletup sebagai reaksi spontan. Masalahnya, apakah reaksi negatif terhadap suatu etnis (Arab) dilandasi kebencian (fobia) atau kejahilan (ignorance)? Hal itu terkait masa lalu seorang atau lingkungan organisasi (partai politik) yang memengaruhinya, sehingga membentuk persepsi tersendiri.

Artikel ini berusaha mendiskusikan fakta yang sesungguhnya terjadi dalam hubungan Indonesia dan negara-negara Arab di masa kontemporer maupun dalam lintasan sejarah. Fakta yang sangat melimpah itu sebenarnya telah menjadi pengetahuan umum, sehingga sangat aneh apabila ada tokoh politisi yang tidak mengetahui atau sengaja meremehkannya. Ketidaktahuan terhadap informasi umum sangat fatal, dan hanya mungkin dilakukan seseorang atau kelompok yang benar-benar tidak menyukai fakta itu, sehingga terjadi seleksi atas informasi yang bertebaran.

Ada banyak aspek yang memperlihatkan kontribusi besar negara-negara Arab dalam hubungannya dengan Indonesia, termasuk dari sisi ekonomi.

Sang politisi (Ruhut Sitompul) tampaknya meragukan bantuan (biasanya berkonotasi: ekonomi) yang diberikan negara Arab, kemudian serta-merta membandingkannya dengan bantuan (lebih tepat: pinjaman) yang biasa diberikan AS (sebagian besar melalui lembaga keuangan internasional semisal Bank Dunia atau IMF).

Berdasarkan data BKPM tahun 2007, investasi dari Timur Tengah di Indonesia mencapai 2,17 miliar dolar AS, yang ditanamkan pada sektor infrastruktur dan properti. Qatar Investment Authority, sebagai contoh, membentuk perusahaan patungan dengan pemerintah Indonesia di bidang infrastruktur dengan modal 1 miliar dolar AS. Pada bidang properti, EMAAR dari Uni Emirat Arab membangun kawasan pariwisata internasional seluas 1.200 hektare di Lombok dengan nilai investasi 600 juta dolar AS. Kemudian dalam bidang pembangkit listrik, Konsorsium Gulf Petroleum Limited (Qatar) dan Mining Power Corporation (Bahrain) bersama dengan PT Ridlatama Energi (Indonesia) membangun pembangkit listrik di Indragiri yang berkapasitas 2x150 MW. Investasi yang diserap dari proyek ini nilainya 400 juta dolar AS. Pada bidang konstruksi, investor dari Dubai, LIMITLESS, bekerja sama dengan Bakrie Group membangun pusat pengembangan bisnis di kawasan Kuningan dengan investasi 170 juta dolar AS.

Selain menerima dana dari luar, perusahaan Indonesia sendiri berinvestasi di Timur Tengah. PT PUSRI bersama NPC International Ltd, dan Petrochemical Industries Investment Company membangun pabrik amonia dan pupuk urea di Iran dengan nilai 700 juta dolar AS.

Konsorsium Indonesia yang terdiri atas PT Petrogres, Pupuk Kaltim, Medco Energy, dan Bosowa juga membangun pabrik asam fosfat di Maroko bekerja sama dengan OCP, Maroko. Proyek itu akan menelan investasi sekitar 350 juta dolar AS. Pada bidang konstruksi, PT Waskita Karya membangun menara milik Bin Ladin Group di Dubai senilai 10 juta dolar AS. Sementara, kerja sama bidang jasa keuangan dibuktikan dengan Al Barakah Bank dari Saudi Arabia dan Asian Finance Bank dari Qatar telah resmi membuka kantor perwakilan di Indonesia.

Utusan khusus RI untuk kawasan Timur Tengah, Alwi Shihab, mengungkapkan, investasi Timur Tengah yang masuk ke Indonesia pada 2008 mencapai 7 miliar dolar AS, lalu pada 2009 ditargetkan mencapai 10 miliar dolar. Di samping investasi langsung itu, pemerintah juga menerbitkan sukuk global perdana sebesar 650 juta dolar AS pada bulan April lalu. Obligasi syariah dengan imbal hasil sekitar 8,8 persen itu akan jatuh tempo pada 23 April 2014. Secara geografis, calon pembeli sukuk global Indonesia 30 persen berasal dari Timur Tengah, sekitar 40 persen dari Asia (termasuk domestik), Amerika Serikat hanya 19 persen dan Eropa 11 persen. Penerbitan sukuk ini penting karena dapat menutup defisit APBN sebesar Rp 139,5 triliun atau 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Saat ini, negara Arab sedang kebanjiran dana segar dari "windfall profit" kenaikan harga minyak dunia sekitar 1,6 triliun dolar AS.

Karena itu, anggota Dewan Penasihat World Islamic Economic Forum (WIEC), Tanri Abeng, optimistis target investasi 10 miliar dolar AS dari Timur Tengah akan bisa diraih, asal promosi dipergencar dan prosedur investasi dipermudah. Penanam modal terbesar di Indonesia selama ini memang masih didominasi Jepang dengan total investasi sejak 1967 hingga 2007 sebesar 40 miliar dolar AS. Investor kedua terbesar adalah Inggris dengan jumlah investasi 35 miliar dolar AS.

Pada 2004, Arab Saudi pernah menjadi investor terbesar di Indonesia dengan investasi 3,02 miliar dolar AS atau 29,4 persen dari total investasi sebesar 10,3 miliar dolar AS. Investasi itu pada 4 buah proyek yang meliputi industri pupuk buatan majemuk, industri refinery dan kilang minyak, real estate, dan kantor perwakilan perdagangan. Posisi kedua adalah Jepang dengan nilai investasi 1,68 miliar dolar AS, diikuti Inggris dengan 1,32 miliar dolar AS, Singapura dengan 576 juta dolar AS, dan Australia dengan 481 juta dolar AS. Investasi dari AS, menurut Kepala BKPM, Muhammad Lutfi, berada di luar lima besar. Faktanya, ekspor Indonesia ke AS hanya dua persen, sedangkan 60 persen dari komoditas nasional digunakan untuk kebutuhan sendiri. Karena itu, wajar Indonesia tidak terpengaruh resesi global.

Meskipun total investasinya tak cukup besar, pengusaha Barat memiliki lobi yang sangat kuat dengan orang nomor satu di negeri ini sebagaimana terlihat dari pertemuan khusus mereka dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara (24 Maret 2009). Saat itu, Komuro Seiji dari Marubeni Indonesia mewakili Jakarta Japan Club, Jim Castle dari American Chamber, Leonard Van Heier dari Europe Chamber, dan Peter Fenning dari International Bussines Chamber, menyampaikan aspirasinya terkait peluang bisnis pasca pemilu. Harus diakui investor negara Arab atau Timur Tengah memiliki lobi yang masih lemah, walaupun potensi dananya sangat besar.
Bukan mustahil dana mancanegara berperan penting dalam percaturan pilpres, sekurang-kurangnya untuk menjaga keseimbangan ekonomi makro.

Di antara kandidat yang sedang bertarung, hanya Prabowo Subianto yang tampak berterus terang bahwa sebagian dana kampanyenya berasal dari keuntungan bisnisnya di luar negeri, seperti Kazakstan.

Kontribusi negara Arab secara historik lebih bernilai ketimbang aspek ekonomi. Pengakuan internasional pertama atas kemerdekaan Republik Indonesia pada 1945 berasal dari Mesir dan disusul negara Muslim lainnya. Pengakuan itu tidak datang tiba-tiba, melainkan berkat perjuangan para pemuda dan mahasiswa Indonesia di Timur Tengah dan dukungan organisasi dakwah, seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir, serta para ulama Al-Azhar. Mereka sampai membentuk Lajnah Difa'iyan Indonesia atau Komite Pendukung Kemerdekaan Indonesia (lihat Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Muhammad Zein Hassan, 1978) untuk menolak kolonialisme Belanda.

Dari segi sosial-politik peran warga keturunan Arab di Indonesia juga amat krusial dalam menumbuhkan semangat kebangsaan melawan penjajahan.

Mereka memelopori berdirinya Jami'at Khair yang menjadi cikal-bakal dari Syarikat Dagang Islam (1906) dan Syarikat Islam (1911).

Institusi-institusi itu dapat dikatakan sebagai organisasi modern dan partai politik pertama yang berorientasi kebangsaan mendahului kemunculan Boedi Oetomo (1908) dan Indische Party (1912).

Dengan setumpuk fakta dan data historik itu, lontaran tuduhan terhadap etnik Arab gugur seketika. Masyarakat bertanya-tanya, apakah itu hanya sikap emosional-individual atau cermin dari ideologi partai tertentu yang cenderung kepada Barat? Harus ada corrective action yang tegas dalam hal ini, sebab tak cuma melanggar prinsip kesantunan dan kecerdasan dalam berkampanye. Prospek ekonomi nasional dan kebijakan luar negeri yang bebas-aktif boleh jadi ikut terganggu.

LEBANON


Politik Didominasi Keluarga Elite, Uang, dan Pembunuhan


AFP/PATRICK BAZ
Nadim Gemayel (27) yang anti-Hezbollah disambut pendukungnya setelah meraih kursi di parlemen Lebanon, Senin (8/6) di Beirut. Dia adalah salah satu anggota keluarga elite politik di Lebanon.
Kamis, 11 Juni 2009 | 03:30 WIB

Pemilu Lebanon, yang berlangsung hari Minggu (7/6), dimenangi kubu pro-Barat yang dikenal dengan nama kubu 14 Maret. Kubu ini meraih 70 kursi dari 128 kursi parlemen. Adapun kubu pro-Suriah-Iran, yang lebih dikenal dengan nama kubu 8 Maret, hanya meraih 52 kursi. Sisanya, 6 kursi, diraih kubu independen.

Para analis menyebut, faktor utama kekalahan kubu 8 Maret disebabkan kekecewaan rakyat terhadap aksi Hezbollah yang menggunakan jalan kekerasan untuk memaksakan kehendak politiknya dengan menduduki kota Beirut pada 7 Mei 2008.

Meski demikian, situs Aljazeera memberitakan, pemilu parlemen Lebanon kali ini juga diwarnai praktik politik uang yang sangat kental. Baik kubu 14 Maret maupun kubu 8 Maret sama-sama terlibat dalam praktik politik uang.

Seorang warga Lebanon yang berinisial S mengungkapkan, harga satu suara sepekan sebelum pemilu sekitar 250 dollar AS (Rp 2,5 juta) untuk kota Beirut. Harga suara sekitar sejuta rupiah untuk semua wilayah di luar kota Beirut.

Beberapa jam menjelang pemungutan suara, harga suara naik tajam mencapai Rp 5 juta di kota Beirut dan Rp 2,5 juta di luar kota Beirut. S mengungkapkan, seorang kandidat telah mengeluarkan dana sebanyak Rp 500 miliar untuk menjamin kemenangan.

Pemilu parlemen Lebanon memang sangat mahal walau mendapat perhatian regional-internasional yang cukup besar. Inilah salah satu sisi politik Lebanon.

Di sisi lain, politik Lebanon juga tak terlepas dari tradisi politik negara itu serta terimbas konstelasi geopolitik di Timteng akhir-akhir ini.

Ajang status sosial

Salah satu bagian dari tradisi politik di Lebanon adalah perannya sebagai ajang persaingan meraih status sosial. Politik adalah juga sebuah wadah untuk menjunjung dan mempertahankan gengsi di antara para keluarga elite politik. Hal ini telah berlangsung secara turun-temurun.

Di kalangan kelompok Kristen sudah dikenal keberadaan, antara lain keluarga politik Al Gemayel, Franjieh, Mouawad, dan Al Murr. Di kalangan Muslim dikenal ada keluarga Al Karami, Al Khos, dan Al Hariri.

Dari keluarga Al Gemayel, Mouawad, Franjieh, dan Al Murr kini sudah ada penerus yang bertarung dalam gelanggang politik.

Dari keluarga Al Gemayel ada Sami Al Gemayel (putra bungsu Pierre Al Gemayel, pendiri partai kanan Palangist) dan Nadim Al Gemayel (cucu Pierre Al Gemayel). Nadim adalah putra Bashir Al Gemayel yang adalah putra kedua Pierre Al Gemayel.

Dari keluarga Mouawad kini ada Michel Mouawad (putra Presiden Lebanon Rene Mouawad yang tewas tahun 1989).

Dari keluarga Franjieh kini ada Sulaiman Franjieh (putra Presiden Lebanon 1970-1976 Sulaiman Kabanan Franjieh).

Dari keluarga Al Murr kini ada Elias Murr yang kini menjabat menteri pertahanan (putra Michel Murr, mantan deputi PM Lebanon).

Dari keluarga Hariri (Muslim) kini ada Saad Hariri (putra mantan PM Lebanon Rafik Hariri yang tewas tahun 2004). Dari keluarga Karami, kini ada Omar Karami (saudara mantan PM Lebanon Rashid Karami).

Para keluarga politik tersebut sering menggunakan segala cara untuk meraih kursi parlemen atau jabatan eksekutif meskipun itu harus dilakukan dengan mengeluarkan uang. Apabila perlu, tujuan politik bisa dicapai dengan membunuh lawan politiknya dari keluarga pesaing.

Oleh karena itu, pemilu Lebanon menjadi sangat mahal dan negara itu juga tidak pernah sepi dari pembunuhan politik.

Lebih rumit lagi, para keluarga politik tersebut terseret ke dalam kepentingan politik regional dan internasional. Maka, muncullah kubu pro-Suriah-Iran dan kubu pro-Barat, Mesir, Arab Saudi.

Kubu 14 Maret yang dipimpin kubu Mustaqbal pimpinan Saad Hariri dikenal pro-Barat dan juga didukung Mesir serta Arab Saudi. Di kubu 14 Maret, terdapat Partai Sosialis Progresif pimpinan Walid Jumblatt, Partai Kekuatan Lebanon (Lebanon Force) pimpinan Samir Geagea, dan Partai Kristen Phalangis pimpinan Amin Gemayel.

Kubu 8 Maret yang dipimpin Hezbollah dikenal pro-Suriah-Iran. Di kubu 8 Maret itu terdapat Syiah Amal pimpinan Nabih Berri dan Gerakan Kebebasan Nasional pimpinan Michel Aoun (Kristen Maronit).

Hasil pemilu parlemen Lebanon tersebut dapat menimbulkan krisis politik baru di negara itu. Pasalnya, kubu oposisi, meski kalah, tetap meminta ikut dalam pemerintahan mendatang.

Anggota parlemen dari Hezbollah, Hassan Fadlallah, menegaskan, upaya untuk memonopoli kekuasaan hanya akan melahirkan krisis yang akan membelenggu rakyat Lebanon.

Kubu 14 Maret bisa menang secara politik. Namun, kubu 8 Maret dengan tulang punggung Hezbollah punya senjata yang bisa memaksakan kehendak seperti yang terjadi pada Mei 2008. Itulah Lebanon yang sering tidak rasional. (MTH)

Selasa, 09 Juni 2009

Atzmon dan Pidato Obama di Kairo

Ahmad Syafii Ma’arif

Saya beruntung karena dalam pekan-pekan terakhir ini menerima beberapa artikel yang dikirim penulisnya, Gilad Atzmon (47), mantan Zionis, mantan anggota Angkatan Udara Israel, dan pemusik.

Tahun 1994, Atzmon hijrah dari Jerusalem ke London sebagai protes kekejaman Israel Zionis atas Palestina. Artikel terbarunya, God Blessed America, saya terima 6 Juni, dikirim dari Colorado, dalam kunjungan seminggunya ke AS.

Atzmon adalah cucu anggota pasukan teror sayap kanan Irgun yang pada 1948 membinasakan rakyat Palestina. Setahun lalu, Atzmon bersama sedikit temannya mendirikan situs Palestine Think Tank sebagai media untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Suatu saat Atzmon berkata, jika ia terbunuh, orang akan tahu, agen rahasia Israel Mossad berdiri di belakangnya.

Suara Atzmon dan kelompoknya yang lantang radikal—tetapi secara historis amat mendasar terkait kekejaman Zionisme atas rakyat Palestina—terus bergulir.

Terakhir, kritik keras atas genosida pasukan Israel di Gaza beberapa bulan lalu. Tetapi, hal ini hampir tak pernah muncul di media Barat yang hingga batas-batas tertentu di bawah pengaruh Zionisme, seperti New York Times, BBC, CNN, dan The Guardian. Fakta ini pernah membuat Atzmon mengeluh kepada koleganya, Marry Rizzo, ”… We failed to make it to the main press” (… kita gagal memasuki media pers gelombang besar). Marry menghibur, ”Gilad, you may fail to see it, we do not want to assimilate into the so-called media, we do not need them. From now on we are the media” (Gilad, Anda mungkin gagal melihatnya, kita tak ingin mengunyahkannya ke dalam apa yang disebut media, kita tidak memerlukan. Sejak sekarang, kitalah media itu).

Jawaban Marry meyakinkan Atzmon untuk terus bersuara melawan segala kezaliman dan kekejaman demi perdamaian dan kemerdekaan Palestina.

Pidato Obama

Berlatar belakang itu, bagaimana reaksi Atzmon atas pidato Presiden Barack Obama di Kairo, 4 Juni lalu? Dibandingkan dua tahun lalu, tulis Atzmon, AS sudah berubah ke arah yang lebih mengundang simpati dan kepercayaan. Meski belum bisa melepaskan diri dari lingkaran Zionis, Obama bertekad memerdekakan Palestina. Kapan berhasil? Waktulah yang bisa menjawab.

Atzmon berandai, ”Sekiranya saya dalam posisi (Obama) itu, saya akan mengultimatum Israel dalam tempo 24 jam untuk membuka Jalur Gaza. Jika gagal melakukan, duta besar di Tel Aviv akan saya panggil, saya hentikan segala bantuan keuangan dan militer kepada Israel, saya bekukan aset-aset Israel karena masih saja sebagai negara teroris, saya akan mulai proses cepat deportasi orang Israel dari Amerika.”

Impian Atzmon tentu tak akan terjadi dalam waktu dekat. Tetapi setidaknya, suara mantan Zionis ini akan berpengaruh dalam jangka panjang, bukan saja di Barat, tetapi secara berangsur juga akan menembus dinding kesadaran orang Yahudi di Israel.

Dalam artikel lain awal Maret 2009, di mata Atzmon, eksistensi Israel digambarkan, ”Hidup di atas Waktu Pinjaman di Sebuah Tanah Curian.” Sadar akan fakta kritikal ini, Atzmon selain mengucapkan selamat tinggal kepada Zionisme juga hengkang dari Israel, menetap di London bersama keluarganya.

Obama di mata Atzmon

Bagi saya, keputusan Atzmon luar biasa nilainya, sebuah tindakan yang seharusnya mengilhami rakyat Palestina dan bangsa Arab lain untuk berhenti berkelahi sesama mereka.

Kesan spontan Atzmon tentang AS di bawah Obama terbaca dalam kutipan, ”Kini saya ada di AS untuk seminggu. Saya menjumpai ratusan orang Palestina dan aktivis solidaritas. Saya bisa mendeteksi tingkat optimisme sejati, sesuatu yang tidak saya rasakan dua tahun lalu. AS sedang mengungkap perasaan letih yang riil terhadap penyerbu Ziocon (kaum konservatif AS di bawah Presiden Bush yang dipengaruhi Zionisme). Kaum Ziocon tidak saja gagal; ia telah membuat rakyat AS menjadi antek kejahatan kolosal, Holocoust (bencana) atas rakyat Irak yang hingga kini merenggut lebih dari 1.300.000 nyawa.”

Bagi Atzmon, pidato Obama di Kairo diharapkan dapat menghapus stigma Barat, ”Islam dan Fasisme adalah satu kata.” Atzmon menulis, ”Tidak seperti boneka Zionis sebelumnya, Presiden AS kini mengerti ide kebersamaan dan saling menghormati.” Lalu mengutip Obama, ”Anda dan kami… memiliki prinsip yang sama, prinsip keadilan dan kemajuan; toleransi dan harga diri bagi semua manusia.”

Saya menyertai optimisme Atzmon tentang Obama dengan pertanyaan kritis. Beranikah Presiden AS ini menekan Israel untuk melihat munculnya negara Palestina merdeka dalam waktu dekat? Jika berani, Obama adalah lelaki sejati yang mampu menerjemahkan jargon perubahan ke dalam tindakan konkret sekalipun penuh risiko itu!

Ahmad Syafii Ma’arif Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah

Kemenangan Demokrasi Lebanon


Kemenangan Koalisi 14 Maret atas Koalisi 8 Maret dalam pemilu parlemen di Lebanon, hari Minggu lalu, melegakan AS dan negara-negara sekutunya.

Sejak semula masyarakat internasional melihat bahwa pemilu parlemen Lebanon hari Minggu lalu sebenarnya merefleksikan pertarungan dua kubu. Pertama, kubu AS, yang di dalamnya tergabung Mesir, Jordania, dan Arab Saudi yang sering disebut negara-negara pro-Barat. Kedua, kubu Iran dan Suriah.

Kubu AS mendukung Koalisi 14 Maret, yakni partai yang berkuasa, yang di dalamnya terdapat Partai Sosialis Progresif, Pasukan Lebanon Kristen, dan Partai Phalangis Kristen. Kubu Iran-Suriah mendukung Koalisi 8 Maret, yakni Hezbollah, gerakan Amal pimpinan Nabih Birri, Gerakan Patriotik Bebas pimpinan Jenderal Maichel Aoun.

Dengan kata lain, di dalam negeri, pemilu menjadi arena pertarungan antara Koalisi 14 Maret dan Koalisi 8 Maret. Akan tetapi, kedua koalisi itu sebenarnya ”memainkan” kepentingan negara-negara pendukungnya. Karena itu, hasil pemilu tidak hanya akan menentukan masa depan politik dalam negeri Lebanon, melainkan juga mempertajam hubungan internasional di Timur Tengah.

Sebelum pemilu, para pejabat AS sudah menyatakan bahwa bantuan militer kepada Lebanon akan dikurangi kalau Hezbollah dukungan Iran dan Suriah memenangi mayoritas di parlemen. Kemenangan Hezbollah juga akan mengganggu hubungan Lebanon dengan negara-negara Arab pro-Barat, seperti Arab Saudi, Mesir, dan Jordania.

Kemenangan Hezbollah, dalam pandangan AS, akan menaikkan pamor dan peran Iran di kawasan Timur Tengah, suatu hal yang tidak diinginkan AS. Meningkatnya peran Iran dan kuatnya Hezbollah di Lebanon akan berdampak tidak baik bagi Israel. Selain itu, meningkatnya peran Iran di Lebanon juga tidak diinginkan oleh Arab Saudi, Jordania, dan Mesir.

Fakta itu, di satu sisi, menunjukkan bahwa Lebanon menempati posisi penting dalam peta hubungan internasional di Timur Tengah. Akan tetapi, di sisi lain, apa yang terjadi memberikan gambaran betapa tidak ”berdaulat”-nya Lebanon.

Sungguh, ini sebuah ironi bahwa Lebanon yang bertahun-tahun dibelenggu perang saudara harus ”menyerah” pada kemauan negara lain. Akan tetapi, kita sedikit merasa lega mendengar pernyataan Saad Hariri dari Koalisi 14 Maret, ”Tidak ada yang menang dan kalah dalam pemilu lalu. Yang menang adalah demokrasi dan Lebanon.”

Ya, demokrasi telah memenangi pemilu di Lebanon. Rakyat telah memilih. Memilih untuk masa depan mereka yang lebih baik. Siapa pun pilihan rakyat, kiranya seperti yang dikatakan Michel de Chadarevian, anggota kelompok Aoun, ”Lebanon hanya bisa diperintah oleh pemerintah persatuan nasional.”

Anggaran Militer Capai Rekor Baru

Stockholm, Senin - Pengeluaran militer dunia mencapai rekor baru tahun 2008, didorong oleh Perang Irak kembalinya Rusia sebagai pemain global, dan munculnya China. Demikian laporan dari badan kajian Swedia, Lembaga Riset Perdamaian Internasional Stockholm, Senin (8/6), di Stockholm, Swedia.

Pengeluaran belanja senjata dunia mencapai 1,464 triliun dollar AS tahun lalu. AS mengambil porsi terbesar. Anggaran senjata itu naik 4 persen di seluruh dunia dibandingkan dengan tahun 2007 dan 45 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1999.

”Gagasan perang terhadap terorisme telah mendorong banyak negara untuk melihat masalah-masalah mereka melalui perspektif militer dan digunakan untuk menggenjot pengeluaran militer,” kata Sam Perlo-Freeman, Ketua Proyek Pembelanjaan Militer di lembaga itu yang menjadi penulis utama laporan tersebut.

”Perang di Irak dan di Afganistan telah menghabiskan 903 miliar dollar AS dalam belanja militer tambahan untuk negara AS saja,” ujarnya.

Tiga kali lipat

AS bertanggung jawab atas 58 persen kenaikan anggaran militer global antara tahun 1999-2008. China dan Rusia masing-masing menaikkan anggaran militer hampir tiga kali selama sepuluh tahun itu. India, Arab Saudi, Iran, Israel, Brasil, Korea Selatan, Aljazair, dan Inggris juga turut menyumbang pada kenaikan total anggaran itu.

Lembaga itu, yang melakukan riset independen mengenai keamanan internasional, persenjataan dan perlucutan senjata, mengatakan, belanja militer tahun lalu adalah sekitar 2,4 persen produksi domestik bruto. Pengeluaran per kapita anggaran militer sekitar 217 dollar AS di dunia.

Tahun lalu terdapat sekitar 8.400 hulu ledak nuklir di dunia. Dari jumlah itu, hampir sebanyak 2.000 ada pada posisi siaga tinggi dan mampu diluncurkan dalam hitungan menit.

China untuk pertama kalinya menjadi pembeli senjata nomor dua di dunia tahun 2008, yang diperkirakan menelan dana sebesar 84,9 miliar dollar AS.

Dari 15 negara pembelanja terbesar, hanya Jerman dan Jepang yang menurunkan anggaran persenjataan, masing-masing turun 11 persen dan 1,7 persen tahun lalu. (Reuters/AFP/DI)

AS Berniat Hentikan Bantuan ke Israel

Tel Aviv, Senin Perekonomian Israel menghadapi tantangan baru yang kali ini datang dari sekutu utamanya, Amerika Serikat. Perbedaan pandangan antara para elite Israel dan Presiden AS Barack Obama soal permukiman Yahudi di Tepi Barat diperkirakan harus dibayar dengan hilangnya bantuan dan investasi asal AS bagi Israel.

Sejumlah diplomat, Senin (8/6), mengatakan, Washington pada akhirnya bisa mempertimbangkan ulang pemberian bantuan tahunan, dengan fokus ke sektor pertahanan, sebesar 3 miliar dollar AS. Hal itu turut mengkhawatirkan investor yang tidak menginginkan instabilitas di Timur Tengah.

Muncul pula isyarat bahwa Uni Eropa (UE) akan mengikuti jejak AS. UE, yang merupakan pasar ekspor terbesar Israel, kemungkinan akan mendorong larangan bagi produk Israel yang dihasilkan dari permukiman Yahudi di Tepi Barat. Selama ini ekspor Israel mendapatkan keringanan pajak di 27 negara anggota UE.

Akan tetapi, ”hukuman” semacam itu tampaknya tidak akan segera terjadi dan mungkin sulit dilakukan. Masalahnya, Obama harus berhadapan dengan kalangan pro-Israel di Kongres AS. Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bisa saja memulai konfrontasi dengan mengubah kebijakan soal perdamaian.

Analis menilai gagasan pengurangan bantuan AS ke Israel berisiko mengguncang kepercayaan terhadap perekonomian Israel yang bertumpu pada perdagangan internasional, terutama dukungan ekonomi AS. ”Jika dukungan AS hilang, hal itu akan tecermin pada peringkat, risiko premi, dan suku bunga jangka panjang obligasi pemerintah,” kata Michael Sarel, Kepala Riset Ekonomi pada Harel Insurance Investment.

Risiko seperti itu sejauh ini belum terlihat. Biasanya, indikator-indikator ekonomi Israel selalu mengasumsikan adanya dukungan dari AS.

Meski demikian, ekonom HSBC, Jonathan Katz, mengakui, investor kini mulai bertanya soal risiko ekonomi Israel terkait perselisihan dengan Obama.

Katz mengatakan, instabilitas di Israel akan mempersulit dunia, di antaranya termasuk akibat keterpurukan sektor keuangan global. Instabilitas di Israel juga mendorong niat Israel menyerang Iran. AS sejauh ini mencoba menekan Israel untuk tidak menyerang Iran sehubungan dengan pengembangan senjata nuklir.

Di tengah meningkatnya tekanan dari AS, PM Netanyahu tengah mempertimbangkan pelonggaran blokade di Jalur Gaza. Blokade telah diberlakukan selama dua tahun. Netanyahu akan bertemu dengan menteri bidang keamanan dalam beberapa pekan ke depan untuk memutuskan apakah akan mengubah kebijakan soal blokade itu.

”Perdana Menteri ingin mendengar gagasan yang berbeda. Tidak ada perubahan dalam tujuan strategis untuk melemahkan Hamas,” kata seorang pejabat Israel.

Perkuat konsensus

Seorang pejabat keamanan Israel mengatakan, sejumlah badan keamanan telah bertemu untuk mengkaji ulang kebijakan blokade. ”Kami paham tekanan AS dan ingin membuat kehidupan penduduk Palestina lebih mudah. Akan tetapi, itu bergantung pada ketenangan di sepanjang perbatasan Gaza),” ujarnya.

Di Jakarta, PBB menggelar Pertemuan Asia Pasifik soal Palestina, 8-10 Juni. Pertemuan itu dimaksudkan untuk memperkuat konsensus dalam memberikan dukungan terhadap solusi dua negara guna menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Dalam pertemuan itu diakui bahwa banyak seruan telah dikumandangkan, banyak proses telah dilalui, tetapi hampir tidak ada kemajuan yang berarti. Pernyataan dukungan rutin terhadap solusi dua negara sayangnya tidak seiring dengan kenyataan (terbentuknya) dua negara.

Negara peserta pertemuan, termasuk Indonesia, memperbarui komitmen untuk mendukung terwujudnya Palestina merdeka yang hidup berdampingan secara damai dengan Israel.

Indonesia, bersama negara-negara cinta damai lainnya, menekankan kecaman terhadap Israel atas kebijakannya di wilayah pendudukan. Kami juga menyerukan komunitas internasional untuk membuat komitmen dan mendorong kerja menuju solusi tentang Palestina,” kata Wakil Menlu RI Triyono Wibowo.

(afp/reuters/fro)

Kubu Pro-Barat Menang di Lebanon Hezbollah dan Israel Langsung Nyatakan Sikap

AP Photo/Hussein Malla
Muslim Lebanon dari kelompok Sunni, yang dikenal pro-Barat, merayakan kemenangan partai-partai yang didukung AS dan sekutunya di Tarik Jadideh, Beirut, Lebanon, Minggu (7/6). Hezbollah dan sekutunya, termasuk dari kalangan Kristen, tak mampu mengubah opini warga.
Selasa, 9 Juni 2009 | 03:29 WIB

Beirut, Senin - Kubu pro-Barat pimpinan Saad al-Hariri (Sunni) memenangi pemilihan parlemen Lebanon, Senin (8/6), dengan meraih 71 kursi dari 128 kursi parlemen. Aliansi Hezbollah (Syiah) dan Amal (pimpinan Michel Aoun) dari kubu Kristen hanya memperoleh 57 kursi.

Kemenangan blok Saad al-Hariri yang dikenal sebagai anti-Suriah itu mengejutkan. Pada awalnya, banyak pihak yang menduga aliansi Hezbollah (yang didukung Iran) akan menang. Kemenangan kubu ini akan memperpanjang jabatan PM Fouad Siniora, sahabat lama keluarga Hariri.

Setelah Komite Pemilu Lebanon mengumumkan kemenangan kubu Saad al-Hariri, penduduk Beirut beramai-ramai turun ke jalan merayakan kemenangan. Pesta kembang api dan letupan petasan bertalu-talu di Beirut dikombinasikan dengan sajian minuman sampanye.

Kubu Hariri yang dikenal dengan nama kelompok ”14 Maret” dan didukung AS itu memenangi ”daerah gemuk” yang seharusnya bisa dikuasai oposisi, seperti Zahle, dan distrik Kristen, seperti Batroun dan Koura, serta sebagian wilayah Kristen di Beirut.

Wilayah yang diperebutkan secara ketat hanya wilayah Kristen di Distrik Metn. Di wilayah ini, Aoun dan mantan Presiden sekaligus pemimpin dari Partai Phalangis, Amin Gemayel, sama-sama kuat.

Selain di Distrik Metn, Aoun juga menguasai Distrik Jbeil dan Kesrouan yang mayoritas berpenduduk Kristen.

Di daerah-daerah ”kekuasaan” Hezbollah dan distrik Sunni, dukungan warga tetap tidak berubah. Namun, dukungan ini tak cukup membuat aliansi oposisi menang telak.

Hasil pemilihan parlemen kali ini dinilai sebagai kegagalan Iran dan Suriah yang selama ini telah mendukung Hezbollah.

Sambutan Arab

Hasil pemilu disambut Arab Saudi, AS, dan Mesir yang mendukung blok ”Maret 14”. Tanggal ini adalah hari di mana terjadinya protes besar-besaran untuk menuntut militer Suriah keluar dari Lebanon pada tahun 2005.

Salah seorang politikus di Lebanon menduga mayoritas warga Lebanon khawatir kelompok Syiah akan memberlakukan hukum Syariah di Lebanon.

Pemerintah Israel berharap pemerintahan baru di Lebanon dapat mengantisipasi berbagai serangan yang dimulai dari Lebanon.

”Pemerintah yang baru harus memperkuat stabilitas dan keamanan, menghentikan segala penyelundupan senjata, dan melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB terutama pada poin perlucutan senjata semua kelompok bersenjata di Lebanon. Salah satunya termasuk Hezbollah,” sebut pernyataan tertulis dari Departemen Luar Negeri Israel.

Tidak ketinggalan Hezbollah mengingatkan kubu pro-Barat untuk tidak membuka pembicaraan atau menyentuh sedikit pun masalah persenjataan yang dimiliki Hezbollah. ”Kelompok mayoritas harus berjanji untuk tidak mempertanyakan peran kami sebagai partai perlawanan, legitimasi senjata kami, ataupun fakta bahwa Israel adalah musuh negara,” kata pejabat Hezbollah, Mohamed Raad.

Raad juga mengingatkan bahwa hasil pemilihan itu justru menunjukkan kekacauan politik yang lebih parah. ”Ada indikasi krisis masih akan berlanjut kecuali mayoritas mengubah perilakunya,” kata Raad yang juga anggota parlemen.

Hezbollah terlibat dalam konflik sengit dengan Israel di tahun 2006. Hezbollah tidak mau meletakkan dengan alasan senjata tersebut diperlukan untuk melawan Israel. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

Minggu, 07 Juni 2009

Misteri Suksesi Dinasti Kim

Korea Utara adalah misteri. Tidak banyak yang diketahui dunia luar tentang negeri itu. Dunia dibuat terkaget-kaget sekaligus miris ketika tersiar berita bahwa Korut melakukan uji coba bom nuklir.

Ketika tersiar berita bahwa pemimpin tertinggi Korut Kim Jong Il terkena stroke beberapa waktu lalu dan jarang tampil di muka umum, muncul pertanyaan: benarkah berita itu? Siapa yang akan menggantikannya?

Kim Jong Il sudah berusia 67 tahun. Menurut berita-berita yang tersebar dan foto-foto yang beredar, pemimpin Korut itu sudah terlihat lebih kurus dan makin lemah. Meski demikian, ia tetap dicitrakan masih sangat berkuasa.

Akan tetapi, banyak kalangan meragukan kemampuannya untuk tetap memerintah seperti ayahnya dulu. Penunjukan saudara iparnya, Jang Song Thaek, beberapa waktu lalu menjadi anggota Komisi Pertahanan Nasional yang dipimpin Kim Jong Il sudah memicu lahirnya spekulasi bahwa Jang Song Thaek-lah yang akan disiapkan untuk menggantikannya.

Spekulasi bahwa Jang Song Thaek calon penggantinya makin santer dan kuat mengingat tak satu pun dari tiga putra lelaki Kim Jong Il dari dua istrinya dinilai layak. Kim Jong Il memiliki tiga anak laki-laki dari dua istri. Anak pertamanya adalah Kim Jong Nam, hasil perkawinan Kim Jong Il dengan Sung Hye Rim, istri keduanya. Namun, ada cerita bahwa Kim Jong Nam bukan anak Sung Hye Rim.

Cerita lainnya mengungkapkan Sung Hye Rim segera meninggalkan Korut pergi ke Moskwa setelah bertengkar dengan Kim Jong Il. Saat itu, Kim Jong Nam yang lahir pada tanggal 10 Mei 1971 baru berusia 10 tahun.

Kim Jong Nam, suatu masa pernah diyakini menjadi penerus ayahnya, Kim Jong Il. Ia pernah diangkat menjadi pejabat senior di dinas intelijen dalam negeri. Ia juga dikenal sangat tertarik pada komputer. Karena itu, pada tahun 2001, ia ditunjuk untuk memimpin komite komputerisasi dan dipercaya bertanggung jawab atas kebijakan teknologi informasi.

Kim Jong Nam yang juga terkenal dengan sebutan ”Jenderal Kecil”, sementara King Jong Il dipanggil ”Pemimpin Tercinta”, pernah diberitakan mengunjungi Jepang untuk meningkatkan kemampuannya berbahasa Jepang dan teknologi komputer.

Pada tahun 1995, Kim Jong Nam pernah menyusup masuk ke Jepang menggunakan paspor palsu. Otoritas keamanan Jepang tidak mengetahuinya karena selama ini sangat jarang diketahui umum wajah Kim Jong Nam seperti apa.

Nasib sial menimpa Kim Jong Nam. Pada hari Selasa, 1 Mei 2001, ia ditangkap di Bandara Narita, Jepang, ketika berusaha masuk ke negeri itu secara ilegal. Ia ditahan petugas imigrasi ketika tiba di Narita dari Singapura menggunakan pesat milik Japan Airlines dengan nomor penerbangan 712. Saat itu, ia bersama dua perempuan dan bocah lelaki berusia 4 tahun.

Saat itu, Kim Jong Nam menggunakan paspor Republik Dominika, yang di dalamnya ada keterangan pernah dua kali masuk Jepang, yakni pada bulan Oktober 2000 dan Desember 2000. Ketika diperiksa, ia berulang kali mengaku kepada pemeriksa lewat penerjemah sebagai anaknya Kim Jong Il dan ”ingin mengunjungi Disneyland di Tokyo”.

Sejak peristiwa itu, posisi Kim Jong Nam melemah. Ia diberitakan banyak menghabiskan waktunya di Rusia untuk mengunjungi ibunya yang sedang sakit. Ibu Kim Jong Nam, Sung Hye Rim (Sung Hae Rim), meninggal pada usia 65 tahun, antara bulan Juli atau Agustus 2002 di Moskwa.

Sung Hye Rim adalah mantan aktris. Ia menderita cardiopathology, diabetes, dan depresi mental kronik. Komplikasi penyakit itulah yang mengakhiri hidupnya. Sung Hye Rim dikenal sebagai aktris kesohor pada era 1960-an dan 1970-an.

Ia diberitakan meninggalkan Kim Jong Il karena tidak tahan atas perilaku suaminya yang suka menyeleweng. Sejak awal tahun 1980-an, Sung kemudian tinggal di Moskwa. Pada bulan Februari 1998, Sung Hae Rim dan putrinya, Sung Hye Rang, meninggalkan Moskwa pergi ke Geneva, Swiss, tetapi akhirnya Sung Hae Rim kembali ke Moskwa.

Meskipun semula Kim Jong Nam diyakini sebagai pewaris Kim Jong Il, setelah peristiwa Tokyo dan meninggalnya sang ibu, ia terlempar dari barisan ahli waris. Awal tahun 2003, diyakini Kim Jong Nam tinggal di China.

Pada tanggal 25 September 2004, Kim Jong Nam diberitakan muncul di Bandara Beijing, yang kemudian memicu keraguan akan statusnya. Karena, ketika tiba di Beijing, ia sendirian dan tidak ada penyambutan. Ia diyakini terbang dari negara ketiga, bukan dari Korea Utara. Perjalanannya ke luar negeri tanpa disertai seorang pengawal dan pejabat itu mengindikasikan bahwa dia tidak lagi dalam baris ahli waris kekuasaan Korut.

Putra kedua

Setelah nama Kim Jong Nam hilang dari barisan waris, muncullah anak kedua Kim Jong Il, yakni Kim Jong Chul yang lahir dari Koh Young Hee. Masuknya Kim Jong Chul dalam barisan ahli waris kekuasaan diberitakan oleh majalah bulanan Chosun, 18 Februari 2003. Laporan majalah itu berdasarkan dokumen Tentara Rakyat.

Kim Jong Chul yang lahir sekitar tahun 1981 pernah sekolah di Swiss. Ia pernah menduduki sebuah pos di Divisi Kepemimpinan Komite Sentral Partai Buruh. Posisi itulah yang dulu diduduki Kim Jong Il saat dipersiapkan Kim Il Sung untuk menggantikan dirinya.

Setelah studi di sekolah internasional di Bern, Swiss, Kim Jong Chul ditempatkan di divisi propaganda dan agitasi Partai Buruh. Menurut laporan sebuah majalah Korea Selatan, dia menjadi salah seorang penggemar National Basketball Association (NBA) AS dan, karena itu, ayahnya membangunkan sebuah lapangan bola basket di vila-vila milik penguasa Korut itu yang tersebar di banyak tempat.

Kantor berita Jepang, Kyodo, tanggal 15 Februari 2003 memberitakan, usaha untuk menyebarluaskan puji-pujian terhadap istri ketiga Kim Jong Il yang dikenal sebagai istri sahnya, yakni Ko Young Hee atau Ko Yong-hi, mulai dilakukan. Berita yang berasal dari dokumen militer itu diperoleh Kyodo dari ”sumber-sumber yang dapat dipercaya”.

Propaganda itu merupakan sebuah indikasi dimulainya persiapan untuk mempersiapkan Kim Jong Chol, yang saat itu berusia 23 tahun, anak kedua Kim Jong Il hasil perkawinannya dengan Ko, sebagai pengganti pemimpin Korut.

Akan tetapi, impian Kim Jong Chol akhirnya juga tidak menjadi kenyataan. Tersiar berita bahwa Kim Jong Chol kecanduan narkotik, tingkat testosteron tidak normal, dan kondisi kesehatannya buruk. Bahkan, mantan ahli masak sushi Kim Jong Il yang berasal dari Jepang, Kenji Fujimoto, dalam sebuah memoarnya yang diterbitkan pada tahun 2003 menyebut Kim Jong Chol berperilaku seperti perempuan, genit.

Putra termuda

Begitu nama Kim Jong Chol hilang dari percaturan, muncullah nama putra termuda atau ketiga Kim Jong Il, yakni Kim Jong Un atau Kim Woo. Dia diangkat untuk menduduki jabatan di Komisi Pertahanan Nasional, April lalu. Pos yang sama pernah diberikan kepada Kim Jon Nam dan ini dipandang sebagai langkah awal untuk pewarisan kekuasaan.

Kantor berita Korea Selatan, Yonhap, tanggal 15 Januari 2009, dengan mengutip sumber-sumber yang tidak diungkapkan jati dirinya menyatakan, penunjukan Kim Jong Un untuk jabatan itu menandai penggemblengan dia sebagai pengganti. Diperkirakan, ia setahap demi setahap akan melangkah naik untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi di Komisi Pertahanan Nasional itu.

Kim Jong Un yang diperkirakan lahir pada tahun 1983 atau 1984 adalah anak ketiga dan termuda dari Kim Jong Il dengan Ko Young Hee. Ia pernah mengikuti pendidikan di Sekolah Internasional Berne, Swiss, dan diberitakan bisa berbahasa Inggris dan Jerman.

Kenji Fujimoto juga mengungkapkan bahwa Kim Jong Il lebih memilih Kim Jong Un ketimbang kakaknya, Kim Jong Chol, karena Kim Jong Un ”benar-benar seperti ayahnya”.

Indikasi tentang penunjukan Kim Jong Un juga ditandai dengan kemunculan dia di tempat pemungutan suara untuk memilih para anggota Majelis Rakyat Tertinggi, parlemen Korut yang sebenarnya lebih sebagai ”tukang stempel” saja. Berita tentang kemunculan Kim Jong Un itu diungkapkan oleh BBC pada tanggal 8 Maret 2009.

Namun, indikasi awal itu tidak serta merta bisa dijadikan dasar bagi sebuah keyakinan. Pada tahun 1973, Pemimpin Besar Korut Kim Il Sung mengangkat Kim Jong Il sebagai calon penggantinya. Baru 20 tahun kemudian, tahun 1994, Kim Jong Il menggantikan posisi ayahnya sebagai orang nomor satu di Korut.

Kini, tanda-tanda bahwa Kim Jong Un sebagai ”pewaris” kekuasaan Korut semakin jelas dan nyata. Meskipun masih diberi catatan: Kim Jong Un menderita tekanan darah tinggi dan diabetes.

Apa pun yang terjadi di Korut rasanya tidak akan berdampak banyak bagi dunia internasional dan juga mengubah Korut selama sistem keluarga tetap dipertahankan dan keluarga Kim tetap memegang kendali kekuasaan. (ias)