Jumat, 13 Maret 2009

Dari Doktrin Bush ke Doktrin Obama


Ada perubahan mendasar dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang akan mewarnai masa pemerintahan Presiden Barack Obama.

Dalam pidatonya awal bulan ini, Presiden Obama membeberkan apa yang disebut dengan ”Doktrin Obama”. Doktrin ini menjelaskan penggunaan kekuatan militer di luar negeri.

Penggunaan kekuatan militer di luar negeri hanya akan dilakukan apabila sasaran sudah benar-benar jelas, tidak hanya berdasarkan dugaan-dugaan dan laporan intelijen yang tidak tepat. Obama mengatakan, biaya pengerahan kekuatan militer ke luar negeri harus dipertimbangkan dan harus dikomunikasikan kepada rakyat.

Dengan kata lain, penggunaan kekuatan militer merupakan pilihan terakhir setelah upaya-upaya diplomatik dilakukan. Penggunaan kekuatan militer itu pun akan dilakukan setelah mendapatkan dukungan serta bekerja sama dengan ”teman-teman dan sekutu”; bukannya secara unilateral, tetapi multilateral.

Menurut hemat kita, kalau Doktrin Obama itu benar-benar dilakukan, tentu akan mengubah citra AS yang dicap sebagai suka ”main hakim sendiri” dan merasa paling benar. Sikap semacam itu ditunjukkan AS dengan menyerang Afganistan dan Irak, yang hanya membuat dunia semakin tidak aman.

Padahal, sudah sepantasnya kalau AS sebagai satu-satunya negara adidaya—terutama dalam kekuatan militer—memberikan sumbangan yang besar bagi terciptanya perdamaian dunia.

Darfur, Sudan, akan menjadi ujian pertama Doktrin Obama itu. Apakah Obama akan mengulangi kegagalan Clinton yang mengirim tentara AS ke Rwanda pada tahun 1990-an, atau bertindak lebih bijaksana, yakni berkonsultasi dengan negara-negara sahabat dan sekutu dan kemudian bersama-sama mengirim pasukan setelah upaya damai gagal?

Perang saudara di Darfur sudah menewaskan puluhan ribu orang. Kekurangan makan juga menjadi persoalan besar di Darfur. Setidaknya 2,7 juta jiwa terpaksa menjadi pengungsi. Situasi diperkirakan bertambah buruk setelah organisasi-organisasi kemanusiaan diusir dari negeri itu menyusul keputusan Pengadilan Kriminal Internasional menetapkan Presiden Sudan Omar al-Bashir sebagai penjahat perang.

Kita akan melihat bagaimana Doktrin Obama dipraktikkan. Kita semua berharap situasi di Darfur segera dapat diatasi. Pada saat yang bersamaan kita juga berharap AS memilih cara-cara yang lebih bisa diterima masyarakat dunia dalam menyelesaikan persoalan dunia, bukan hanya mengedepankan kekuatan militer dan kemauan sendiri seperti masa lalu.

Tidak ada komentar: