Kamis, 04 Desember 2008

Demokrasi Semu Thailand


Demokrasi kadang kala menjengkelkan. Tidak jarang demokrasi justru melahirkan pertikaian, perpecahan, dan bukannya keharmonisan dan kesejahteraan.

Pernyataan itu, yang mengawali karangan pendek ini, terasa tidak berlebihan kalau kita mengikuti krisis politik di Thailand yang sementara berakhir dengan keluarnya keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Sikap dan gerakan antipemerintah hasil pemilu telah membawa Thailand terjerumus ke dalam jurang krisis tidak hanya politik, tetapi juga ekonomi. Krisis politik di Thailand sudah dimulai sejak tahun 2006, yang ditandai penyingkiran PM Thaksin Shinawatra oleh militer. Sejak itu, angin beliung memorakporandakan bangunan demokrasi di negeri gajah putih itu.

Samak Sundaravej yang memenangi pemilu tahun 2007 diturunkan oleh MK karena dianggap melanggar konstitusi, yakni menerima honorarium. Sebelum MK turun tangan, protes antipemerintah yang dimotori Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD) sudah berulang-ulang menuntut agar Samak mundur.

Somchai Wongsawat yang menggantikan Samak sejak September lalu juga menjadi korban dan tak mampu bertahan. Ia bukan jatuh karena desakan massa PAD yang aksi mereka telah melumpuhkan perekonomian Thailand, tetapi juga karena keputusan MK.

Selasa lalu, MK memutuskan pembubaran Partai Kekuatan Rakyat yang memerintah, bersama dua partai lainnya anggota koalisi, karena terbukti curang dalam pemilu Desember silam. MK juga memberhentikan PM Somchai. Bahkan, menurut keputusan MK itu, Somchai dan 59 eksekutif dari ketiga partai itu dilarang terjun ke politik untuk masa lima tahun.

Apa yang terjadi di Thailand menjadi bukti bahwa pertarungan politik yang tak terkendali, ditambah dengan kuatnya dominasi kepentingan elite politik, telah menghancurkan bangunan demokrasi. Demokrasi Thailand adalah pertarungan antarelite, berikut kisruh perebutan kekuasaan antarkelompok.

Pertarungan antarelite mencakup simpul politisi-birokrasi-militer-pebisnis dalam merebut kekuasaan kerap menimbulkan kemelut. Persaingan elite menyebabkan pemerintahan tidak stabil dan timbul fenomena oposisi semu dan bahkan demokrasi semu.

Barangkali inilah pelajaran berharga yang bisa diambil dari krisis politik di Thailand, yakni bahwa berpolitik itu adalah untuk kesejahteraan umum bersama, bukan untuk kepentingan diri pribadi dan kelompok.

Tidak ada komentar: