Tel Aviv, Senin
Sejumlah diplomat, Senin (8/6), mengatakan, Washington pada akhirnya bisa mempertimbangkan ulang pemberian bantuan tahunan, dengan fokus ke sektor pertahanan, sebesar 3 miliar dollar AS. Hal itu turut mengkhawatirkan investor yang tidak menginginkan instabilitas di Timur Tengah.
Muncul pula isyarat bahwa Uni Eropa (UE) akan mengikuti jejak AS. UE, yang merupakan pasar ekspor terbesar Israel, kemungkinan akan mendorong larangan bagi produk Israel yang dihasilkan dari permukiman Yahudi di Tepi Barat. Selama ini ekspor Israel mendapatkan keringanan pajak di 27 negara anggota UE.
Akan tetapi, ”hukuman” semacam itu tampaknya tidak akan segera terjadi dan mungkin sulit dilakukan. Masalahnya, Obama harus berhadapan dengan kalangan pro-Israel di Kongres AS. Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bisa saja memulai konfrontasi dengan mengubah kebijakan soal perdamaian.
Analis menilai gagasan pengurangan bantuan AS ke Israel berisiko mengguncang kepercayaan terhadap perekonomian Israel yang bertumpu pada perdagangan internasional, terutama dukungan ekonomi AS. ”Jika dukungan AS hilang, hal itu akan tecermin pada peringkat, risiko premi, dan suku bunga jangka panjang obligasi pemerintah,” kata Michael Sarel, Kepala Riset Ekonomi pada Harel Insurance Investment.
Risiko seperti itu sejauh ini belum terlihat. Biasanya, indikator-indikator ekonomi Israel selalu mengasumsikan adanya dukungan dari AS.
Meski demikian, ekonom HSBC, Jonathan Katz, mengakui, investor kini mulai bertanya soal risiko ekonomi Israel terkait perselisihan dengan Obama.
Katz mengatakan, instabilitas di Israel akan mempersulit dunia, di antaranya termasuk akibat keterpurukan sektor keuangan global. Instabilitas di Israel juga mendorong niat Israel menyerang Iran. AS sejauh ini mencoba menekan Israel untuk tidak menyerang Iran sehubungan dengan pengembangan senjata nuklir.
Di tengah meningkatnya tekanan dari AS, PM Netanyahu tengah mempertimbangkan pelonggaran blokade di Jalur Gaza. Blokade telah diberlakukan selama dua tahun. Netanyahu akan bertemu dengan menteri bidang keamanan dalam beberapa pekan ke depan untuk memutuskan apakah akan mengubah kebijakan soal blokade itu.
”Perdana Menteri ingin mendengar gagasan yang berbeda. Tidak ada perubahan dalam tujuan strategis untuk melemahkan Hamas,” kata seorang pejabat Israel.
Seorang pejabat keamanan Israel mengatakan, sejumlah badan keamanan telah bertemu untuk mengkaji ulang kebijakan blokade. ”Kami paham tekanan AS dan ingin membuat kehidupan penduduk Palestina lebih mudah. Akan tetapi, itu bergantung pada ketenangan di sepanjang perbatasan Gaza),” ujarnya.
Di Jakarta, PBB menggelar Pertemuan Asia Pasifik soal Palestina, 8-10 Juni. Pertemuan itu dimaksudkan untuk memperkuat konsensus dalam memberikan dukungan terhadap solusi dua negara guna menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Dalam pertemuan itu diakui bahwa banyak seruan telah dikumandangkan, banyak proses telah dilalui, tetapi hampir tidak ada kemajuan yang berarti. Pernyataan dukungan rutin terhadap solusi dua negara sayangnya tidak seiring dengan kenyataan (terbentuknya) dua negara.
Negara peserta pertemuan, termasuk Indonesia, memperbarui komitmen untuk mendukung terwujudnya Palestina merdeka yang hidup berdampingan secara damai dengan Israel.
”Indonesia, bersama negara-negara cinta damai lainnya, menekankan kecaman terhadap Israel atas kebijakannya di wilayah pendudukan. Kami juga menyerukan komunitas internasional untuk membuat komitmen dan mendorong kerja menuju solusi tentang Palestina,” kata Wakil Menlu RI Triyono Wibowo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar