Qom-Iran, Kompas -
Aparat keamanan dan Basij secara khusus menjaga ketat alun-alun Enkilab, Azadi, Haf-E-tir, Bahariztan, dan Imam Khomeini di Teheran.
Di kota Qom (sekitar 120 kilometer arah selatan kota Teheran), aparat keamanan dan Basij juga tampak berjaga-jaga di depan kompleks masjid besar atau disebut Haram Fatimi Mahsumah. Meski demikian, situasi kota Qom yang dikenal sebagai kota santri itu terlihat normal.
Semua masjid besar di Iran kini dijaga ketat menyusul kerusuhan pasca-pemilu pada 12 Juni lalu dan aksi serangan bunuh diri di kompleks Mausoleum Imam Khomeini di Teheran pada 2 Juni lalu, yang menewaskan pelaku serangan bunuh diri itu dan melukai dua orang lainnya.
Meski demikian, aparat keamanan dan Basij masih juga kecolongan ketika sekitar 3.000 pendukung Mousavi, Minggu sore lalu, menggelar unjuk rasa di dekat Masjid Quba’ di Teheran Utara. Diberitakan sedikitnya lima pengunjuk rasa mengalami luka-luka setelah bentrok dengan milisi Basij.
Berkerumunnya para pendukung Mousavi di Masjid Quba’ itu adalah dalam rangka memperingati tewasnya Ketua Mahkamah Agung Iran Ayatollah Bahesti bersama 72 anggota parlemen dan pejabat tinggi Iran lainnya dalam sebuah serangan bom bunuh diri di gedung parlemen Iran pada 28 Juni 1981.
Tidak diketahui pasti apakah Mousavi ikut berada di masjid tersebut ketika berkobar aksi unjuk rasa itu. Namun, capres kalah dari kubu reformis yang lain, Mehdi Karroubi, berada di masjid tersebut dan langsung dilarikan dari tempat unjuk rasa itu.
Televisi milik Pemerintah Iran memberitakan, aparat keamanan membebaskan sebagian anggota staf kedutaan Inggris di Teheran yang ditahan Sabtu lalu. Namun, sebagian lain lagi masih ditahan.
Pemerintah Iran menuduh anggota staf kedutaan Inggris itu ikut berperan dalam aksi kerusuhan di Teheran pasca-pemilu presiden tanggal 12 Juni.
Di kota Qom, delegasi parlemen dan Kementerian Dalam Negeri Iran hari Minggu lalu mengadakan rangkaian pertemuan dengan sejumlah mullah (ulama) besar bergelar Ayatollah, untuk meminta pendapat mereka tentang solusi krisis politik di Iran saat ini.
Sejauh ini belum diketahui rekomendasi para mullah itu soal solusi atas krisis politik itu. Para mullah memiliki tradisi tidak memihak di antara pihak-pihak yang bersengketa itu. Mereka biasanya hanya memberi rekomendasi umum.
Sementara itu, kubu reformis mulai pecah. Dua capres kalah dari kubu reformis, Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, bersikeras menolak menerima komite khusus yang dibentuk Dewan Garda (Mahkamah Konstitusi).
Dewan Garda hari Jumat lalu memutuskan membentuk komite khusus guna mencari solusi politik untuk mengatasi kemelut politik ini.
Komite khusus itu bertugas menyelidiki pelaksanaan pemilu presiden tanggal 12 Juni lalu serta menghitung ulang 10 persen kotak suara dengan dihadiri para capres atau wakilnya yang memprotes hasil pemilu itu.
Adapun ketua dewan pakar yang juga mantan Presiden Hashemi Rafsanjani cenderung menerima pembentukan komite khusus itu. Rafsanjani meminta agar dilakukan evaluasi secara transparan dan
Rafsanjani selama ini dikenal pendukung kuat Mousavi. Pernyataan Rafsanjani itu yang merupakan pertama kalinya pascapemilu 12 Juni lalu. Selama ini, Rafsanjani lebih memilih diam meskipun ia merupakan tokoh kunci di barisan kubu Mousavi.
Rafsanjani menuduh kerusuhan pascapemilu 12 Juni merupakan konspirasi yang dilakukan elemen-elemen buruk untuk memecah belah rakyat dan institusi negara Islam serta ingin membawa rakyat Iran tidak percaya terhadap institusi negara.
Ia memuji Pemimpin Spiritual Ali Khamenei yang memberi perhatian pada pengaduan para capres yang kalah dan memperpanjang batas akhir pengaduan selama lima hari yang berakhir hari Senin kemarin.
Rafsanjani menyebut, penyelenggaraan pemilu yang benar akan memperkuat solidaritas dan kerja sama serta persaingan bisa berubah menjadi persaudaraan pascapemilu.
”Hendaknya pelaksanaan pemilu yang buruk ini tidak membuat rakyat brutal dan terpecah. Kita harus bekerja mencari solusi dengan semangat solidaritas dan kerja sama dalam upaya mengatasi permasalahan dan hambatan,” kata Rafsanjani.
Ia menyerukan para pendukung capres yang kalah agar tidak melakukan aksi jalanan untuk memprotes hasil pemilu 12 Juni lalu.
Para analis memprediksi, situasi politik di Iran bisa semakin panas menyusul sikap keras Mousavi dan Karroubi yang menolak keberadaan komite khusus hasil bentukan Dewan Garda.
Komite khusus bentukan Dewan Garda itu semula dimaksudkan sebagai jalan tengah di antara tuntutan dua kubu yang sama-sama keras. Mousavi menuntut pemilu presiden diulang, sementara pemerintah yang memutuskan pemilu presiden 12 Juni lalu sebagai pemilu yang sah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar