Selasa, 07 Juli 2009

Para Mullah Iran Terpecah

AP PHOTO/OFFICE OF THE SUPREME LEADER
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei melambaikan tangan kepada para pendukung di Teheran, Iran, Senin (6/7). Khamenei lagi-lagi mengingatkan Barat untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri Iran.

Selasa, 7 Juli 2009 | 04:44 WIB

Kairo, Kompas - Pakar urusan Iran, Abbas Milani, kepada harian Mesir Asharq Al Awsat, Senin (6/7), mengatakan, sejumlah mullah proreformis di kota Qom menolak hasil pemilu 12 Juni. Ini menunjukkan adanya keretakan di kalangan mullah setelah 30 tahun usia Revolusi Islam Iran.

”Dalam tubuh institusi agama di Iran, terdapat pula aksi penolakan pada hasil pemilu dan menolak sikap politik Pemimpin Spiritual Ali Khamenei yang mendukung Presiden Mahmoud Ahmadinejad,” lanjut Milani.

Namun Milani mengakui, posisi politik kubu mullah proreformis masih jauh lebih lemah dibandingkan dengan kubu mullah prokonservatif.

Secara tradisi, sikap politik para mullah selalu mengatasnamakan pribadi bukan lembaga. Sejumlah mullah yang mengklaim proreformis itu disebut tergabung dalam Lembaga Pengajar dan Riset di kota Qom, tetapi tidak membawa nama lembaga mereka tersebut.

Milani menyampaikan penjelasan tersebut, menyusul sikap sejumlah mullah di kota Qom menolak hasil pemilu 12 Juni itu.

Menurut para mullah itu, Dewan Garda yang memiliki sejumlah anggota pendukung Presiden Mahmoud Ahmadinejad tidak berhak memberi penilaian dan keputusan menyangkut pemilu. Para mullah itu menuduh, Dewan Garda tidak mempertimbangkan pengaduan para capres yang kalah secara adil dan transparan, serta tidak memerhatikan bukti-bukti akurat tentang kecurangan dalam pemilu itu yang diajukan para capres yang kalah.

Para mullah itu menuduh pemerintah memberi reaksi keras terhadap aksi rakyat yang menuntut keadilan, bahkan tuntutan keadilan itu membawa kematian dan luka-luka serta penahanan ratusan penuntut keadilan itu secara ilegal.

”Bagaimana kita bisa menerima hasil pemilu itu dalam kondisi seperti itu. Bagaimana kita bisa mengatakan pemerintah yang lahir dari praktik kecurangan pemilu sebagai pemerintah legitimatif,” ujar para mullah itu.

Rincian kecurangan pemilu

Adapun capres kalah dari kubu reformis, Mir Hossein Mousavi, melalui situs internetnya menyebarkan laporan terdiri dari 25 halaman yang menjelaskan detail praktik kecurangan pada pemilu 12 Juni.

Kecurangan yang menonjol adalah dicetaknya kartu pemilih tambahan sebanyak 14 juta kartu serta praktik politik uang menjelang pemilu.

Kubu Mousavi juga menuduh kubu Ahmadinejad menggunakan fasilitas negara dalam kampanye serta membeli suara kaum miskin di pedesaan. Kubu Mousavi juga menuduh Departemen Dalam Negeri dan Dewan Garda memihak Ahmadinejad. Kubu Mousavi mengungkapkan, dua lembaga itu dikuasai teman-teman dekat Ahmadinejad. Kubu Mousavi juga menuduh pengawal revolusi dan Basij memihak Ahmadinejad.

Kubu Mousavi juga mengungkapkan, terdapat keganjilan lain. Misalnya, di 2.233 dari 45.713 tempat pemungutan suara (TPS), suara untuk Ahmadinejad rata-rata lebih dari 95 persen.

Telekomunikasi merebak

Dalam perkembangan terakhir di Iran, Ketua Lembaga Peradilan Iran Ayatollah Mahmoud Hashemi Shahroudi, yang prokonservatif, meminta mereka yang terlibat penyebaran antena parabola dan jasa internet diadili.

”Maraknya pengadaan televisi satelit dan situs internet penyebar sentimen antipemerintah harus ditindak tegas. Mereka yang bekerja sama dengan situs internet dan televisi satelit harus diajukan ke pengadilan,” katanya.

Seperti diketahui, televisi satelit, khususnya televisi BBC berbahasa Persia, berperan besar dalam memberitakan, memberi komentar dan analisis tentang jalannya pemilu presiden 12 Juni.

Sekitar 23 juta dari 78 juta penduduk Iran menggunakan jaringan internet dan diperkirakan lebih dari 45 juta penduduk negeri itu menggunakan telepon genggam.

Ayatollah Shahroudi telah mengirim instruksi pada pengadilan di seantero Iran dengan menetapkan butir 498, 499, 500, 504, 508, dan 510 tentang sanksi Islam yang menegaskan penjatuhan sanksi terhadap sindikat internet kontrarevolusi. Ia menegaskan, negara harus menghadapi dengan tegas para musuh di lingkungan media massa yang terus bertambah. (mth)

Tidak ada komentar: