Senin, 31 Agustus 2009

Kebebasan Pers di Malaysia

Oleh: Vinsensius Sitepu
(Mahasiswa master komunikasi massa di Universiti Sains Malaysia)


Belum lama ini pecahlah demonstrasi mendukung penghapusan Internal Security Act (ISA) di Kuala Lumpur. Aksi yang kesekian kalinya ini menentang otoritarianisme kerajaan yang menggunakan undang-undang tersebut untuk membungkam kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan pers. Malaysia hingga saat dipandang dunia sebagai negara yang keras terhadap kehidupan media.

Bagi pendukung kebebasan bersuara dan berpendapat, pers tanpa kontrol ketat dari pemerintah adalah sebuah dambaan. Namun, di sejumlah negara di Asia Tenggara, kebebasan pers yang sesungguhnya adalah kebijakan dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), masih mendapatkan ancaman.

Hal ini senada dengan apa yang dilontarkan Presiden UNESCO, Dr George Anastassopoulos, dalam perayaan Hari Kebebasan Pers Sedunia 2009 di Doha, Qatar, 3 Mei 2009 lalu. Khususnya pada 2008, ancaman terhadap wartawan semakin meningkat. Kata George, terdapat 60 wartawan dibunuh karena opininya, 673 orang ditahan, 29 orang diculik, dan banyak wartawan diisolasi dari dunia luar.

Kebebasan pers di Malaysia yang dinilai oleh komunitas internasional masih mengekang kebebasan pers dengan kontrol pemerintah yang sangat ketat. Paham demokrasi yang selama ini dilontarkan oleh pihak penguasa, sepertinya tidak tercermin dalam sejumlah tindakan terhadap pekerja media dan institusinya. Para redaktur juga sangat berhati-hati dan memiliki kewajiban menghilangkan kalimat atau paragraf (self-cencorship ).


Esensi Kebebasan Pers

Reformasi dan kebebasan media kerap kali dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan dipahami dalam hubungannya dengan institusi demokrasi dan masyarakat sipil. Dan dalam pandangan beberapa pengamat, reformasi media diperlukan bagi kebebasan media, dan kebebasan media sangat penting bagi demokratisasi (Becker, Vlad dan Nusser, 2007).

Weaver (1977) dalam Becker, Vlad dan Nusser (2007) mengindentifikasi tiga komponen kebebasan pers, yaitu campur tangan pemerintah dalam media relatif sedikit, campur tangan nonpemerintah yang kecil dan eksistensi kondisi yang menjamin diseminasi gagasan dan opini yang beragam kepada audiens yang banyak.

Freedom House, sebuah lembaga pemantau kebebasan pers yang berbasis di Amerika Serikat, melihat bahwa hukum dan regulasi dapat memengaruhi media. Ini sama halnya dengan tindakan pemerintah yang menggunakan hukum itu untuk memanipulasi media. Pengaruh politik diukur dengan mengevaluasi tingkat pengendalian politik atas isi berita media. Sedangkan tekanan ekonomi diukur dengan mengevaluasi karakteristik sistem media, seperti struktur media dan biaya untuk membangun gerai-gerai medianya dan dampak berita terhadap tingat korupsi dan suap.

Media Malaysia
Freedom House meletakkan Malaysia di peringkat 141 dari 195 dalam indeks kebebasan pers, setara dengan Kamerun dan Liberia. Hingga saat ini, sangat sulit bagi jurnalis Malaysia untuk menulis secara bebas. Ini pula yang menyebabkan kritik tajam terhadap pemerintah hampir tidak mungkin dilakukan. Berita-berita yang sifatnya laporan investigasi ( investigative reporting ) tidak boleh dilakukan.

Kritik yang dianggap menyinggung pemerintah oleh surat kabar oposisi memungkinkan perusahaan surat kabar tersebut ditutup. Hal ini terjadi beberapa waktu lalu terhadap tiga surat kabar oposisi Malaysia yang dibekukan sementara operasionalnya menjelang Abdullah Ahmad Badawi meletakkan jabatannya sebagai perdana menteri.

Jaminan umum terwujudnya kebebasan media di negara ini dinyatakan dalam Perkara 10 Perlembagaan Persekutuan. Undang-undang ini adalah regulasi tertinggi sebagai dasar penerbitan media Malaysia. Di dalamnya dicantumkan mengenai kebebasan bersuara, berhimpun, dan berserikat.

Pers Malaysia secara hukum tunduk pada beberapa rangkaian hukum negara, termasuk Akta Fitnah 1957, Akta Rahsia Rasmi, Akta Hasutan, serta Akta Percetakan dan Penerbitan. Dalam kasus yang ekstrem, wartawan dapat dikenakan tindakan di bawah Akta Keselamatan Dalam Negeri atau lebih dikenal sebagai Internal Security Act (ISA).

Bagi para oposan, ISA sendiri dianggap sebagai hantu dan momok yang menakutkan. Dengan ISA pemerintah berhak memenjarakan wartawan tanpa melalui proses pengadilan. Alasannya klasik, karena apa yang dituliskan wartawan dianggap membahayakan keselamatan dan kestabilan negara. Dalam beberapa kasus yang baru, misalnya adalah ditahannya Raja Petra Kamaruddin yang diringkus atas akta hukum ISA. Kamaruddin adalah pendiri situs web berita Malaysia Today .

Kamaruddin dituduh menyiarkan berita bohong perihal keterlibatan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Najib Tun Razak, dalam pembunuhan model asal Mongolia, Altantuyaa Shaariibuugiin. Penerbitan koran dan majalah di Malaysia secara langsung dikontrol dengan Akta Penerbitan dan Percetakan. Sebelum terbit pertama kali, pengelola surat kabar harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Kementerian Keselamatan Dalam Negeri Malaysia. Izin tersebut harus diperbarui setiap tahun. Di dalam izin tersebut diuraikan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pers.

Stasiun televisi dan radio swasta juga tunduk pada Akta Multimedia 1998 yang menggantikan Akta Penyiaran. Media elektronik ini dikontrol ketat oleh Suruhanjaya Komunikasi dan Multimedia Malaysia (SKMM) di Indonesia ini setara dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Perbedaannya SKMM berada di bawah Kementerian Tenaga Air dan Komunikasi Malaysia.

Komite Perlindungan Jurnalis (The Committee to Protect Journalists/CPJ) mencatat, selain Kamaruddin kasus lainnya yang dianggap melanggar kebebasan pers adalah ditahannya wartawan surat kabar Sin Chew Daily , Tan Hoon Cheng. Namun, Tan kemudian dilepaskan tak lama setelah ia ditangkap. Kamaruddin sendiri pada 7 November 2008 akhirnya dilepaskan dari tuduhan.

Menurut Direktur Eksekutif CPJ, Joel Simon, dalam situs cpj.org tindakan ini menunjukkan bahwa pemerintah Malaysia bertindak represif terhadap perbedaan pendapat pada tingkat yang baru. Saat ini di bawah kuasa Perdana Menteri Najib Tun Razak, rakyat Malaysia mendapatkan angin segar. Pasalnya, Najib berjanji akan mengulas kembali ISA sebagai tindakan menyerap aspirasi rakyat. Najib pun dipuji atas diizinkannya kembali penerbitan surat kabar oposisi yang sebelumnya ditutup sementara oleh Abdullah Ahmad Badawi.

Mengutip pengamat jurnalisme USM, Juliana Abdul Wahab (2006:189), acara-acara berunsur kontroversial yang menyoal kedudukan pemerintah tidak diberikan tempat dalam program-progam televisi di Malaysia. Di samping itu, kata Wahab, kepemilikan dan pengontrolan terhadap stasiun televisi dimiliki secara langsung dan tak langsung oleh pihak penguasa (baca: UMNO). Hal ini dilatarbelakangi keinginan penguasa untuk melakukan propaganda dan untuk mempertahankan status quo.

Momen perayaan hari kemerdekaan Malaysia hari ini adalah momen penting bagi pemerintah dan komponen bangsa untuk berkontemplasi agar kebebasan pers harus mencerminkan demokrasi sesunggguhnya. Kebebasan pers bukanlah untuk meletakkan cara berpikir liberal dan kebebasan yang seenaknya bagi rakyat, tetapi sebaliknya menuntut cara berpikir yang lebih terbuka dan transparan.

Rabu, 26 Agustus 2009

KOMPAS cetak - Mengapa Malaysia?

KOMPAS cetak - Mengapa Malaysia?: "Mengapa Malaysia?

Rabu, 26 Agustus 2009 | 02:58 WIB

Oleh Edy Prasetyono

Sebagian kalangan masyarakat Malaysia kembali berulah. Kali ini tari pendet dari Bali menjadi targetnya.

Sebelumnya, mereka mendaku reog, angklung, batik, rendang, wayang, Ambalat, dan lagu ”Rasa Sayange” sebagai miliknya. Buku- buku kuno sastra Melayu juga menjadi incaran mereka. Inilah serangan frontal nirmiliter yang ditujukan kepada kebudayaan dan identitas bangsa Indonesia."

KOMPAS cetak - Presiden Tunggu Niat Baik Malaysia

KOMPAS cetak - Presiden Tunggu Niat Baik Malaysia: "Presiden Tunggu Niat Baik Malaysia
Harus Minta Maaf atas Penggunaan Tari Pendet untuk Iklan

Rabu, 26 Agustus 2009 | 04:53 WIB

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunggu niat baik Pemerintah Malaysia terkait penggunaan tari pendet yang tidak patut untuk promosi wisata Malaysia. Protes yang dilayangkan ke Malaysia dinilai tidak berlebihan karena Malaysia sudah berkali-kali melakukannya."

Sabtu, 22 Agustus 2009

KOMPAS cetak - "Panggung" Unjuk Gigi bagi Taliban

KOMPAS cetak - "Panggung" Unjuk Gigi bagi Taliban: "'Panggung' Unjuk Gigi bagi Taliban

Sabtu, 22 Agustus 2009 | 03:34 WIB

Penyelenggaraan pemilu presiden Afganistan yang diwarnai ketakutan akan kekerasan memberi ”panggung” bagi kelompok Taliban. Mereka menunjukkan kepada Amerika Serikat dan Pemerintah Afganistan bahwa mereka bertahan dan bisa kembali menyerang, bahkan setelah delapan tahun ditumpas.

Gencarnya serangan yang dilancarkan Taliban menjelang pemilu pada 20 Agustus 2009 ini cukup membuat gentar pemilih. Hal itu terbukti dengan sedikitnya jumlah pemilih yang mendatangi tempat pemungutan suara, terutama di wilayah selatan yang merupakan basis kekuatan Taliban."

KOMPAS cetak - Karzai Klaim Menang

KOMPAS cetak - Karzai Klaim Menang: "Karzai Klaim Menang
26 Orang Tewas Saat Pemilu Presiden Afganistan

Sabtu, 22 Agustus 2009 | 03:35 WIB

Kabul, Jumat - Tim kampanye Presiden Afganistan Hamid Karzai, Jumat (21/8), mengklaim kemenangan mutlak dalam pemilu presiden pada Kamis lalu. Klaim itu disanggah kubu rivalnya, mantan Menteri Luar Negeri Abdullah Abdullah, yang juga mengklaim kemenangan mutlak.

”Hasil awal menunjukkan bahwa presiden memperoleh mayoritas (suara). Kita tidak perlu sampai putaran kedua. Kami mendapat mayoritas,” kata Deen Mohammad, manajer kampanye Karzai."

KOMPAS cetak - Aksi Protes Sambut Delegasi Korut

KOMPAS cetak - Aksi Protes Sambut Delegasi Korut: "Aksi Protes Sambut Delegasi Korut
Kim Jong Il Titip Bunga untuk Kim Dae-jung

Sabtu, 22 Agustus 2009 | 03:37 WIB

Seoul, Jumat - Tiba di Seoul, Korea Selatan, untuk melayat mendiang Presiden Kim Dae-jung, delegasi dari Korea Utara disambut aksi protes, Jumat (21/8). Puluhan pengunjuk rasa membakar foto pemimpin Korut Kim Jong Il dan bendera Korut. Mereka juga menuntut Kim Jong Il mundur.

Unjuk rasa terjadi tepat di depan hotel tempat keenam utusan khusus Korut itu menginap. Aparat kepolisian berusaha memadamkan api, tetapi tak bisa memadamkan plakat-plakat yang berisi kata-kata bernada mengecam proyek pengembangan nuklir Korut. Pengunjuk rasa kemudian membubarkan diri setelah berteriak ”Turun Kim Jong Il!” dan mendesak ada sanksi internasional terhadap Korut."

Rabu, 19 Agustus 2009

Selasa, 18 Agustus 2009

Minggu, 16 Agustus 2009

detikNews : situs warta era digital

detikNews : situs warta era digital: "Ahmadinejad Akan Tunjuk 2 Menteri Wanita"

Rabu, 12 Agustus 2009

Al Fatah Palestina

Barghouti di Komite Sentral
Status sebagai Tahanan Tak Pengaruhi Para Pemilih

Rabu, 12 Agustus 2009 | 03:33 WIB

Bethlehem, Selasa - Tokoh Palestina yang masih di tahanan Israel, Marwan Barghouti, secara mengejutkan terpilih menjadi salah seorang anggota komite tertinggi Palestina, Komite Sentral yang beranggota hanya 18 orang.

Terpilihnya Barghouti itu disampaikan langsung oleh pejabat-pejabat Fatah, Selasa (11/8). Pada pemilihan anggota Komite Sentral (KS) dan Dewan Revolusioner (DR) atau Parlemen Fatah, mantan Perdana Menteri Palestina Ahmer Qorei secara mengejutkan justru kehilangan kursinya di KS Fatah itu.

”Hasil ini sungguh di luar perkiraan. Ini sebuah perubahan besar, sangat besar,” kata Naser al-Kidwa, sepupu mendiang pemimpin Palestina Yasser Arafat, yang juga terpilih kursi di KS.

Barghouti (50), yang membantah tuduhan-tuduhan Israel, merupakan figur yang populer dan berpengaruh di warga Palestina dan pernah dipandang sebagai salah seorang pengganti potensial Yasser Arafat, pendiri utama gerakan Fatah.

Hanya empat dari 10 anggota ”para pengawal tua” bisa mempertahankan kursi di KS yang berjumlah 18 pada pemilihan umum pertama gerakan Fatah dalam 20 tahun terakhir. Sekitar selusin anggota baru KS menduduki kursi itu untuk pertama kalinya, termasuk dua mantan pejabat keamanan senior, Mohammad Dahlan (47) dan Jibril Rajoub (56).

Adapun hasil pemilihan untuk DR yang beranggotakan 128 orang diperkirakan baru bisa diumumkan Selasa malam, dengan perkiraan generasi muda Fatah akan banyak mengisi tempat yang sebelumnya diisi para anggota tua Fatah.

Pengganti Abbas

Barghouti yang ditangkap pasukan Israel dinyatakan bersalah pada 2004 atas perannya dalam lima serangan mematikan terhadap Israel. Dia adalah sekretaris jenderal Fatah untuk Tepi Barat, tetapi sebelumnya tidak pernah menjadi anggota KS.

Barghouti yang karismatik diperkirakan akan menggunakan posisinya di KS Fatah itu untuk mengupayakan pembebasan dirinya dari tahanan Israel, selain itu juga akan memuluskan jalannya menjadi pemimpin tertinggi Palestina menggantikan Mahmoud Abbas.

Beberapa nama lain yang duduk di KS ialah Saeb Erekat (54) dan Salim Zanoun (78). Erekat adalah juru runding Palestina paling berpengalaman sekaligus juru bicara Palestina dalam sejumlah kesempatan, sedangkan Zanoun adalah generasi pendiri Fatah yang tinggal di Jordania.

Jibril Rajoub, yang bergabung dengan Arafat pada 1969 ketika berusia 16 tahun, juga pernah dipenjarakan Israel untuk waktu lama sebelum dideportasi ke Tunisia, 1988. Dia ditunjuk sebagai kepala keamanan di Tepi Barat setelah Arafat kembali ke wilayah pendudukan itu pada 1994.

Sedangkan Mohammad Dahlan adalah mantan kepala keamanan Arafat di Jalur Gaza. Dia adalah figur yang kontroversial yang banyak disalahkan atas perpecahan yang besar pada kekuatan Fatah, ketika Hamas menguasai Gaza pada 2007.

Secara keseluruhan, hasil sementara pemilihan di badan eksekutif dan badan legislatif Fatah itu menunjukkan kecenderungan mulai bergesernya elite politik Fatah ke tangan kalangan muda. Hal itu diyakini sebagai ”hukuman” terhadap kalangan senior Fatah yang membuat faksi itu kalah dari Hamas pada pemilihan umum beberapa tahun lalu.

Ke mana arah Fatah di tangan para generasi muda itu, masih sulit untuk dilihat. Meskipun demikian, banyak kalangan muda menuntut diperkerasnya upaya untuk persatuan kembali Palestina. (AP/AFP/Reuters/OKI)