Senin, 09 Maret 2009

Sudan


Bashir, Presiden Pertama Jadi Tersangka ICC
Minggu, 8 Maret 2009 | 08:10 WIB

Oleh Musthafa Abdul Rahman

Ketika Omar Hassan Al Bashir (65) dengan seragam militer tampil di televisi pada pagi 30 Juni 1989, mengumumkan pengambilalihan kekuasaan di Sudan, publik negara itu belum mengenalnya. Maklum, Bashir saat itu hanya seorang perwira profesional yang bergelut di kancah peperangan.

Namun, Bashir akhirnya tercatat sebagai presiden terlama yang menjabat dalam sejarah modern Sudan. Dalam waktu yang sama pula, ia juga tercatat sejarah sebagai presiden pertama yang mendapat vonis hukuman Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda, menyangkut kejahatan perang di Darfur.

Perang mewarnai perjalanan hidup Presiden Bashir. Dia naik ke tampuk kekuasaan lewat kudeta tahun 1989, menggulingkan pemerintah demokratis pimpinan PM Sadiq Al Mahdi. Sejak itu, ia memerintah negara terbesar secara geografis di Benua Afrika itu dengan tangan besi.

Bashir saat kudeta mendapat dukungan penuh Pemimpin Islam Sudan, Hassan Turabi. Bashir dan Turabi membentuk Dewan Pimpinan Revolusi dan pemerintah nasional yang beranggotakan para perwira muda.

Tahun 1993, Bashir membubarkan Dewan Pimpinan Revolusi dan menobatkan dirinya sebagai presiden.

Era tahun 1990-an, Sudan menjadi basis Islam dan pernah menampung Pemimpin Tanzim Al Qaeda Osama bin Laden. Bashir lantas meminta Osama bin Laden pergi dari Sudan setelah mendapat tekanan AS.

Hubungan Bashir dan Turabi dalam kekuasaan pun pecah tahun 1999. Turabi bahkan dijebloskan ke penjara (tahun 2001-2003) dengan tuduhan membuat konspirasi baru untuk menggulingkan Bashir.

Tahun 2005, Bashir mengejutkan semua pihak dengan menandatangani kesepakatan damai di Sudan selatan yang mengakhiri perang di wilayah itu sejak tahun 1983. Namun, Bashir dalam waktu yang sama terlibat perang baru di Darfur.

Selama era pemerintahan Bashir, Sudan punya hubungan kurang harmonis dengan Barat, terutama setelah meletus krisis Darfur tahun 2003. Bashir hingga saat ini menolak menyerahkan sejumlah pejabat Sudan yang terlibat kejahatan perang di Darfur kepada ICC.

Ia bersumpah di depan pimpinan Partai Kongres Nasional yang berkuasa di Sudan, tidak akan mengizinkan sama sekali warga Sudan diadili di ICC.

Bashir juga selalu membantah mendukung milisi Janjaweed dari etnis Arab dalam perang melawan kelompok-kelompok dari etnis Afrika di Darfur. Bashir pun selalu menolak penyebaran pasukan perdamaian PBB di Darfur dan mengabaikan kritik dunia Barat terhadap apa yang terjadi di Darfur.

Bashir menolak pula tuduhan jaksa ICC, Luis Moreno Ocampo, tentang keterlibatannya dalam kejahatan perang di Darfur.

Meski demikian, dalam masa pemerintahan Bashir, Sudan mengalami kemajuan, seperti perdamaian di Sudan selatan, penemuan sumber minyak baru, perbaikan ekonomi yang menurut laporan Dana Moneter Internasional (IMF) mencapai pertumbuhan 11 persen, dan perkembangan demokrasi yang lebih positif dengan disahkannya undang-undang pemilu.

Bashir dikenal sangat menjunjung citra dan kehormatan. Ia cepat marah dan mengeluarkan kata-kata yang meledak-ledak ketika merasa kehormatannya terinjak-injak.

Sebelum mengambil alih kekuasaan, Bashir menjabat panglima angkatan bersenjata dan memimpin sendiri operasi militer di Sudan selatan melawan pemberontak pimpinan mendiang John Garang.

Obsesi Bashir adalah menjaga persatuan wilayah Sudan. Ia sangat mencemaskan saat penduduk Sudan selatan memilih memisahkan diri melalui referendum tahun 2011, sesuai dengan kesepakatan tahun 2005.

Keluarga petani

Bashir lahir 1 Januari 1944 di Hush Batqa, 150 km arah utara kota Khartoum. Ia berasal dari keluarga petani yang sederhana. Ia dan keluarganya lalu pindah ke Khartoum dan tinggal di Distrik Kubar awal tahun 1950-an. Bashir menjalani pendidikan menengahnya di Khartoum.

Seusai tamat pendidikan menengahnya, Bashir semula ingin masuk akademi angkatan udara, namun mengurungkan niatnya dan masuk akademi angkatan darat. Dia akhirnya menjadi anggota pasukan khusus Sudan.

Ia secara cepat mengarungi semua jenjang karier militer hingga meraih pangkat jenderal. Bashir bahkan ikut serta bersama militer Mesir dalam perang tahun 1973 melawan Israel.

Mantan Menteri Pertahanan Sudan Barmah Nasser menyebut Bashir seorang perwira profesional dan disiplin. Dia layak menjadi komandan semua divisi di tubuh angkatan bersenjata.

Bashir dikenal berhasil menjalin hubungan kuat dengan semua jajaran perwira yang membuat pemerintahan Bashir didukung kuat oleh militer.

Bashir di tengah keluarganya bertindak sebagai bapak dan pengayom atas para saudaranya. Bashir membiayai sekolah saudara-saudaranya hingga selesai dan bekerja. Dia anak kedua dari 11 anak pasangan Hassan Ahmad Bashir dan Hidayat Muhammad Al Zain.

Bashir menikah dengan saudara sepupunya, Fatimah Khaled, pada awal tahun 1970-an, namun belum dikaruniai anak. Meskipun tanpa anak, keluarga Bashir dikenal keluarga bahagia.

Tahun 2005, Bashir menikah lagi dengan Wadad Babkar, janda Menteri Pertahanan Brigjen Ibrahim Syamsudin yang tewas dalam kecelakaan helikopter saat bertugas di Sudan selatan.

Ibrahim Syamsudin merupakan salah seorang yang sangat dekat dengan Bashir. Keputusan Bashir menikahi janda Syamsudin sebagai penghormatan terhadap Syamsudin.

Bashir dikenal cerdik dan cerdas. Ia juga sangat teliti dalam membaca laporan dari para pembantunya maupun di media massa. Bashir juga egaliter dan tidak membedakan antara menteri dan penjaga pintu dalam perlakuan sehari-hari.

Bashir dikenal sangat disiplin dalam waktu. Ia secara rutin berolahraga, minimal tiga kali dalam seminggu. Ia pendukung klub sepak bola Al Hilal di Sudan. Ia tidak suka minum teh dan kopi. Ia sangat menyenangi makanan khas Sudan dan mendengar lagu-lagu Sudan klasik.

Kini tantangan baru berada di depan Bashir, yakni nasib dirinya dan pemerintahannya menyusul ICC mengeluarkan perintah menangkap Bashir dengan tuduhan terlibat kejahatan perang di Darfur.

Tidak ada komentar: