Selasa, 30 Juni 2009

Honduras Sebuah Negeri dengan Dua Pemimpin

Tegucigalpa, Senin - Sebuah kudeta militer memecah Honduras menjadi negara yang dikemudikan dua pemimpin—yang seorang diakui badan-badan dunia serta yang lain didukung oleh Kongres, Mahkamah Agung, dan militer negara itu.

Presiden Manuel Zelaya terbangun hari Minggu (28/6) oleh suara tembakan. Dia digelandang dalam keadaan masih berpiama oleh tentaranya sendiri, dan kemudian diterbangkan ke San Jose, Kosta Rika, sebuah negara yang netral.

Hanya selang beberapa jam kemudian, Kongres menetapkan dan melantik Ketua Kongres Roberto Micheletti sebagai presiden sementara sampai masa jabatan Zelaya berakhir bulan Januari tahun depan. Namun, banyak pemerintah mengatakan masih hanya mengakui Zela- ya sebagai presiden sah Honduras.

Kudeta itu terjadi hanya beberapa jam sebelum dilakukannya sebuah referendum oleh Zelaya dan setelah beberapa hari ketegangan antara presiden itu dengan Kongres dan Mahkamah Agung.

Zelaya menimbulkan kegemparan dengan niatnya untuk mengadakan referendum pada bulan Juni mengenai majelis nasional konstitusional. Dia ingin agar majelis itu mengizinkan presiden dipilih kembali, sedangkan konstitusi Honduras memb atasi presiden pada satu masa jabatan yang lamanya empat tahun.

Para lawan Zelaya mengkhawatirkan dia akan menggunakan hasil referendum itu untuk mencoba dipilih kembali, seperti halnya yang dilakukan Presiden Venezuela Hugo Chavez, yang mengubah konstitusi negaranya agar bisa dipilih kembali berulang kali.

Referendum Zelaya itu dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah Agung Honduras. Zelaya menolak putusan itu dan memecat Romeo Vasquez Velasquez, kepala staf AB, yang menolak membantu melakukan referendum itu. Pemecatan itu dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah Agung dan Kongres, yang juga menyatakan referendum itu ilegal.

Micheletti mengatakan, tentara bertindak menangkap dan menerbangkan Zelaya ke Kosta Rika atas perintah Mahkamah Agung dan penggulingan itu dilakukan untuk mempertahankan ketaatan pada hukum dan prinsip-prinsip demokrasi. Namun, dia mengancam untuk memenjarakan Zelaya dan mengadilinya kalau dia kembali.

Micheletti menolak campur tangan luar dan menyatakan jam malam Minggu dan Senin, sementara Chavez dari Managua menyatakan bahwa ”kami akan menggulingkan (Micheletti).”

Presiden sementara Honduras itu menyerang balik Chavez dengan mengatakan, ”Tak seorang pun, tidak Barack Obama, dan terlebih lagi Hugo Chavez mempunyai hak untuk mengancam negara ini.”

Sebelumnya, Obama mengatakan bahwa dia ”sangat prihatin” mengenai apa yang terjadi di Honduras.

Zelaya, yang kelahiran 20 September 1952 dan merupakan presiden kelima Honduras dari Partai Liberal itu, mengatakan, dia ditangkap tentara dalam sebuah ”kudeta” dan ”penculikan”. ”Saya ingin kembali ke negara saya. Saya Presiden Honduras,” katanya sebelum menuju Managua untuk pertemuan para pemimpin negara- negara Amerika Tengah dan aliansi kiri Chavez yang disebut ALBA.

Di Honduras tidak ada bentrokan serius antara pendukung Zelaya dan pihak keamanan setelah kudeta, dan sebagian besar warga ibu kota memilih tinggal di rumah untuk menghindari kekerasa

Tidak ada komentar: