Rabu, 15 April 2009

CALEG ARTIS

Parlemen Bisa Mudah Didikte Pemerintah
Rabu, 15 April 2009 | 04:28 WIB

Jakarta, Kompas - Dominannya calon anggota legislatif dari kalangan selebriti dan keturunan elite partai memperbesar kemungkinan penurunan kualitas dan kinerja parlemen periode 2009-2014. Bukannya mengawal kebijakan dan komitmen terkait kesejahteraan rakyat, parlemen bisa mudah didikte eksekutif.

Hal ini disampaikan Kepala Pusat Peneliti Politik LIPI Syamsuddin Haris dan pengamat politik Reform Institute, Yudi Latief, seusai menjadi pembicara dalam diskusi di Pusat Tabulasi Nasional bertajuk ”Profil Ideal Wakil Rakyat Pemilu 2009”, Selasa (14/4) di Jakarta.

Yudi mengatakan, keputusan Mahkamah Konstitusi yang membuat sistem suara terbanyak dalam penentuan keterpilihan memaksa caleg tak hanya mengandalkan restu partai politik. Namun, mereka harus membuktikan adanya dukungan masyarakat di tataran akar rumput.

Namun, karena keputusan diterbitkan setelah proses pemilu dimulai, penyusunan daftar caleg tidak disiapkan untuk sistem itu. Akibatnya, banyak calon berkemampuan, yang semestinya menang, gagal dalam sistem yang baru. Sebaliknya, banyak figur tanpa kapasitas tetapi populer yang malah lolos ke Senayan.

Beberapa selebriti itu antara lain Nova Riyanti Yusuf (Partai Demokrat) DKI II no 2 dengan 4.492 suara pada Selasa (14/4) petang, Jamal Mirdad (Partai Gerindra/Jateng I/1) dengan 6.274 suara, Nurul Arifin (Partai Golkar/Jabar VII/1) dengan 8.106 suara, Adrian Maulana (PAN/ Sumbar II/3) dengan 1.585, dan Venna Melinda (Demokrat/ Jatim VI/3) dengan 2.498 suara.

Beberapa caleg keturunan elite politik antara lain adalah Halida Hatta (Gerindra/DKI II/1) dengan 2.733, Budi Satrio Djiwandono (Gerindra/DKI II/2) dengan 1.056, Edhie Baskoro Yudhoyono (Demokrat/Jatim VI/3) dengan 23.037 suara, Guruh Irianto Sukarnoputra (PDI-P/Jatim I/1) dengan 3.676 suara, dan Putra Baskara Baramuli Saroyo (Golkar/Jatim VI/7) dengan 1.169 suara.

Tak miliki kapasitas

Banyaknya caleg yang tidak memiliki kapasitas, kapabilitas, dan kompetensi sebagai wakil rakyat, menurut Syamsuddin, akan berdampak pada kinerja badan-badan legislasi hasil Pemilu 2009. Itu karena semestinya para wakil rakyat memiliki pemahaman minimal mengenai parlemen, hubungan parlemen dan eksekutif, serta pembuatan kebijakan dan perundang-undangan.

Konsekuensi logisnya, tutur Syamsuddin, adalah komitmen legislatif untuk kesejahteraan, keadilan, pemberantasan kemiskinan, dan penurunan angka pengangguran tidak akan maksimal. ”Bukan tidak mungkin, bila Dewan tak berkualitas, parlemen didikte oleh eksekutif. Hal ini jelas tidak sehat untuk masa depan bangsa,” kata Syamsuddin.

Menurut Yudi, selebriti tidak mempunyai wawasan dasar soal legal drafting dan persoalan-persoalan di luar diri mereka.

Dari Semarang dilaporkan, calon anggota DPD asal Jawa Tengah, yakni desainer Poppy Dharsono dan Ketua Umum PGRI Sulistiyo, bersaing dalam pemilu legislatif

Empat nama calon anggota DPD dari Provinsi DI Yogyakarta juga hampir dapat dipastikan terpilih sebagai anggota DPD periode 2009-2014.

Mereka adalah Gusti Kanjeng Ratu Hemas (anggota DPD), Hafidh Asrom (anggota DPD), Cholid Mahmud (anggota DPRD DIY, yang juga anggota Majelis Syuro DPP PKS), serta Afnan Hadikusumo (anggota DPRD DIY dan Wakil Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY).(ina/MHF/REK/HEI/ WHO/RWN/MHF/REK/HEI)

Tidak ada komentar: