Minggu, 18 Januari 2009

Menanti Bersatunya Palestina

 

Berita serangan brutal Israel terhadap Palestina telah mengganggu rasa kemanusiaan banyak warga dunia dan bangsa Indonesia yang merasa punya kedekatan emosional dengan Palestina.

Kehancuran serangan tak terkendali Israel sangat memilukan siapa pun yang melihatnya. Masalah agresi ini dapat kita lihat dari berbagai sisi. Pertama, secara regional Amerika Serikat (AS) bersama negara-negara moderat melihat Hamas sebagai bagian dari kekuatan yang bisa menjadi "duri dalam daging".

Penilaian itu muncul tak lain karena secara tidak langsung mereka menganggap Hamas dan Hezbollah, yang paling keras melawan Israel, sebagai representasi kekuatan Iran. Lewat kacamata mereka, tentu kekuatan ini harus dilumpuhkan.

Kedua, Israel menggunakan isu terorisme yang saat ini menjadi isu internasional. Tidak bersatunya Hamas dengan Fatah menjadi celah pembenaran bagi Israel dengan menganggap Hamas sebagai kelompok teroris yang harus ditumpas. Israel juga mengharapkan dukungan negara-negara Barat, khususnya yang sepakat menumpas terorisme di dunia.

Bahkan isu teroris ini digunakan Israel untuk membungkam dunia atas tindakan mereka. Israel membuat justifikasi bahwa serangan roket pada mereka oleh Hamas sebagai tindakan teror yang harus diperangi bersama. Menghadapi hal ini, Bush sebagai kampiun antiterorisme tidak memberikan respons apa pun seakan membiarkan atau menyetujui apa yang dilakukan oleh Israel dengan serangan yang biadab.

Kita juga patut menyayangkan bahwa presiden terpilih AS, Barack Obama, masih diam. Walau dapat kita pahami bahwa dia belum secara resmi menjadi presiden dan mempunyai alasan untuk tidak memberikan solusi karena hanya ada satu presiden sebelum dilantik 20 Januari nanti.

Namun, sebagai presiden terpilih yang menjanjikan visi dan pendekatan baru di Timur Tengah, masyarakat dunia telah menaruh harapan besar pada kepemimpinan Obama di Gedung Putih nanti. Perdamaian di Timur Tengah sulit dicapai apabila Israel tidak menyadari dan tidak mengindahkan standar-standar internasional yang diterapkan pada negara-negara lain.

Selama ini Israel merasa mereka dengan mudah melanggar keputusankeputusan PBB melalui Dewan Keamanan PBB dan tidak mendapatkan sanksi seperti yang diterapkan untuk negara lain. Jika ini tak berubah, demikian yang diungkapkan ahli Timur Tengah dari negara-negara pencinta perdamaian baik di Barat atau AS, sulit perdamaian itu terjadi.

Maka Israel harus didesak untuk mematuhi standar yang ditetapkan oleh dunia internasional. Harus ada sikap tegas dari dunia internasional dalam menghadapi tingkah polah Israel yang seenaknya ini. ***

Justifikasi serangan Israel ini sebagai akibat luncuran roket Hamas mungkin dapat diterima oleh sebagian pihak. Namun, kalau kita perhatikan lebih mendalam tak lebih dari suatu pembalasan Israel yang tidak proporsional.

Sebelumnya telah terjadi pemblokadean ke Gaza yang menutup kemungkinan rakyat Palestina di Gaza mendapatkan kebutuhan-kebutuhan pokok seperti obat-obatan, listrik dan lain-lain. Kondisi ini telah berlangsung sebelum gencatan senjata dibatalkan oleh Hamas dan akhirnya membuat Hamas merasa sangat frustrasi dan melancarkan serangan.

Serangan inilah yang ditunggu-tunggu Israel untuk menjadi serangan balik mereka yang sangat brutal. Serangan Israel ini pun sangat tidak proporsional. Bagaimanapun Hamas bukanlah lawan sepadan bagi Israel. Kalau kita melihat serangan di lapangan, apa yang dilakukan oleh Israel dalam agresi yang sangat keji yang menimbulkan korban anak-anak dan sipil.

Jumlah korban dan kehancuran yang terjadi dapat menjadi bayangan ketidakproporsionalan itu. Israel sangat cerdik untuk melakukannya pada masa liburan tahun baru dan pada situasi di mana dunia sedang sibuk mengatasi krisis ekonomi global. Israel berharap dunia akan disibukkan oleh hal-hal tersebut dan dapat menyelesaikan misi dengan mulus.

Pada dasarnya Israel ingin menghabisi Hamas sehingga kekuatan yang didukung oleh kekuatan garis keras tidak akan banyak berperan. Dengan demikian mungkin perundingan dengan pihak Palestina hanya diwakili oleh pihak Fatah yang lebih moderat. Perlu dicatat bahwa serangan Israel ini terkait dengan kepentingan politik domestik.

Kelompok berkuasa ingin serangan ini mendongkrak popularitas Partai Kadima. Dulu popularitas mereka sempat jatuh waktu gagal melaksanakan misi di Lebanon untuk menumpas Hezbollah. Jelas saat ini Israel tak menginginkan gencatan senjata, karena kalau itu terjadi berarti misi mereka gagal dan mimpi buruk kekalahan di Lebanon akan terulang.Israel ingin Hamas jadi kelompok yang tak berdaya. ***

Untuk itu kita sebagai bangsa cinta damai meminta dan mengharapkan secara mendalam agar rakyat Palestina dapat bersatu dalam kepemimpinan yang terpadu. Jangan memberi peluang bagi Israel untuk mencari-cari celah karena perbedaan faksional Fatah dan Hamas. Sangat imperatif bagi Fatah dan Hamas untuk bersatu dan memikirkan solusi terbaik untuk tercapainya perdamaian.

Kalau hal ini tidak segera diselesaikan maka Israel akan tetap melakukan apa yang diinginkan dengan menjustifikasi agresi itu sebagai balasan terhadap serangan Hamas yang sebenarnya tidak terlalu berarti. Israel dapat menciptakan opini publik bahwa mereka melakukannya sebagai suatu yang perlu. Bukan pada tempatnya juga Palestina menyinggung intifadah yang akan membuat perdamaian makin jauh.

Intifadah ketiga malah akan memperlambat solusi dan memperpanjang konflik. Kalaupun intifadah itu terjadi pasti hanya dari Hamas, tidak seperti sebelumnya. Sebab, Mahmoud Abbas tidak ingin penyelesaian konfrontatif yang tidak membuahkan hasil. Betapa pun yang akan rugi adalah masyarakat sipil Palestina. Kita harus ingat bahwa kekuatan yang ada sangat tidak seimbang.

Kalau kekuatan Palestina masih didominasi Hamas kelihatannya sulit diterima oleh AS, Uni Eropa, dan Israel tentunya. Harus ada solusi internal di Palestina agar negara-negara pencinta damai seperti Uni Eropa akhirnya bisa membawa AS bersama untuk betul-betul menciptakan solusi yang adil jauh dari konfrontasi dan intifadah.

Mereka diharapkan dapat mendukung secara bulat roadmap sebelumnya yang telah disepakati bersama. Hamas juga tak perlu khawatir karena kalau ada persatuan internal maka suara Hamas tetap akan disuarakan melalui kekuatan Palestina yang satu. Bagaimanapun rakyat Palestina membutuhkan perdamaian itu.

Kita dapat melihat bahwa butir-butir roadmap yang dulu diprakarsai oleh Presiden Clinton, yang ditolak Yasser Arafat, ternyata banyak pihak di Palestina yang mengharapkan untuk menghidupkannya kembali. Semoga saja di bawah kepemimpinan Obama perdamaian ini dapat terwujud. (*)

Alwi Shihab
Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah
Sekretaris Dewan Syura PKNU 

Tidak ada komentar: